Chapter 13 - Denied, Denied, and Denied
Author's POV
"Sepertinya ia adalah lelaki yang tangguh."
Hari ini justru lebih parah dari sebelumnya. Sebuket bunga mawar dengan surat di dalamnya tergeletak di depan rumah (Y/n) ketika gadis itu ingin keluar untuk membeli mochi. Tentu saja niat awalnya langsung lenyap kala ia menemukan buket mawar merah yang masih segar itu.
"Sayang jika dibuang," celetuk Clove tiba-tiba.
(Y/n) pun menoleh. Ia baru saja berpikir untuk membuang buket bunga mawar merah itu. Namun, Clove yang tiba-tiba berkata demikian membuatnya berpikir ulang. Tetapi tidak memakan waktu yang lama, (Y/n) kembali pada pendiriannya.
"Lagi pula untuk apa aku menyimpannya?" tanyanya spontan.
"Sebagai bukti jika kau memiliki seorang secret admirer." Ia terkekeh.
"Kau pasti bercanda. Aku tidak butuh hal semacam itu karena aku tidak berasal dari dunia ini," tandas (Y/n).
"Ah, benar juga. Kau bukan berasal dari dunia ini ya." Clove mengangguk-angguk. Ia tampak baru ingat.
(Y/n) menatap bunga mawar yang diletakkan di atas meja belajarnya. Bunga mawar merah itu berjumlah banyak hingga (Y/n) merasa kasihan untuk membuangnya. Pasalnya ia masih tidak mengetahui siapa si pengirim sebuket bunga mawar itu. Namun, yang pasti pengirimnya sama dengan yang kemarin.
Teringat dengan secarik surat yang berada di buket bunga itu, (Y/n) pun mencarinya. Ia mengambilnya dari sana dan membuka lipatan kertas itu hingga terbuka sepenuhnya.
"Sekarang kau langsung membacanya, heh?" ejek Clove yang bersadar pada daun pintu sambil melipat tangan di depan dada.
Berbeda dengan sebelumnya, (Y/n) tidak membaca surat itu lagi. Karena ia sudah sangat yakin jika isinya akan berupa kata-kata konyol yang lebih baik tidak ia baca.
Tanpa berpikir dua kali, (Y/n) langsung melempar surat itu ke dalam tempat sampah. Memang terlihat kejam, namun dengan demikian ia bisa merasa lega.
"Kau yakin akan membuangnya?" tanya Clove sambil menaikkan sebelah alisnya.
"Sangat yakin."
Clove justru mendekati tempat sampah di mana (Y/n) membuang surat tadi. Ia mengambilnya dari sana dan kebetulan tempat sampah itu dalam kondisi yang kosong. Tidak ada apapun di sana selain surat yang baru saja (Y/n) buang.
Tangannya bergerak membuka surat itu. Kemudian ia membacakan isinya dengan lantang agar (Y/n) bisa mendengarnya.
"Bunga mawar ini kuberikan untukmu. Namun, mereka masih kalah cantik denganmu. Mengapa kau mengabaikan surat pertamaku?"
Seusai membacanya, Clove tertawa. (Y/n) yang mendengarnya hanya bisa mendelik kesal. Ia mengabaikan Clove dan duduk di tepi tempat tidur. Ia melirik sekilas buket bunga mawar merah di atas meja belajarnya. Lalu, ia menyalakan ponsel yang selama ini tidak pernah ia sentuh. Bahkan gadis itu sama sekali tidak tahu jika ada ponsel yang bisa ia pakai.
"Oh, Lilliana memiliki banyak teman rupanya," komentar (Y/n) di saat ia melihat barisan nama-nama asing yang tidak ia kenal pada daftar teman di ponsel Lilliana.
"Lilliana-sama memang dikenal sebagai orang yang baik hati dan murah tersenyum. Mungkin karena hal itulah ia memiliki banyak teman," jelas Clove tanpa diminta. Ia sudah berhenti tertawa dan meletakkan surat tadi ke tempat semula, bukan ke dalam tempat sampah.
Masuk akal memang. Pasti akan ada banyak orang yang ingin berteman dengan seseorang seperti Lilliana. Namun, jika apa yang ditunjukkan oleh Lilliana selama ini hanyalah sebuah topeng, apakah mereka masih ingin menjadi temannya?
"Lilliana pasti bersekolah, bukan?" celetuk (Y/n) mendadak.
"Tentu. Memangnya ada apa? Kau tidak bisa pergi ke sekolah dengan wajah Lilliana-sama. Mereka sudah tahu jika beliau telah tiada," Clove menjawab dengan serius.
"Bukan itu maksudku. Aku hanya bertanya saja," sanggah (Y/n) pelan. Matanya masih tertuju pada barisan nama di aplikasi LINE milik Lilliana.
Keheningan seketika menghadang. (Y/n) diam dengan pikirannya sendiri sementara Clove tampak berusaha merasakan apa yang tengah (Y/n) rasakan.
***
"Lagi?"
(Y/n) baru saja membuka pintu rumah untuk mengambil jemuran pakaiannya. Namun, sebuah kotak berwarna cokelat berada di bawah kakinya. (Y/n) berjongkok mengecek kotak itu. Nihil, tidak ada surat apapun di sana.
Karena menghalangi langkahnya, (Y/n) mengangkat kotak tersebut dan menaruhnya di atas meja sebelum pintu masuk rumahnya. Kemudian ia berlalu untuk mengangkati jemuran yang telah kering. Setelah selesai, (Y/n) masuk ke dalam beserta kotak cokelat di tangannya. Tanpa ia sadari, seseorang tengah memperhatikannya dari kejauhan.
Di dalam, Clove yang melihat (Y/n) membawa sesuatu pun mendekatinya. Ia melirik kotak cokelat yang diletakkan di atas meja makan itu.
"Dari orang itu lagi?" tebak Clove.
"Kurasa ya," sahut (Y/n) sambil melipat pakaian yang telah kering di atas sofa.
"Kau tidak membukanya?" tanya Clove lagi.
Gerakan tangan (Y/n) terhenti seketika. Namun, sedetik setelah ia kembali melanjutkan aktivitasnya. "Nanti saja. Aku sibuk sekarang. Lagi pula, hal itu tidak terlalu penting."
Mengabaikan perkataan (Y/n), Clove justru membuka kotak itu. Barisan kue mochi yang berwarna-warni terpampang di depan wajahnya.
"Oh! Isinya mochi!" seru Clove.
Seruan Clove tadi membuat (Y/n) langsung mendekatinya. Ia melirik isi kotak itu dan benar saja. Sesuai dengan perkataan Clove, isinya adalah mochi dengan berbagai rasa.
Tanpa berpikir panjang, (Y/n) mengambil satu buah mochi yang terletak pada ujung kotak. Rasa manis dari mochi itu memenuhi rongga mulutnya di gigitan pertama. Alhasil, (Y/n) pun menghabiskan mochi di tangannya dalam suapan berikutnya.
"Tunggu, jangan-jangan ada racun di dalamnya?!" seru (Y/n) panik. Berbagai pikiran negatif memenuhi isi kepalanya.
Clove yang awalnya diam kini menyeringai. "Are? Kau sudah takut mati sekarang ya? Padahal kau pernah berkata jika kau melakukan bunuh diri sebelum datang ke dunia ini," dengusnya.
"Diam." (Y/n) menatapnya sinis.
Sekali lagi Clove hanya terkekeh. Sepertinya menggoda (Y/n) telah menjadi salah satu hobi barunya.
"Kau tidak mau?" tanya (Y/n) tiba-tiba. Sepertinya ia sudah lupa dengan perkataan Clove tadi karena mochi-mochi di depannya itu. Gadis itu bahkan sudah menghabiskan sebanyak tiga buah.
"Tidak. Kau saja yang menghabiskannya," tolak Clove santai.
Karena lelaki itu tahu, (Y/n) memang menyukai makanan manis bernama mochi itu lebih dari apapun di dunia ini. Oh, mungkin juga melebihi nyawanya.
***
Yo minna!
Mengmaap karena aku baru update hari ini🛐
Kesibukan di realita nyatanya lebih meresahkan hingga menganggu waktu tidur + haluku. Aku akui, seharusnya cerita ini update makin cepat, tapi kenyataannya justru sebaliknya—
Tapi, aku mau bilang terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kalian semua yang sudah baca bahkan vomment juga di ceritaku ini. Jujur aja, aku kaget—sangat-sangat kaget—di saat lihat ceritaku yang baru dibaca 1.6K ini mencapai ranking 1 di #jujutsukaisen. Rasanya seperti melihat husbu yang mendadak nyata😭
Terima kasih bangetttt, minnaaa♡(*´ω`*)/♡
Semangat menjalani hari ini!💃❤✨
I luv ya!
Wina🌻
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro