Chapter 30 - Rebuked
Bunyi mesin minuman yang menjatuhkan sebotol kaleng berisi soda mengalihkan atensinya. Diambilnya kaleng tersebut dari tempat semula. Desisan terdengar sesaat sebelum isi kaleng itu tandas sepertiganya.
Melirik ke sisinya, suasana di sekitarnya tampak jauh lebih sepi daripada yang biasanya. Namun, gadis itu hanya acuh dan memilih untuk meneguk tetes demi tetes minuman berkarbonasi di tangannya itu.
"Konnichiwa, (Y/n)."
Hampir saja cairan di dalam mulutnya disemburkan ke luar. Decakan kesal terdengar sesaat. Diliriknya tajam ke sisi kanannya. Di mana Gojo berdiri di sana dengan wajah tak berdosanya.
Masih dengan raut wajah yang kesal karena dikejutkan begitu saja, (Y/n) pun bertanya, "Ada apa, Sensei?"
"Apa kau masih ingin dibunuh olehku?"
Tersentak sesaat. Pertanyaan yang tak disangka itu tiba-tiba dilontarkan oleh Gojo. Lawan bicara pria itu hanya mampu mendengus. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa sebuah kurva tertarik ke atas pada wajahnya.
"Kau sudah berubah pikiran, heh?" cibir (Y/n) seraya tersenyum miring. Menunjukkan bahwa dirinya telah menunggu saat seperti ini.
Gojo hanya terkekeh. "Kau akan tahu nanti," ujarnya yang justru mengundang berbagai pertanyaan di dalam kepala (Y/n).
Dibunuh oleh gurumu sendiri? Tidak buruk juga, pikir (Y/n) di dalam benaknya.
Lagi pula, ia memang sudah menunggu saat-saat seperti ini, bukan? Maka dari itu, untuk apa ia menghindari serangan Gojo itu? Toh (Y/n) sendiri memang telah berniat untuk mati beberapa kali. Ditambah dengan fakta yang seharusnya menyakitkan namun justru menguntungkan baginya.
Ya, kematian Yuuji.
Tanpa keberadaan Yuuji di sana, maka dirinya bisa mengakhiri nyawanya sendiri dengan leluasa. Toh kedua temannya yang lain—Fushiguro dan Nobara—tidak pernah peduli pada nyawa dirinya. Itu pun jika mereka berdua bisa dikatakan sebagai teman oleh (Y/n).
Well, Fushiguro sudah pernah berkata bahwa dirinya menganggap (Y/n) sebagai teman. Tentu saja hanya lelaki itu yang beranggapan demikian. Bagaimana dengan (Y/n) sendiri? Pastinya berbanding terbalik dengan apa yang Fushiguro katakan di hari itu.
"Apakah kau memiliki kata-kata terakhir, (Y/n)?"
Sejenak (Y/n) tergugu. Ia tidak pernah berpikir sejauh itu. Terlebih, gadis itu hanya ingin mengakhiri hidupnya tanpa maksud lain. Bukan menyisakan kesedihan bagi mereka yang ia tinggalkan, juga bukan untuk mengucapkan salam perpisahaan diiringi oleh derai air mata.
Ditariknya napas dalam-dalam sebelum ia hembuskan sesaat kemudian. Tangan (Y/n) bergerak untuk membuang kaleng kosong di genggamannya. Manik (e/c)nya itu tertuju ke arah Gojo yang berdiri di hadapannya. Ia hanya menatapnya lurus.
Dengan raut wajah yang sulit diartikan, (Y/n) pun berucap, "Tolong lupakan aku dan selamat tinggal."
(Y/n) pikir, kini merupakan detik-detik terakhir baginya di dunia ini, sebelum ia kembali menyatu dengan tanah. Atau mungkin abunya akan disebar di atas permukaan air laut nanti. Sekaligus mendengarkan doa yang dipanjatkan untuknya.
Namun, semua pikirannya itu dibantah oleh fakta yang ada hanya dalam waktu singkat.
Karena kenyataannya saat ini dirinya berada di dalam dekapan seseorang. Dari balik punggung orang yang membawanya itu, (Y/n) bisa melihat Gojo berdiri jauh di sana. Tampak tersenyum puas melihat apa yang terjadi di hadapannya.
"Apa kau sudah gila?!"
Hardikan penuh amarah itu mengalihkan atensi (Y/n) kepada orang di depan matanya. Manik biru gelapnya menyiratkan kilatan-kilatan emosi yang tak terbendung. Sedang kedua tangannya mencengkeram kedua bahu (Y/n), kiri dan kanan.
Seusai memproses apa yang terjadi saat ini, (Y/n) pun bertanya, "Mengapa kau berada di sini, Fushiguro?"
Lelaki yang jenamanya disebut itu hanya diam. Menatap lurus ke arah (Y/n) tanpa memalingkan wajahnya barang sedetik pun. Sementara yang diberikan tatapan seperti itu hanya menghindari manik biru gelapnya. Menatap ke mana saja asalkan bukan menyelam di dalam lautan biru gelap itu.
"Apa yang kau lakukan tadi?" tanyanya, cukup mengejutkan (Y/n) karena sebelumnya mereka hanya diam dalam keheningan.
Diam adalah hal yang (Y/n) lakukan. Ia menunduk, menatap kedua sepatu yang tengah ia kenakan, lalu mengembalikan pandangannya pada Fushiguro. Raut wajah lelaki itu tampak menyiratkan amarah yang belum pernah (Y/n) lihat sebelumnya. Jelas bahwa ia menuntut sebuah penjelasan dari (Y/n).
"Jawab. Aku. (Y/n)."
Penenakan pada setiap kata yang Fushiguro ucapkan membuat (Y/n) menghela napas. Membuang pandangannya ke arah lain sebelum mulai membuka bibirnya.
"Kau pasti sudah tahu apa yang terjadi, Fushiguro," jawab (Y/n) masih tanpa memandang ke arah lelaki itu.
"Mengapa? Mengapa kau benar-benar ingin mati?"
Sedikit tersentak, namun wajahnya kembali normal sesaat kemudian. "Aku... hanya menginginkannya."
"Kau selalu saja seperti itu, (Y/n)."
Bukan Fushiguro yang berkata demikian. Melainkan seorang gadis bersurai sebahu dengan warna cokelat. Presensinya yang tiba-tiba muncul di antara dirinya dan Fushiguro sontak membuat (Y/n) bertanya-tanya.
"Mengapa kau keras kepala sekali?" ujar Nobara lagi. Membuat (Y/n) mengalihkan tatapannya ke arahnya. Serentak dengan Fushiguro yang melakukan hal serupa dengan (Y/n).
Helaan napas panjang keluar dari bibir (Y/n). Gadis itu hanya diam, memilih tidak menjawab pertanyaan Nobara. Membentuk keheningan yang mencekat kerongkongan mereka di sana.
"Tidak ada hal yang perlu kujelaskan pada kalian berdua," ujar (Y/n), seraya menatap dua orang di hadapannya itu satu per satu.
Tak paham, dengan perempatan imajiner pada keningnya, Nobara pun menyahut, "Apa maksudmu?"
Lagi-lagi (Y/n) hanya diam. Tidak memberikan sahutan apa-apa. Yang justru menimbulkan kekesalan di dalam benak si gadis bersurai cokelat itu.
"Oi, (Y/n)! Jawab aku!" sentaknya.
Muak akan tuntutan untuk sebuah penjelasan itu, (Y/n) melemparkan tatapan dingin kepada dua insan di hadapannya. Yang ditatap olehnya memandangnya balik. Raut wajah mereka tampak berbeda. Nobara yang diliputi oleh kekesalannya, sedang Fushiguro yang tampak tenang meski di dalam hatinya ia pun sama. Sama-sama menginginkan sebuah penjelasan dari (Y/n). Hanya saja, lelaki itu pandai menyembunyikan keinginannya yang satu itu.
Ditariknya napas panjang. Yang kemudian ia hembuskan hingga mengeluarkan karbon dioksida ke udara. Bibirnya terbuka separuh, mengucapkan rentetan kata yang mengubah tatapan kedua orang di depannya itu. Sekaligus mengubah hubungan mereka ke depannya.
"Karena aku membenci kalian. Sesederhana itu."
***
Hai, aku kembali😍
Akhirnya aku bisa publish cerita ini lagi ʕ ꈍᴥꈍʔ
Jujur, aku merasa bersalah setiap kali ada notifikasi yang meninggalkan jejak di ceritaku ini. Rasanya tuh kek, kek sulit dijelaskan (´º∀º`)
Sekarang aku akan mulai fokus lagi di cerita ini. Karena siapa sih yang mau di-ghosting?
Kalian😍.ggg
Mungkin aku update-nya akan lebih lama daripada yang biasanya. Dikarenakan oleh dua hal; uprak dan tryout, pren Ó╭╮Ò
Segitu saja curhatan dari aku yang suka tiba-tiba ngilang ini. Terima kasih sudah mampir shshshsh <3
I luv ya!
Wina🌻
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro