Chapter 9 - Longing
Author's POV
"Kau benar-benar tak apa-apa?"
Itu sudah menjadi pertanyaan yang ke sekian kalinya (Y/n) dengar. Semenjak Itadori Yuuji—orang yang hampir (Y/n) tabrak di chapter sebelumnya—bertemu dengan gadis itu, pertanyaan tadi terus dilontarkan oleh lelaki itu.
(Y/n) ingin berkata yang sebenarnya, namun tentu saja ia tidak bisa. Bukan karena ia ingin berbohong. Tetapi, lebih ke arah ia tidak bisa menjelaskannya meskipun (Y/n) ingin.
"Ya, aku sudah baik-baik saja."
Meskipun posisi (Y/n) saat ini adalah duduk di salah satu barisan kursi depan ruangan milik pasien lain, tetap saja ia harus menahan agar betis kaki kanannya tidak terlepas. Sangat tidak bisa dibayangkan apa yang akan terjadi jika Yuuji melihatnya.
"Kalau begitu, aku pergi dulu. Maaf sudah menabrakmu tadi," ujar (Y/n) cepat tanpa menunggu jawaban Yuuji.
Walaupun (Y/n) tidak menabrak ataupun ditabrak oleh Yuuji, gadis itu tetap meminta maaf. Alasan lainnya adalah agar ia bisa pergi dengan cepat dari sana. (Y/n) pun langsung berjalan dengan sebisanya meskipun cukup sulit untuk berjalan dengan terlihat normal.
Pada akhirnya, kepergiaan (Y/n) diiringi oleh tatapan bingung milik Yuuji.
***
"Clove!"
Seruan (Y/n) mengejutkan Clove yang tengah memainkan kunci di tangannya. Lelaki itu langsung mendekat pada (Y/n) dan memapah gadis itu hingga duduk di atas kursi.
"Ah, kakimu lepas lagi," gumam Clove. Dari raut wajahnya, lelaki itu sama sekali tidak terlihat terkejut.
Bukan hal itu yang (Y/n) pedulikan. Melainkan pasal Yuuji si tokoh utama yang ia lihat tadi.
"Mengapa kau tidak bilang padaku jika ada kemungkinan Itadori Yuuji di sini?" cecar (Y/n).
Clove yang tengah menunduk dan serius menyambungkan kembali kaki (Y/n) sontak menengadahkan kepalanya. "Aku sama sekali tidak tahu tentang itu," jawabnya apa adanya. Toh ia memang benar-benar tidak tahu.
"Aku bahkan bertemu dengannya di saat cerita yang sebenarnya belum terjadi," gerutu (Y/n) kesal. Ia seharusnya menghindari para tokoh cerita, bukannya mendekati mereka. Namun, hari ini ia malah bertemu dengan salah satu tokohnya. Bahkan si tokoh utamanya.
"Bukankah itu bagus? Kau bisa menjalin hubungan yang baik dengannya agar nantinya kau tidak kesulitan. Itu lebih baik kan?" Clove bangkit berdiri ketika ia sudah selesai menyambungkan kembali kaki kanan (Y/n).
"Apakah kau sedang bercanda? Jika ya, maka candaanmu itu sama sekali tidak lucu," balas (Y/n) dengan wajah datar.
Clove pun menatap (Y/n) lurus-lurus. "Aku serius."
"Kau pasti tidak mendengarkan apa yang kukatakan hari itu," tuduh (Y/n) seraya bangkit berdiri.
"Perkataanmu yang mana?" Clove tampak heran.
"Tentang aku yang tidak ingin terlibat dengan mereka. Jika bisa, aku ingin pergi saja dari sini," jawab (Y/n) lugas.
Clove mengernyit. "Kapan kau mengatakannya?"
"Di saat kita bertemu pertama kali. Kau tak ingat?"
Tidak seperti harapan (Y/n), Clove pun menggeleng. "Sepertinya kau sedang mengkhayal, (Y/n)."
Kesal, (Y/n) pun berlalu dari sana. Apakah ia memang belum mengatakannya pada Clove? Ataukah lelaki itu yang melupakannya? Entah yang mana yang benar di antara kedua asumsi itu, namun yang pasti (Y/n) merasa kesal. Tujuan awalnya justru telah rusak di hari kedua setelah ia membulatkan tekadnya.
***
Bosan.
(Y/n) merasakan hal itu dengan jelas. Ia tengah tengkurap di atas tempat tidurnya. Di depan pandangannya terdapat buku yang bisa menjawab semua pertanyaan (Y/n) terkait dengan keluarga Tyazel. Ya, semoga saja begitu.
Sudah hampir setengah dari isi buku itu telah (Y/n) baca. Rasanya sama saja dengan ketika (Y/n) membaca buku pelajaran sekolahnya. Sama seperti membaca bahasa Jepang atau bahasa Inggris. Ia bisa mengertinya dengan mudah tanpa khawatir dengan kata-kata yang tidak ia mengerti.
Karena sudah mulai malas membaca buku itu, (Y/n) pun menutupnya. Ia membalikkan posisi tubuhnya menghadap ke langit-langit kamarnya. Manik (e/c)nya menatap pada jari-jemari tangannya. Rasanya sudah lama sekali semenjak ia menggenggam senjata anggar serta memakai perlengkapannya. Terakhir kali adalah seminggu sebelum ibunya meninggal kala itu. Itu artinya sudah lebih dari sebulan ia tidak berlatih anggar dengan ayahnya.
Memang banyak hal yang telah terjadi di dunia nyatanya sebelum (Y/n) masuk ke dalam dunia Jujutsu Kaisen. Entah bagaimana caranya. (Y/n) mengutuk siapapun yang memasukkannya ke dalam dunia ini di saat ia tengah berkabung untuk ibunya sendiri. Namun, meskipun ia berpikir demikian, mungkin (Y/n) seharusnya berterima kasih kepada orang yang telah menariknya ke dunia ini. Karena hal itu, aksi bunuh diri yang ia lakukan telah gagal.
"Aku rindu denganTou-san dan Kaa-san..." gumam (Y/n) lirih.
Gadis itu berbaring meringkuk di atas tempat tidur. Tangannya mencengkeram piyamanya dengan erat. Tak terelakkan, cairan bening yang dinamakan dengan air mata itu mulai mengalir. Hingga pada akhirnya, isak tangisnya yang pilu mulai terdengar.
***
Sama seperti biasanya, Clove duduk di atas pagar pembatas balkon kamarnya. Ia memandang ke arah bulan purnama yang tampak terang di antara kumpulan bintang. Sebenarnya ada alasan mengapa Clove suka untuk duduk dan menatap bulan serta bintang di angkasa. Alasannya hanya satu: karena Lilliana.
Lilliana adalah gadis penyuka semua hal tentang alam semesta. Gadis itu selalu bersemangat jika membicarakan tentang tata surya dan planet-planet yang mengisi tata surya. Clove bahkan masih ingat di saat Lilliana mendapat sebuah teleskop sebagai hadiah ulang tahunnya yang kelima belas. Wajah bahagia milik gadis itu masih tercetak dengan jelas di dalam ingatan Clove.
Sebuah senyum simpul terbentuk di bibirnya. Masih sambil menatap ke arah angkasa yang sudah gelap karena malam.
Namun, tiba-tiba jantung lelaki itu seolah-olah berhenti berdetak sesaat. Rasa sakit yang amat luar biasa seketika menyerangnya setelahnya. Clove hampir saja terjatuh dari atas balkon jika ia tidak berpegangan pada pagar pembatas untuk menjaga keseimbangan tubuhnya.
Pikirannya saat ini hanya satu. Hanya ada satu orang yang bisa menyebabkan Clove merasakan hal demikian.
(Y/n).
Setelah rasa sakitnya mulai tenang dan perlahan menghilang, Clove melompat ke balkon di sebelah kamarnya. Balkon itu adalah milik kamar (Y/n). Rupanya jendela kamar gadis itu belum ditutup sehingga Clove bisa melihat apa yang tengah dilakukannya.
Melihat apa yang ada di depan matanya, seketika Clove tertegun. Pemandangan di depannya itu seketika mengingatkannya dengan Lilliana. Di dalam kamarnya, (Y/n) tampak berbaring meringkuk dengan air mata yang mengalir.
Clove tidak tahu apa penyebab air mata itu mengalir. Tetapi ia tahu dengan jelas bagaimana perasaan (Y/n) saat ini.
***
Yo minna!
Aku sama sekali gak ngerti kenapa hari pertama daring udah sibuk banget🚮
Padahal kan harusnya tuh santuy-santuy dululah. Kek perkenalan (meskipun udah pada kenal) dan lain-lain. Tapi, ini malah udah dikasih tugas dan sebagainya.
Meresahkan sekali☺💔
Maap banget, aku jadi mengcurhat di sini😭
I luv ya!
Wina🌻
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro