expression diary (C)
Diusia lima tahun, tepat di bangku taman kanak-kanak, keinginannya belum juga terpenuhi. Padahal ia menginginkan masa diantar di jemput kedua orangtuanya, dan dijemput ketika berada di gerbang sekolah menanyakan tugas apa saja yang diberikan oleh guru.
Daph kecil menginginkan hal tersebut. Betapa bahagianya, bukan?
"Ma. Daph pingin kayak mereka --" Daph kecil menunjuk teman-temannya yang bercanda gurau bersama orangtuanya.
Nata terlebih tau mengenai apa yang dipikirkan Daph, "Besok Mama Nata yang nungguin kamu, oke!"
Daph memang memangil Nata dengan sebutan 'Mama'. Mama Alesya dan Mama Nata. Daph senang berada di Nata, memainkan mainan apapun yang ia sukai.
Kebetulan mereka bersebelahan dan menjadi tetangga dekat. Tak jarang pula, Nata bertemu dengan Daph di taman belakang. Nata memang tidak dianugerahi seorang anak. Taman belakang ialah tempat ia menghibur diri, selagi suaminya sibuk dengan pekerjaan kantor.
Saat itulah, ia melihat Daph kecil memainkan boneka Teddy. Terlibat mengemaskan.
"Hai, Cantik! Nama kamu siapa?"
"Peri!" Daph kecil memutar tubuhnya bertindak seolah mempunyai sayap. Karena terlalu bersemangat, gadis itu hampir saja kehilangan keseimbangan. "Nama tante, siapa?"
"Nata. Nama tante, Nata." Nata menangkap gadis itu dengan tangan kecilnya, "Hati-hati, Peri cantik."
***
19.15 PM
Bagas berkutat pada layar lipat persegi panjang memainkan jemarinya berada di atas keyboard selagi mengecek dokumen tentang perusahaan. Apalagi jika tidak dengan dipenuhi dengan pekerjaan kantor? Apalagi beberapa ini ia cuti sejenak, asisten kantor tentunya memberikan informasi pekerjaan apa saja yang tertunda.
Lelaki bernetra hitam itu langsung menghentikan aktivitasnya ketika memperlihatkan istrinya mengantar makanan ke ruangan kerjanya.
Mendadak situasinya kembali menjadi hening. Keduanya tidak ada yang memulai pembicaraan, sekian beberapa detik Nata membuka obrolan. "Kamu sibuk banget, kenapa gak ke kantor aja?"
Bagas masih terdiam menikmati serbuk kopi buatan istrinya.
Diamnya lelaki itu membuat Nata mencoba membuka kemampuannya namun sebaik mungkin lelaki itu berlahan menutupnya ketika istrinya menanyakan suatu hal.
"Kamu ada masalah apa? Ada yang kamu sembunyikan dari aku?"
Hening.
"Daph? Masalah tentang Dapha, atau masalah kantor?"
Skak mat.
Bagas memberanikan menatap istrinya berlahan menaruh cangkir kopi yang tinggal setengah itu memberanikan diri untuk sekedar membuka mulut.
"Apa yang kamu ketahui?" Bagas berbalik tanya. Ia hampir lupa kemampuan istrinya.
Nata dapat membaca apa yang orang sekitarnya pikirkan hanya dengan tatapan. Tetapi Nata mengenakan disaat genting, jika terus menerus kepalanya akan terasa sakit. Rasanya seolah migran.
"I don't know what happened." Nata mengangkat alisnya dengan membuka kedua tangannya lebar-lebar. "Aku memang tidak tahu, apa yang kamu sembunyikan, tapi aku dapat merasakan. Itulah feeling seorang perempuan."
Nata memang bukan tipekal dapat memahami sekitarnya, tetapi perempuan itu selalu memperhatikannya orang disekitarnya.
Ini pertama kalinya, suami-istri itu berbicara tatap muka setelah insiden tadi siang, dimana Bagas memperlakukan Daph kasar.
"Aku hanya takut seseorang dari keluarga kandungnya kembali."
Bagas mengatur ekspresi ketakutannya dengan berkata bercicit berlahan.
Tak lain Elsa, menemui Bagas ke kantornya bersama suaminya. Kejadian itu, sesudah Elsa menemui Daph dengan mengakui sebagai Dalphin saat kemenangan melawan Keyla.
Elsa bersih keras akan mengambil hak asuh Daph atas keluarga Bagas dan Nata.
Tidak hanya disitu, Elsa segera meminta tanda tangan persetujuan secepatnya.
"Kau tau, aku lah keluarga kandung Dapha, jadi aku mempunyai hak lebih --"
"Kemana saja, Anda?" Pria berjas rapi itu menatapnya tajam melonggarkan dasinya yang melilit di leher. Selagi mengambil pernafasan, Bagas memotong perkataan perempuan di hadapannya ini kasar.
Elsa tak segampang itu dikalahkan, ia akan kembali membujuk keponakannya, tak lain Daph.
Sayangnya, setelah Elsa mengetahui kepergian adiknya, Alesya dan suaminya. Ia mendapatkan kabar bahwa anak dari Alesya, tak lain Daph diasuh oleh perempuan bernama Nata, tak lain adalah keluarga Bagas, orang yang ini dihadapannya.
"Biarkan Daph memilih."
Kalimat terakhir sebelum Bagas meninggalkan perempuan licik dihadapannya ini. Setelah sekian tahun tak mengunjunginya tiba-tiba perempuan itu membahas masalah yang sangat darurat.
Dalam hati Bagas sekali lagi, ia belum siap ketika kehilangan gadis kecil itu. Bagas dan Nata tidak bisa se-egois itu, terkadang gadis itu juga pasti merindukan keluarga kecilnya dahulu.
Hanya saja cara penyampaian Bagas terlihat kasar. Bertindak seolah tak membutuhkan gadis kecil itu. Kedatangannya seketika membuat hubungan Nata dan Bagas tampak hidup.
"Aku hanya ... sedikit menyesal karena kita tak mempunyai hubungan darah dengannya."
Nata tersenyum getir. "Jika Daph kembali ke asalnya, aku tak bisa membayangkan apakah kita tetap seperti ini --"
Perkataan Nata terpotong ketika mendengar suara teriakan memanggil namanya dengan keras.
"NATA! KELUAR, KAU!"
"Lihat, para bodyguard-mu mencabik-cabikku!"
"CEPAT KELUAR! Aku tak berniat jahat!"
Suara kegaduhan bisa saja terjadi di kediamannya. Rupanya dia sedang bertengkar dengan para pengawal di depan kediaman rumahnya.
Nata akan memberikan garam dapur agar spesies orang asing tak memasuki kediaman rumahnya. Eh, enggak ding, garam dapur pengusir setan, toh.
Nata terlebih dahulu memperlihatkan keramaian itu. Membuka pintu berlahan hingga suara decitan pintu membuat para pengawal lain memberi sapaan hormat.
Elsa, Elsa dan Elsa. Perempuan itu lagi, lagi dan lagi.
"Lepasin! Kalian sudah bertemu dengan majikan kalian, 'kan!" Perempuan itu berseru selagi memperhatikan Nata yang masih terdiam.
"Aku belum bilang mereka untuk melepaskanmu." Nata menatap malas dengan tangan tangan bersedekap.
"Kurang ajar, kau! Aku berasa seperti demokrasi dirumahmu. Jangan membuatku memanggil banyak pasukan!"
Bagas tertegun melihat pemandangan dihadapannya. Posisi Elsa saat ini di ikat oleh beberapa pengawalnya berdiri tepat di hadapan pintu emas kediamannya. "Apa yang membuatmu kesini, lagi?" tanya Bagas tegas sebelum menyuruh para pengawal itu membebaskan perempuan itu.
"Aku hanya menjemput keponakanku."
"Kau lupa, apa yang kau perbuat terakhir kali --"
"Apa maksudmu? Daph menyuruhku untuk menjemputnya, Tuan terhormat!" ujar Elsa kesal menekan kata 'Tuan terhormat'.
Hentakan high hells tak jauh dari mereka membuat ketiga orang itu saling tertegun berbagai raut ekspresi.
"Tante Elsa udah dateng?"
Tak lain, Daph melewati Bagas dan Nata begitu saja, menjinjing tas koper dengan suara high heels mengemah di sudut ruangan.
Kedua orang itu lebih tepatnya terkejut dengan kehadiran Daph ditengah mereka bertiga. Sedangkan Nata buru-buru mengatur detak pernafasannya. "Kamu kok bawa koper segala, mau kemana?"
Nata menghela nafas panjang memperlihatkan putrinya itu menarik tas koper dengan pakaian dress rapi, tak lupa juga high hells berwarna perak seirama dengan rambut peraknya.
"Daph mau tinggal sama Tante Elsa." Gadis itu berkata dengan lancar, seolah ini ialah jalan keputusannya sendiri.
Apa yang ditakutkan oleh Nata dan Bagas, detik ini terjadi.
***
makasi bangett uda baca smpe sinii
aku ngrasaa insecure bangett,
ngarasa masih banyak yang kurangg😭
dpt fel gak?gak ya wkwk🌚
ada beberapa adegan
flshbck kecampur hihi bedain ya,,
pokoknya makasii banget,
udah nuangin waktu cerita absurd ku ini ekwk lup dah💙✊
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro