Chapter 44 - Scars That Reappeared
Semuanya telah usai.
Dengan berakhirnya hal ini, mereka—(Y/n), Junpei, dan juga Yuuji—dititahkan untuk beristirahat. Namun, khusus untuk Yuuji, lelaki itu dirawat terlebih dahulu. Tentu saja demikian. Luka yang ia terima itu cukup dalam. (Y/n) pun tak tahu apa yang terjadi saat pertarungan itu berlangsung. Ia pikir semuanya akan berjalan sesuai dengan alur cerita yang ia ketahui. Tetapi, lagi-lagi kenyataan kembali membodohi dirinya.
Netra (e/c) itu sejak tadi menatap ke arah buku jurnal yang terpampang di hadapannya. Lebih tepatnya di atas meja belajar gadis itu. Pikirannya terus-menerus teralihkan dari buku jurnal di depannya. Yang ia pikirkan bukan apa yang harus ia tulis di dalam buku itu hari ini, melainkan hal lain yang gadis itu kira tak akan ia pikirkan.
Masih dapat (Y/n) ingat dengan jelas. Bayang-bayang Yuuji yang terluka itu terekam di dalam kepalanya. Lebih buruknya, adegan itu berputar terus-menerus. Tak berhenti bahkan ketika dirinya menginginkannya.
Pada akhirnya, tangannya bergerak untuk menutup buku jurnal itu. Menyegelnya dengan pelindung Uraes, lalu dalam satu petikan tangan, buku jurnal itu pun menghilang. Memang tampak mengagumkan jika dilihat oleh mata orang awam. Namun, bagi (Y/n) sendiri hal itu cukup merepotkan. Setelah dipikirkan dua kali, hal tersebut memang seharusnya dilakukan agar tak mengulang kejadian yang sama*.
Bisa dikatakan isi dari buku jurnal itu bukanlah hal penting yang mengandung rahasia negara. Melainkan hanya secuil perasaan dan isi hati (Y/n) yang tak pernah ia katakan pada siapapun. Hanya dirinya dan Tuhan saja yang tahu. Setidaknya demikian.
Sepasang kakinya beranjak dari meja belajar. Kemudian berhenti tepat di balkon kamarnya. Digeserlah pintu kaca yang berdiri kokoh di hadapan sang gadis. Angin yang berhembus sontak menyambut dirinya kala ia menginjakkan kakinya di area balkon.
Lagi-lagi (Y/n) seorang diri saat ini. Clove belum menemuinya lagi semenjak (Y/n) menyuruhnya untuk pergi ketika ia hendak mencari Junpei beberapa hari yang lalu. Mungkin lelaki itu sudah tak ingin menemuinya lagi. (Y/n) pun tidak tahu apa alasannya dan mengapa. Namun, (Y/n) sangat tahu pasti alasan mengapa dirinya sengaja menitahkan Clove untuk menjauhinya. Memang salahnya ia tak memberitahu alasan tersebut pada lelaki itu. Tetapi menurut (Y/n) memang lebih baik demikian.
Bagi (Y/n), hubungan di antara dirinya dan Clove hanyalah sebatas antara seorang roh penjaga dan tuannya yang palsu. (Y/n) yang membutuhkan Clove sebagai seseorang yang bisa memberinya pengetahuan akan hal-hal yang masih belum ia ketahui dan Clove yang membutuhkan (Y/n) sebagai entitas nyata dari Lilliana yang telah tiada.
Miris, memang. Namun, itulah kenyataannya. Merasakan kehilangan sebanyak dua kali dengan cara dan metode yang sama sudah sangat cukup bagi (Y/n). Tentang adik laki-lakinya dan juga ibunya. Keduanya merupakan orang yang berharga bagi gadis itu. Bahkan, keduanya pun meninggalkan dirinya di dunia dengan cara yang sama.
Menggunakan senyuman yang hangat sebagai perisai mereka.
Ia mendesah. Mungkin kedua hal itu jugalah yang menyebabkan dirinya menjadi seperti ini. Menjadi seorang (F/n) (Y/n) yang jarang tersenyum, apalagi tertawa. Sudah cukup ia menerima luka terus-menerus di dunia asalnya sendiri. Maka dari itu, untuk kali ini saja gadis itu ingin bertindak berbeda. Sebagai bentuk antisipasinya. Sesekali, tak apa jika ia bersikap egois, bukan?
Terlampau larut dalam buana pikirannya sendiri, (Y/n) baru saja tersadar jika hari sudah berubah menjadi senja. Jingga membentang dari arah tenggara ke barat laut. Memamerkan estetikanya tersendiri.
Seraya menatap ke arah cakrawala yang sungguh luas, (Y/n) kembali melamun. Melamun sepertinya sudah menjadi salah satu hobinya saat ini. Terkadang (Y/n) berpikir demikian; mungkin jika temannya yang penggila anime serta manga dan tak memiliki masalah hidup seberat (Y/n), pasti temannya itu akan merasa bahagia masuk ke dalam dunia Jujutsu Kaisen sekalipun. Mungkin ia akan segera membayangkan betapa kerennya bisa melakukan hal bernama reverse harem dengan para lelaki yang mengincar dirinya.
Tetapi, yang kini berada di dalam dunia itu merupakan (F/n) (Y/n). Si gadis yang menyimpan banyak luka, namun tetap diam seribu bahasa.
Tawa miris terdengar melalui bibir (Y/n). Ia pun tak pernah menyangka akan menerima takdir semacam ini. Seolah-olah Tuhan sedang mempermainkan hidupnya. Kehidupannya itu dianggap seperti sebuah permainan. Masalah terus saja berdatangan tanpa henti. Namun, sebesar apapun masalah yang (Y/n) hadapi, ia tetap dan akan selalu memilih untuk diam.
Lagi pula, tidak ada salahnya jika ia memendam semuanya, bukan?
***
"Oh."
Itulah reaksi singkat yang (Y/n) berikan kala mendengar penjelasan dari lelaki di depannya itu. Sudah ia duga. Kekhawatirannya itu hanya menjadi sebuah hal yang berlebihan.
"Kau tidak akan bertanya lagi bagaimana keadaanku setelah berbicara banyak?" celetuk Yuuji karena hanya mendapatkan reaksi yang terlalu singkat dari (Y/n).
"Tak ada yang menyuruhmu untuk melakukannya," balas (Y/n) acuh. Ia lebih tertarik menatap setangkai bunga yang tampak akan layu dalam beberapa saat lagi, ketimbang menatap Yuuji yang terlampau bersemangat untuk kategori seseorang yang masih sakit.
Tentu saja (Y/n) bersikap demikian. Alasannya datang ke rumah sakit yang hanya diketahui oleh orang-orang tertentu itu tentunya untuk menemui Yuuji dan melihat bagaimana keadaannya. Namun, lelaki itu justru menyambut dirinya dengan senyuman hangat dan lambaian tangan yang bersahabat.
"Aku sangat baik-baik saja sekarang! Luka yang kudapatkan di hari itu bukanlah apa-apa bagiku!" Itulah kata-kata penuh antusiasme yang ia lontarkan pada (Y/n) ketika gadis itu bertanya bagaimana keadaannya. Well, perkataannya itu memang bisa dibuktikan dengan keadaan fisik Yuuji yang sudah sangat baik. Namun, karena (Y/n) tak dapat langsung mempercayai apa yang ia lihat dengan matanya, alhasil gadis itu bertanya pada Yuuji. Dan, kini ia cukup menyesalinya.
"Oh ya, (Y/n)."
Lamunannya yang buyar dan tatapan (Y/n) yang beralih pada Yuuji dilakukan secara bersamaan oleh gadis itu. Kini mereka pun saling bersitatap satu sama lain. Dengan isi pikiran yang berbeda di dalam kepala.
"Bagaimana hubunganmu dengan Fushiguro dan Kugisaki saat ini? Pasti semuanya baik-baik saja selama aku tidak bersama dengan kalian, 'kan?" Lelaki itu tersenyum lebar.
Sejenak (Y/n) tertegun. Ia termangu dan hanya menyelam ke dalam danau bernuansa hazel itu. Kala melihat senyum Yuuji yang melebar, seketika (Y/n) tak tahu harus berkata apa.
Kau salah besar, Yuuji.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro