If we never met
I'd be drunk, waking up in someone else's bed
I'd be lost in a crowded room of fake friends
I wouldn't even know what love is
──────╯˚⋆。˚ ⋆ ˚୨୧˚ ⋆。˚ ⋆˚╰──────
Kenapa cuaca Korea Selatan tidak mendung seperti di kota London? Hal ini menjadi satu-satunya topik yang hinggap dibenak Seonghwa sekarang.
Well, Seonghwa tidak pernah pergi ke Inggris. Namun, berkat novel-novel roman picisan yang ia baca semasa di perguruan tinggi, Seonghwa dapat menyimpulkan bahwa kota London selalu dinaungi cuaca mendung, awan hitam, hujan gerimis, basah, genangan air, dan payung yang turut serta menemani masyarakat yang tinggal di dalamnya.
Seonghwa berharap, saat ini Korea Selatan dinaungi cuaca mendung seperti di kota London. Tetapi yang ia dapatkan adalah matahari yang bersinar amat terik dan cukup menyengat kulit, membuat Seonghwa harus menyeka keringat beberapa kali.
"Seonghwa, kau ingin makan siang bersamaku?"
Lee Juyeon berdiri dengan senyum murah hati dihadapan Seonghwa, kaki kirinya tampak bergerak tidak nyaman dan Seonghwa tidak tahu apa penyebabnya.
"Masih ada pekerjaan yang harus aku... kau tahu? Mengoreksi dan sebagainya." Seonghwa tertawa canggung.
"Aku bisa menunggu." Juyeon bukan tipe pria yang mudah menyerah rupanya.
"Tidak perlu, sungguh, kita bisa makan siang lain kali." Sial, kenapa Seonghwa memberi Juyeon janji?
"Baiklah, aku akan sangat menantikannya," Senyum manis itu masih bersarang dibibir Juyeon, "Kau tahu, sebagai sesama asisten dosen, kita harus sering menghabiskan waktu bersama bukan?"
Seonghwa mengangguk, "Tentu saja."
"Aku pergi dulu kalau begitu, jangan lupa makan siang, Seonghwa."
Lelaki bermarga Park itu dapat menghela napas lega selepas Juyeon pergi, Seonghwa berbohong tentang mengoreksi tugas milik mahasiswa. Ia sedang tidak ingin menghabiskan waktu dengan siapapun sekarang.
Sampai akhirnya telepon genggam Seonghwa bergetar singkat di atas meja, layarnya berkedip pertanda masuknya sebuah notifikasi baru.
📩Kim Hongjoong
Aku baru saja sampai di depan kampusmu, lunch with me? :)
Well, mungkin menghabiskan jam makan siang dengan Hongjoong bukan ide yang buruk.
────╯˚⋆。˚ ⋆ ˚୨୧˚ ⋆。˚ ⋆˚╰────
"Kau tidak keberatan bila aku menjemputmu dan menghabiskan waktu di luar kampus seperti ini?"
Seonghwa menggeleng sambil mengunyah daging babi panggang dimulutnya, "Tidak apa-apa kok."
Hongjoong tersenyum mendengarnya, ia memberi lebih banyak potongan daging yang sudah matang pada piring Seonghwa. Pilihan pertama Hongjoong adalah restoran Jepang dengan udon kari pedas sebagai signaturenya, tetapi Seonghwa menolak. Berkata bahwa dirinya tidak suka pedas dan ingin mencari restoran lain saja. Pada akhirnya, Hongjoong memilih restoran Korean BBQ yang sudah menjadi langganannya dan Seonghwa setuju.
"Jika kita tidak makan siang bersama, apa yang akan kau lakukan?" Tanya Seonghwa.
Hongjoong tampak berpikir, "Biasanya aku makan siang sendirian di studio, bagaimana denganmu?"
"Sama, aku hanya akan menghabiskan makan siangku diantara tugas-tugas yang harus aku koreksi."
"Tapi kau menyukai pekerjaanmu?"
"Tentu saja!" Kedua mata Seonghwa berbinar, "Kau tahu? Sudah lama sekali rasanya sejak terakhir kali aku bersemangat akan suatu hal, mungkin sekitar beberapa tahun lalu? Entahlah. Tapi aku senang sekali bisa kembali ke kampus, mengajar dihadapan para mahasiswa dan mahasiswi, aku senang ketika mereka melakukan presentasi dan bertanya hal yang tidak mereka ketahui padaku--" Seonghwa menghentikan ucapannya, ia menunduk dan bergumam, "Maaf, aku terlalu bersemangat ya?"
Hongjoong menggeleng, "Aku senang mendengarmu berbicara tentang hal yang kau sukai, tentang pekerjaan dan hal baru yang kau temui."
Kedua pipi Seonghwa bersemu saat Hongjoong menatapnya sambil bertopang dagu.
"Aku ingin menceritakan sesuatu, kau mau mendengarnya?" Tanya Seonghwa ragu-ragu.
"All ears for you."
"Baiklah," Berdeham sejenak, Seonghwa memulai ceritanya, "Aku sudah pernah menjadi asisten dosen sebelumnya. Setelah aku wisuda, aku ditawari sebuah pekerjaan untuk menjadi asisten dosen dan aku menerimanya dengan senang hati."
Terdapat perubahan pada raut wajah Seonghwa, tetapi Hongjoong memilih untuk tidak berkomentar.
"Pekerjaanku menyenangkan, aku sangat menikmatinya. Hingga kemudian aku mendengar rencana kedua orang tuaku untuk menjodohkanku dengan Mingi. Reaksi pertama yang aku berikan adalah kaget, namun aku berpikir mungkin ini memang sudah saatnya bagiku untuk menikah."
"Lalu?"
"Kemudian aku berhenti dari pekerjaanku disaat aku baru mengajar selama dua tahun. Aku tahu, seharusnya aku tidak melakukan itu, namun aku berpikir bahwa aku hanya akan fokus pada Mingi. Pada pernikahan kami. Dan aku pindah ke apartemen miliknya, aku belajar memasak dan melakukan berbagai pekerjaan rumah. Aku benar-benar mengabdikan hidupku untuk Mingi, setiap malam, pikiranku dipenuhi bayangan tentang pernikahan yang sempurna."
Seonghwa meneguk air mineral di atas meja dengan perlahan, "Dan kau tahu bagaimana hubungan kami perlahan runtuh dan... entahlah, lenyap? Berhenti? Tapi aku tidak menyalahkan Mingi, urusan hati memang tidak bisa dipaksakan."
Hongjoong bergeming sementara Seonghwa melanjutkan, "Aku menyadari bahwa aku mencintai Mingi, tapi aku tidak bisa memaksakan hubungan ini lebih jauh. Jadi, aku pulang ke rumah orang tuaku untuk menenangkan luka batin yang tak pernah sepenuhnya pulih."
"Seonghwa.."
Senyum tipis Seonghwa berikan untuk lelaki Kim dihadapannya ini. "Kemudian aku sadar bahwa aku tidak bisa terus menerus larut dalam masa lalu, jadi aku mencoba bangkit. Aku ingin kembali pada pekerjaanku dan kebetulan ada lowongan untuk menjadi asisten dosen jurusan sejarah di perguruan tinggi tempat aku kuliah dulu, dan disinilah aku berada."
"Kau pria yang kuat."
"Terima kasih," balas Seonghwa, "Maka dari itu, aku selalu berpikir bahwa aku tidak ingin bergantung pada siapapun. Karena pada akhirnya, aku hanya memiliki diriku sendiri untuk berpegang dan bertahan."
Tangan kanan Hongjoong mengusap singkat tangan Seonghwa yang tergeletak di atas meja. Menyalurkan rasa aman dan mengisyaratkan bahwa semua akan baik-baik saja. Park Seonghwa akan baik-baik saja.
────╯˚⋆。˚ ⋆ ˚୨୧˚ ⋆。˚ ⋆˚╰────
Hongjoong mengantar Seonghwa kembali ke kampusnya. Tidak banyak pembicaraan yang tercipta selama diperjalanan, mungkin karena Seonghwa sudah bercerita banyak saat di restoran tadi.
"Terima kasih sudah mengantarku, Hongjoong."
"Bukan masalah."
Seonghwa tersenyum dan membungkuk sedikit, bermaksud untuk pamit sebelum Hongjoong memanggil namanya.
"Seonghwa."
"Ya?"
"Kau bilang, kau tidak ingin bergantung pada siapapun," Terdapat jeda sejenak sebelum Hongjoong kembali membuka mulut, "Tapi aku tidak keberatan jika kau ingin bergantung padaku."
Seonghwa tahu cuaca Korea Selatan teramat panas sekarang, namun ia tidak mungkin berkeringat di dalam mobil Hongjoong dengan air conditioner yang menunjukkan angka dua puluh derajat celcius bukan?
Atau mungkin Seonghwa berkeringat karena terlalu gugup dengan ucapan Hongjoong?
────╯˚⋆。˚ ⋆ ˚୨୧˚ ⋆。˚ ⋆˚╰────
A/N :
Nih chapter 1 udah publish, seneng gak kalian? 🤭
Buku ini udah aku anggurin dari bulan April dan baru ku kebut nulis sampe tamat dalam minggu ini lol. Padahal rencananya buku ini langsung publish pas Playing With Fire kelar 🤣
Maaf ya aku gantungin berbulan-bulan, real life ku lagi hectic banget soalnya 💔 #SungguhMerasaBersalah
-yeosha
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro