Chapter 6
"Tolong beritahu apa yang bisa ku lakukan." Sebuah suara terdengar dari balik handphone Alec.
"Tak perlu khawatir, Savath. Semua akan baik-baik saja." Jawab Alec. Dia terdengar letih. "Maaf, karna aku, kau di kejar-kejar wartawan."
"Gale, ini salahku." Jawab Savath. "Aku harus berbuat sesuatu." Rasa bersalah berkecamuk di dadanya. Pesta malam itu adalah satu-satunya pesta yang dia sesali.
"Kau hanya perlu menjawab beberapa pertanyaan di pertemuan pers besok."
"Baiklah," jawabnya. "Apa ada sesuatu yang tidak boleh ku katakan atau yang harus ku katakan?"
"Ceritakan saja kebenarannya."
Suara helaan nafas Savath terdengar berat. "Gale, aku sungguh menyesal," ujarnya. "Mabuk, tidak menepati janji untuk bertemu ibumu, lalu menyebabkan masalah ini. Aku benar-benar teman yang buruk."
"Jangan," Alec menarik nafas dalam. "Jangan berkata seperti itu," ujarnya. "Hanya kau yang dapat ku banggakan di hadapan ibuku bahwa aku punya teman, bahwa aku baik-baik saja di tinggalkan olehnya."
"Kau melakukan banyak hal dalam hidup yang membuat ibumu bangga, Gale." Suara Savath yang lemah lembut terdengar tulus. "Kau hanya tidak butuh teman sepertiku."
"Sekali lagi kau berkata begitu, akan ku matikan telfonmu." Alec terdengar marah.
"Mungkin lebih baik kita tidak perlu lagi berte..." Suara Savath terputus ketika Alec mematikan Handphonenya dan melempar benda itu hingga jatuh berkeping di lantai.
Alec menggerang, benar-benar frustasi. Dia tidak ingin kehilangan temannya, tapi juga tidak ingin Savath menjadi bahan olokan netizen. Tangannya yang panjang menggosok-gosok handuk yang mengeringkan rambutnya. Dia baru saja selesai mandi setelah beberapa hari berkumuh dan hibernasi. Ketika handuk itu ingin melayang di sembarang tempat, bayangan Cal yang sedang membereskan apartemen, melintas di kepala Alec sehingga lelaki itu mengurungkan niatnya. Dia baru menyadari bahwa mengotori rumah adalah hal yang sangat gampang, namun membersihkannya, sungguh merepotkan.
Tiba-tiba Davin datang, di tangannya ada sekeranjang buah. "Habiskan ini, sembuhkan bibir gersang mu." Dia meletakkan sebuah pisau beserta buah tersebut di hadapan Alec. Alec menyentuh bibirnya yang terasa perih dan kering. Dia merasa lupa minum air beberapa hari belakangan.
"Kita harus menyusun poin yang akan kau katakan di pertemuan pers besok."
*****
"Apa kau mengundang Violant ke pesta pertunangan Kai?" Tanya Gavriel yang tiba-tiba mendekati Hazel dari arah dapur.
"Aku sudah putus. Dia selingkuh dengan sekretarisnya." Jawab Hazel tak peduli. Di tangannya ada sebungkus keripik kentang.
"Oooh, kasus yang sering terjadi." Jawab Gavriel. "Violant kurang bervariasi dalam bertindak." Dia menghempaskan tubuhnya di atas sofa, di sebelah Hazel.
Hazel memandang Gavriel dengan tatapan membunuh, "Ini semua karna kau tidak memberiku waktu untuk berkencan. Sudah tiga pacarku yang selingkuh karena alasan aku terlalu sibuk." Ujarnya. "Tidak bisakah kau mengasihaniku sedikit saja?"
"Jangan terlalu mendramatisir keaadan. Apa lagi yang kau tuntut? Aku bahkan menandatangani kertasmu dengan tulus." Jawab Gavriel.
"Tulus? Kau bersedia karna aku punya imbalan." Jawab Hazel. "Jika tau akan seperti ini, aku tidak akan melanjutkan kuliah dan bekerja untuk diperbudak olehmu."
"Aku tidak sesadis itu!" Gavriel hampir memekik. "Apa aku harus mengeroyoki mantanmu supaya kau merasa lebih baik?"
"Ya!"
"Serius?" Gavriel menatap. "Baiklah, aku akan mengumpulkan pasukan besok." Dia bangkit, berjalan beberapa langkah menaiki tangga, namun berhenti dan berbalik. "Sudah kau hubungi manager Galecel?"
"Aku akan menghubunginya setelah acara keluarga yang heboh ini selesai." Jawab Hazel. "Aku tidak mengira mama akan memaksaku mendekorasi rumah ini seperti acara ulang tahun anak SD." Hazel menendang balon yang bergelinding di bawah kakinya.
"Aku juga berpikir mama terlalu berlebihan." Gavriel menimbrung, kembali duduk di sebelah Hazel. "Kai pasti merasa tertekan, tapi tidak bisa berkata apa-apa. Dia anak mama yang paling patuh di bandingkan kita."
"Apa kak Valerie itu cocok untuk Kai?" Hazel bertanya serius. "Maksudku, di jodohkan bukan cara yang bagus untuk memahami sosok masing-masing."
"Kau pikir mereka tidak cocok?" Bungkusan keripik itu berhasil beralih ke tangan Gavriel.
Hazel menghela. "Kai pria yang pendiam, sedangkan Val, dia sangat ceria dan banyak bicara. Mungkin saja Kai merasa terganggu."
"Tipe banyak bicara itu kan sepertimu, Kai tahan denganmu."
"Itu karena aku adiknya, dia tidak punya pilihan selain mendengar celotehanku. Sedangkan istri, dia bisa memilih." Timpal Hazel.
"Kai tidak akan bisa memilih jika mama yang memutuskan. Kau tau mama punya ribuan alasan yang mampu mendobrak alasan yang kita kemukakan ketika ingin menolak sesuatu." Gavriel memasukkan beberapa keripik ke mulutnya, lalu meraih remote TV, menyalakan benda 60 inci di hadapan mereka.
Beberapa kali Gavriel megganti saluran. Karena hari Minggu, acara TV dominannya kartun. Namun beberapa saat kemudian, kakak beradik itu terpaku, ada sebuah saluran yang menayangkan berita tentang Alec. Dia mengumumkan perihal pernikahan.
"Malam itu, Gale memintaku untuk mengunjungi makam ibunya. Karena Gale syuting, aku menghadiri sebuah pesta dulu sebelum kemudian dia menjemputku. Aku tipe yang hilang kendali jika melihat minuman keras, jadi aku mabuk parah sampai tidak bisa mengucapkan sandi rumahku. Setelah mengantarku ke hotel, Gale langsung pulang. Kalian bisa beranya pada resepsionis hotel. Pegawainya pasti melihat Gale keluar tepat setelah meletakkanku di kamar hotel." Seorang lelaki kemayu ikut memperkuat kenyataan tentang Alec. "Kami hanya berteman. Walaupun kalian melihat kondisiku seperti ini, aku menyukai perempuan."
"Malam itu ulang tahun ibuku. Kalian bisa mengecek tanggal di nisannya, 20 Oktober." Alec berujar. "Aku ingin mengklarifikasi ini bukan karena ingin karirku tetap menanjak, tapi aku butuh namaku tetap bersih untuk menjadi penerus keluargaku."
Seorang wartawan bertanya, "Apa pernikahanmu hanya pencitraan?"
"Alasan kenapa aku tidak pernah dekat dengan perempuan, karena aku punya seseorang yang kucintai sejak dulu, sebelum debut. Aku juga tidak ingin ada rumor berpacaran karena aku ingin menjaga cinta penggemarku. Mereka pasti kecewa jika tau aku sudah punya pacar. Dan pernikahan, kami akan menikah pada awal tahun depan. Kami sudah mencetak tiga ribu undangan untuk tanggal 27 januari. Managerku akan memberitau alamat percetakan itu nanti jika kalian ingin mengeceknya." Alec diam sejenak. "Karena keadaan menjadi seperti ini, calon istriku ingin pernikahan kami di percepat. Dia berkata, berat mellihat banyak komentar buruk tentangku. Awalnya, aku tidak peduli rumor menyimpang itu, karena kenyataannya aku normal. Tapi baru-baru ini aku sadar, bahwa masalahku menyusahkan banyak orang. Terutama ayahku, managerku dan Calandra, calon istriku."
"Mengapa calon istri anda tidak hadir?" Wartawan lainnya bertanya.
Alec menyesuaikan matanya pada kelap-kelip lampu kamera. "Dia tidak suka dunia entertaiment. Jika aku memperlihatkannya pada pertemuan ini, maka hidupnya tidak akan tenang, dia akan terus di ikuti. Calandra akan muncul hanya pada hari pernikahan kami." Alec mengakhiri satu kalimat terakhirnya. "Setelah ini, aku akan hiatus dari dunia hiburan, dan melanjutkan bisnis keluarga." Lalu dia turun dari podium bersama beberapa pengawal. Pada saat yang sama, lampu kamera dan gerak wartawan semakin menjadi-jadi.
Hazel ternganga, begitu pula Gavriel. Mata mereka terasa perih karena lupa mengerjab. "Kai harus melihat berita ini, dia kebingungan kemarin. Membatalkan kontrak dengan Galecel mungkin saja akan mengecewakan tuan Nathaniel. Seperti yang kau tau, kita sudah bekerja sama dengannya bertahun-tahun."
Hazel merogoh saku, meraih handphone. "Aku yakin dia bukan gay, tapi apa orang lain percaya dengan pernyataan itu?" Tangan ramping Hazel bergerak lincah, memeriksa komentar tentang berita tadi. "Masih banyak dari mereka yang memberi komentar pedas. Katanya ini pencitraan, pernikahan kontrak." Ujarnya. "Mungkin aku akan tetap menghubungi manager Alec."
*****
Suara ricuh dalam rumah keluarga Bezalle membuat kepala Kai sakit. Terlalu banyak orang yang hadir hanya untuk acara pertunangan, pikirnya. Dan juga acaranya bukan hari ini melainkan besok malam. Kai menggaruk kepalanya bingung. Sepetinya Laura mengundang habis teman dan kerabatnya sampai ke akar-akar. Rumah ini sekarang di penuhi oleh pria dan wanita dari segala umur, hingga anak-anak yang berlari-larian dan menjatuhkan benda-benda dalam ruangan.
Kai bangkit dari sofa ruang tengah untuk menjauhi suara-suara campur aduk itu. Namun dengan cepat tangan Laura menarik Kai agar kembali pada posisi semula.
"Duduk lah dengan tenang. Sebentar lagi Valerie sampai. Gavriel sedang menjemputnya di bandara." Kai menghela nafas dan menurut. Sebenarnya kalimat itu sudah didengar nya sebanyak empat kali hari ini. "Bagaimana pemasokan buah di Jepang?" Tanya Laura, beralih topik.
Kai hampir lupa bahwa ia baru saja kembali dari negeri sakura itu dua jam yang lalu, karena Laura langsung menyeretnya untuk menyambut Valerie. "Produk buah-buahan yang paling banyak disukai masyarakat Jepang wilayah Barat adalah mangga. Responden yang menyukai buah mangga 50,8%, pisang sebanyak 34,4%, dan nanas sebanyak 12,8%. Jadi kiwi, manggis dan durian akan dikurangi jumlah ekspornya menjadi satu banding tiga."
"Apa produk baru kita akan di pasarkan disana juga?" Tanya Laura. Wajah wanita karir yang cerdas terlukis di wajahnya yang cantik.
"Konsumen lebih suka buah segar tanpa diolah atau di proses. Tapi kita tetap akan memasarkan Fruity Milky dan buah kalengan di beberapa supermarket disana. Produk yougurt dan puding belum diluncurkan, jadi aku tidak membahasnya di rapat kemarin." Jawab Kai.
Laura mengangguk-angguk. "Oh, mama dengar kau sudah memperbaharui kontrak dengan CanbeCan," ujar Laura.
"Setelah buah kalengan, kita akan menciptakan produk baru. Peneliti perusahaan sedang berusaha membuat minuman buah yang bersoda."
"Laura," sebuah suara teriakan terdengar dari dapur. Itu Marise, kakak tertua Laura. "Aku butuh ketumbar untuk memasak kalkun ini."
"Coba lihat di atas meja pantry, di dalam botol orange." Laura ikut berteriak dengan kepala yang di putar ke samping.
"Aku sudah menelusuri seluruh inci dapurmu, tapi tidak ada." Teriak perempuan itu lagi.
"Ya tuhan. Kau memang payah dalam mencari sesuatu." Laura beranjak ingin ke dapur, namun sebelum itu dia berbalik menghadap Kai. " Jangan kemana-mana. Tunggu Valerie dan sambut dia dengan baik." Intonasi itu terdengar mengancam.
"Apa aku juga tidak boleh ke toilet?" Kai bertanya polos.
"Tidak. Tahan sampai Valerie datang." Perdebatan singkat itu membuat mereka terlihat seperti benar-benar ibu dan anak.
Sepeninggal Laura, seorang anak laki-laki kecil datang menghampiri Kai. Dia berumur sekitar empat tahun. Kulitnya putih bersih dan memiliki iris mata hijau botol terang yang bening. Tangannya menarik-narik lengan kaos emerald yang di kenakan Kai.
"Apa kau paman Kai?" Anak kecil itu bertanya pelan. Kai mengangguk bingung seraya mengingat-ingat siapa anak kecil ini. "Apa kau akan menikah dengan tante Val-ku?" matanya yang bulat dan berkilau menatap Kai.
"Siapa yang memberitahu mu?" Kai balik bertanya.
"Nenek," anak kecil itu menunjuk ke arah nenek Gavriel yang sedang bersantai di kursi goyang sambil minum teh. Kai mengangguk mengerti. Dia pernah mendengar Gavriel bercerita tentang asisten rumah tangga neneknya yang meninggal karna kanker dan meninggalkan seorang anak laki-laki. Nenek Gavriel memutuskan untuk mengadopsi anak tersebut.
"Bagaimana kau kenal Valerie?" Kai bertanya lagi.
"Nenek pernah membawaku ke rumah tante Val. Tante Val sangat cantik dan juga baik padaku." Jawab anak itu polos. "Ku mohon bersikap baiklah padanya." Kai tertawa dan mengusap kepalanya lembut. Kata-kata yang di ucapkan anak itu benar-benar tidak mencerminkan usianya.
"Ertan!" Sebuah panggilan terdengar dari pintu masuk. Anak lelaki yang sedang berdiri di depan Kai itu menoleh merasakan namanya di panggil. Menyadari siapa yang memanggil, anak itu langsung berlari ke arah suara.
"Tante Val..." Dia berseru senang, detik kemudian dia sudah berada dalam pelukan seorang gadis cantik yang mengenakan gaun selutut berwarna Sienna.
Kai bangkit dan memfokuskan pandangannya pada wanita ramping dan tinggi itu. Matanya membulat menatap senyum gadis itu yang selalu sama, indah dan menenangkan. Dia masih tampil dengan rambut panjangnya yang hitam pekat. Bola mata birunya terlihat memesona. Raut wajah Kai yang awalnya kusut seketika menyunggingkan senyum. Tidak, bukan karena kecantikan gadis itu. Melainkan karena dia merindukan wanita yang pernah menjadi temannya itu. Dan yang membuat senyumnya semakin mengembang adalah kenyataan bahwa gadis itu tidak berubah sedikit pun.
Semua yang ada disana berangsur-angsur mengerumuni gadis itu untuk sekedar memeluk dan mencium pipinya. Memang Valerie adalah gadis yang mudah di cintai karena kepribadiannya yang supel. Bahkan Laura dan tante Marise muncul dari dapur dengan beberapa rempah-rempah di tangan mereka.
"Apa kau hanya akan berdiri disana dengan senyuman bodohmu? Bantu aku." Tiba-tiba suara Gavriel yang kelelahan, terdengar. Di kedua tangannya ada koper milik Valerie dan kedua orang tua gadis itu.
Kai menurut dan ingin membantu Gavriel, namun tiba-tiba suara Valerie yang melengking memanggil Kai dengan teriakan keras. Seketika langkah Kai terhenti. "Oh my god! Kau sudah besar." Ujar gadis itu sambil menatap setiap inci tubuh Kai seperti seorang ibu-ibu. "Apa yang kau lakukan pada tubuhmu? Bagaimana kau bisa setinggi dan sesempurna ini?" Demi apapun tangan Valerie menjelajahi dada bidang milik Kai.
"Apa yang kau lakukan?" Tanya Kai kaget.
Seketika Valerie melepaskan tangannya. "Ups. Maaf. Lost control." Dia malah cengengesan lalu menatap semua yang memandangi mereka dengan tatapan betapa hebat dan sempurnanya mereka bersama.
Gavriel menyentakkan satu koper ke tangan Kai dengan paksa, lalu menatap Valerie. "Dia suka segala hal yang menyiksa tubuhnya. Itulah yang membuat dia punya bongkahan-bongkahan roti itu." Gavriel mengambil alih untuk menjelaskan. "Sedangkan aku, aku cinta tubuhku. Jadi aku tidak akan melakukan hal-hal berat di gym untuk itu."
"Ooh jadi cinta terhadap tubuhmu lah yang membuat kau terlihat lemah gemulai dan tidak menarik." Suara cekikikan Hazel terdengar dalam kerumunan, membuat semua orang menertawai Gavriel.
*****
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro