10. I Bet You Look Good On The Dance Floor
Like an angel in a nightmare
You opened up my eyes
Looking in all the wrong places
You're the one I needed this whole time
You're the sun to the moon
You're my ocean, painted blue
You, I'm nothing without you
─────╯˚⋆。˚ ⋆ ˚୨୧˚ ⋆。˚ ⋆˚╰─────
Apel menjadi buah favorit Yunho akhir-akhir ini. Entah apa yang membuat pria bongsor itu menjadi tergila-gila dengan segala macam olahan apel mulai dari biskuit, kue, bahkan minuman kaleng. Mingi sendiri dibuat keheranan, tapi asalkan suaminya itu makan dengan lahap, ia tidak masalah.
Di akhir pekan yang cerah, Yunho memutuskan untuk membuat pai apel dan akan dibagikan kepada teman-temannya. Ia sibuk berkutat di dapur sejak pagi dan melarang Mingi untuk ikut campur, sementara suaminya itu menggerutu karena belum mendapat jatah morning kiss karena Yunho yang mengabaikannya.
Selesai! Yunho menatap bangga hasil karyanya yang tampak lezat, ia meminta bantuan Mingi untuk mengemas pai-pai apel tersebut dalam sebuah kotak makan yang cantik. Yunho juga meminta tolong Mingi untuk menemani dirinya mengantar kotak-kotak itu ke teman-teman yang lain. Mingi mau melakukannya asal Yunho memberi jatah morning kiss yang sebenarnya sudah terlambat untuk dilakukan.
Tapi Yunho tetap melakukannya, ia mengecup pipi Mingi ditambah ciuman singkat pada bibirnya. Barulah Mingi secara sukarela mau membantu Yunho yang sekarang hanya menghela napas panjang.
─────╯˚⋆。˚ ⋆ ˚୨୧˚ ⋆。˚ ⋆˚╰─────
Hal pertama yang ia lihat saat membuka pintu adalah senyum cerah Yunho yang sedang membawa paper bag di genggamannya.
"Selamat pagi menjelang siang, Hyung!"
Seonghwa balik tersenyum, ia selalu suka dengan kepribadian Yunho yang berapi-api dan membawa pengaruh baik terhadap orang-orang di sekitarnya.
"Selamat pagi juga, Yunho."
"Aku membuat pai apel untukmu, semoga Hyung menyukainya." Yunho menyerahkan paper bag tersebut pada Seonghwa.
"Terima kasih, aku pasti akan menyukainya. Ngomong-ngomong, dimana Mingi?"
"Ia di dalam mobil karena kami masih harus mengantar beberapa pai lagi untuk yang lain."
Yunho sangat baik. Seonghwa mungkin pernah terlibat pertengkaran dan adu mulut dengan pria di hadapannya ini tapi itu semua adalah masa lalu. Ia bahkan masih ingat ketika lengan kokoh Yunho menarik tubuhnya yang nyaris melompat dari pagar besi di Sungai Han. Yunho tidak mengatakan apa-apa, tapi ia menemukan Seonghwa dan menyelamatkannya, mendekap tubuhnya yang gemetar dan kedinginan. Seonghwa berandai-andai jika saat itu Yunho tidak datang, maka sudah dapat ditebak apa yang selanjutnya akan terjadi.
"Sampaikan salamku pada Mingi, ya." Seonghwa berterima kasih sekali lagi sebelum Yunho melenggang pergi.
Wangi dari pai apel tersebut begitu menggoda dan ukurannya cukup besar. Pasti tidak habis jika Seonghwa memakannya sendirian, maka ia segera mengambil jaket dan melangkah keluar dari apartemennya.
─────╯˚⋆。˚ ⋆ ˚୨୧˚ ⋆。˚ ⋆˚╰─────
Pintu berwarna biru tua itu terbuka ketika Seonghwa mendorongnya secara perlahan, ia menengok ke dalam dengan hati-hati karena tidak ingin menimbulkan keributan.
"Kau tahu kau tidak perlu melakukan itu, Hwa. Hanya ada aku sendirian disini."
Seonghwa nyengir, kemudian beringsut masuk ke dalam tempat kekasihnya bekerja itu. Ia duduk di atas sofa merah marun dan membuka kotak makan berisi pai apel di atas meja kecil di hadapannya.
"Kau yang membuatnya?"
Seonghwa menggeleng. "Ini pemberian Yunho." Terpujilah suami Mingi itu karena telah menyediakan sendok plastik sehingga Seonghwa dapat segera menyantapnya. Tapi alih-alih melakukannya, Seonghwa menyendok bagian kecil pai tersebut lalu menyodorkannya pada sang kekasih yang langsung diterima dengan gembira.
"Enak dan tidak terlalu manis, aku tidak tahu kalau Yunho berbakat dalam memasak."
Separuh pai apel tersebut sudah habis disantap Hongjoong, sementara Seonghwa hanya memperhatikannya sambil tersenyum.
"Kau mau?" Tawar Hongjoong.
"Aku mau krimnya saja."
Iseng, Hongjoong mencolek whipped cream yang berfungsi sebagai topping tersebut dengan jari telunjuk lalu mengacungkannya pada wajah Seonghwa. Kekasihnya terkekeh, lalu menjilat krim tersebut secara perlahan. Hongjoong kira hanya sampai di situ, tetapi Seonghwa mengulum jarinya, memainkan lidahnya disertai tatapan polos dari binar matanya yang indah.
Beruntung Hongjoong mengunci pintu dari dalam dan studionya kedap suara, karena hal selanjutnya yang mereka lakukan sudah pasti bukan menghabiskan pai apel yang masih tersisa.
─────╯˚⋆。˚ ⋆ ˚୨୧˚ ⋆。˚ ⋆˚╰─────
Hongjoong sudah berjanji untuk lebih sering pulang ke rumah, meski terkadang pekerjaannya di studio masih cukup banyak, tapi Hongjoong tidak bisa menolak permintaan kekasihnya untuk menghabiskan waktu bersama.
Seonghwa sudah terlelap sementara Hongjoong berkutat pada pikirannya sambil mengelusi punggung telanjang lelaki itu. Nyaris dini hari dan biasanya pada jam-jam segini adalah waktu yang tepat bagi Hongjoong untuk overthinking.
Ia menatap wajah indah Seonghwa. Wajah yang pernah ia kecewakan dan Hongjoong masih mengingatnya hingga detik ini. Ia berutang budi pada Yunho yang malam itu menemukan Seonghwa dalam keadaannya yang kacau. Hongjoong membenci dirinya sendiri karena telah membuat pria yang ia cintai begitu terluka dengan kata-katanya.
Mereka tidak bertemu untuk beberapa waktu karena Yeosang berkata bahwa Seonghwa sedang tidak baik-baik saja serta ingin menghabiskan waktu sendirian yang sebenarnya masih di bawah pengawasan Yeosang, dan Hongjoong mengerti. Ia memperbaiki diri sehingga ketika mereka bertemu lagi, Hongjoong sudah pantas untuk menyatakan isi hatinya. Bukan hanya sekedar lewat pesan suara.
Tanpa pria itu duga, Seonghwa datang menemuinya. Mereka duduk berdua sambil menikmati dua gelas teh hijau hangat dan sepiring biskuit kayu manis. Keduanya saling bertanya kabar, saling meminta maaf, dan Hongjoong menyatakan isi hatinya.
Tetapi Seonghwa tidak.
Ia tersenyum dan memeluk tubuh Hongjoong dengan erat untuk waktu yang lama. Bagi Hongjoong, itu sudah cukup. Seonghwa kembali, dan itu sudah lebih dari cukup. Keduanya menjadi sepasang kekasih tetapi tidak tinggal bersama. Bagaimanapun juga, mereka masih membutuhkan privasi. Tetapi jika Seonghwa meminta Hongjoong untuk datang ke apartemennya, lelaki itu menyanggupi.
Terkadang, Seonghwa meminta ditemani untuk makan ramyeon. Seringkali juga keduanya terlibat dalam percakapan malam yang seru dan menegangkan atau Hongjoong akan menemani Seonghwa yang mengantuk dan tertidur setelah ia menyanyikan satu buah lagu. Namun di beberapa kesempatan, keduanya akan saling mencumbu dengan jemari Seonghwa meremat seprai dan desah memenuhi ruangan sementara Hongjoong menggagahinya. Seperti malam ini.
Pria bermarga Kim itu menyingkirkan helaian poni Seonghwa yang sudah cukup panjang. Seonghwa belum berminat untuk memotongnya dan bagi Hongjoong itu bukan masalah. Tidak penting seperti apa penampilan pria itu, Hongjoong akan tetap jatuh cinta padanya. Setiap hari, setiap detik kalau bisa, dan tak akan ada yang bisa mengubahnya.
Hongjoong jadi ingat akan sesuatu. Setelah memakai celana, ia beranjak dari tempat tidur untuk mengambil sesuatu dari dalam tasnya.
"Hwa, ayo bangun."
Kekasihnya itu bergumam sambil mengibaskan tangannya, menyuruh Hongjoong untuk diam.
"Hwa."
Dan setelah beberapa menit yang menyebalkan, akhirnya Seonghwa membuka mata. "Ada apa, Joong?"
Hongjoong selalu suka ketika Seonghwa memanggilnya seperti itu.
"Aku punya sesuatu untukmu." Ia menyondorkan sebuah kotak polos berukuran sedang pada Seonghwa yang kebingungan. "Bukalah."
Walaupun masih setengah sadar, Seonghwa mengubah posisinya menjadi duduk lalu membuka kotak itu. Ia mengerjap beberapa detik sebelum menatap Hongjoong dengan antusias.
"Ini indah sekali." Binar pada mata Seonghwa menyala seiring ia mengangkat benda itu. Sebuah bola kaca yang di dalamnya terdapat dua orang laki-laki sedang berdansa di bawah gemerlap lampu malam yang indah. Tak luput dari butiran-butiran kecil berwarna putih yang akan bergoyang jika bola kaca tersebut digerakkan.
"Kau suka?"
Seonghwa mengangguk cepat. "Suka sekali."
"Tadinya, aku ingin berpesan pada orang yang membuat ini agar pose kita berciuman seperti di pesta pernikahan Eden." Hongjoong menjelaskan. "Tetapi kemudian, aku menyadari bahwa hal itu salah."
"Salah?"
"Ya, salah. Karena aku sudah jatuh hati padamu sejak pertama kali kita berdansa di pesta pernikahan Yunho dan Mingi."
Netra Seonghwa kembali menatap benda digenggamannya. Memang benar, ini adalah mereka saat pertama kali berdansa bersama. Kemampuan berdansa Seonghwa buruk sekali saat itu, dan masih hingga kini. Tapi Hongjoong selalu bersedia untuk mengajarinya, lagi dan lagi.
Lelaki Park itu mendongak, menatap Hongjoong dengan matanya yang berkaca-kaca. "Terima kasih." Seonghwa beringsut maju untuk memeluk tubuh kekasihnya. "Aku mencintaimu."
Rasanya lega sekali bisa mendengar hal itu dari Seonghwa. Hongjoong tahu, kekasihnya butuh waktu dan inilah saat yang tepat. Ia merengkuh balik tubuh Seonghwa sementara kekasihnya itu kembali berbicara.
"It was always you, Joong."
Dan Hongjoong jatuh cinta lagi untuk yang kesekian kalinya. Ia menangkup wajah Seonghwa, menghapus jejak air mata yang mengaliri pipinya. Seonghwa tersenyum ketika Hongjoong mengecup dahinya sambil berbisik.
"It was and it will always us, Hwa."
Malam itu, keduanya terjaga sampai di pertengahan subuh. Mereka berbincang dengan kepala Seonghwa yang bersandar pada dada Hongjoong sementara kekasihnya itu mengelusi rambut panjangnya. Ada banyak hal untuk dibicarakan, salah satunya adalah alasan Seonghwa tak pernah mengatakan cinta pada Hongjoong karena ia seringkali menganggap dirinya tak pantas, rasa tak nyaman itu menekan dadanya meski hatinya mencintai sang kekasih teramat sangat.
Hongjoong tersenyum lalu berakhir menindih tubuh Seonghwa, mengecupi leher dan dadanya sambil menggumamkan kata sayang. Seonghwa hanyut dalam cinta Hongjoong yang begitu besar untuknya. Dan mereka tak ingin malam itu berakhir, kalau bisa, momen indah seperti ini akan terus berlangsung untuk waktu yang lama, sangat lama.
Because you are the first thing on my mind, the last thought before sleep, and my truest love. -Park Seonghwa
And If I could stay here with you forever, I would. -Kim Hongjoong.
─────╯˚⋆。˚ ⋆ ˚ FIN ˚ ⋆。˚ ⋆˚╰─────
A/N :
Akhirnyaa sampai juga di penghujung cerita. Terima kasih untuk para pembaca yang sudah mengikuti couple JoongHwa sejak di Playing With Fire dan berlanjut sampai di buku ini 🤗 Aku seneng banget akhirnya buku ini bisa publish sampai tamat walau sempet aku gantung berbulan-bulan 🙃
Oh iya, lirik-lirik lagu di awal chapter itu dari lagu yang aku pasang di mulmed kok. Basically, lagu dari chapter 1-10 ini dari playlist ku semua sih (yah beginilah gambaran playlist Yeosha) 😅 cuma aku ambil beberapa yang relate liriknya sama JoongHwa 😍
Aku bener-bener berterima kasih sama kalian semua pokoknya, semoga buku JoongHwa ini berkesan ya 💞💞💞
bye bye 😉
-yeosha
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro