Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 10: Semua Selamat?

"Silakan saja kau menyakitiku, namun dengan catatan kau sendiri yang menanggung dosamu, karena sungguh, aku tak mencari-cari masalah denganmu."
-Sherine-

***

"Apa?! Sherine sudah ditemukan?!"

Koko dan Galih langsung terkejut bukan main ketika mendengar seruan tiba-tiba dari Gusti. Benarkah gadis pindahan itu sudah ditemukan?

"Sherine sudah ditemukan? Di mana dia?" tanya Galih secara tiba-tiba, sedangkan Koko hanya menganga, tak berkata apa pun.

Gusti mendengarkan apa-apa yang dikatakan seorang gadis di seberang sana dengan saksama. Setelah selesai, lelaki Budha itu memberitahukan sesuatu pada teman-temannya. "Nanti dia akan mengirim lokasinya kepada kita. Cek WhatsApp masing-masing ya!" seru Gusti yang langsung saja dibalas dengan anggukan kepala oleh Galih dan Koko.

Beberapa saat kemudian, panggilan telepon pun terputus. Mereka tinggal menunggu suatu lokasi yang dikirim langsung dari Chi, Melly, maupun Jenny. Benar saja, lokasi sekarang itu diterima secara langsung oleh ketiganya. Gusti menerima lokasi dari Chi, Galih menerima lokasi dari Jenny, dan yang lebih parahnya lagi bagi Koko, dirinya menerima lokasi dari  Melly, seorang gadis yang tak diharapkannya setelah kejadian tadi.

Tetapi apa boleh buat, Koko hanya menerimanya dan tak membalas pesan yang dikirimkan oleh Melly, sedangkan Gusti dan Galih malah melakukan hal yang sebaliknya. Setelah itu, barulah ketiganya melanjutkan perjalanan, ketika satu orang memimpin pencarian Sherine untuk saat ini.

***

"Katakan padaku, kau mau apa? Kau mau menghancurkan persahabatan kami?" tanya Chi dengan nada bicara yang semakin meninggi.

Ceritanya, Chi, Melly, dan Jenny sudah sampai di lokasi dan di hadapan mereka, ditemukanlah Sherine dalam kondisi pingsan, dengan posisi digantung dan disandarkan pada suatu tanda yang pastinya umat Kristen maupun Katolik pasti mengetahui hal itu.

Di hadapan ketiga orang gadis, ada juga seorang lelaki yang berniat untuk membunuh Sherine malam itu juga. Benar-benar niat yang menjijikkan. Tak ada siapa pun yang menyukai tindakan busuk yang akan diperbuat.

"Sherine adalah temanku. Teman dan saudara kami. Tak ada siapa pun yang boleh menyakitinya. Karena kami bersatu meski berbeda-beda agama, tak ada yang boleh menyakiti satu orang pun dan menghancurkan ikatan rantai persahabatan. Kau tahu itu, 'kan? Penjahat busuk?" sahut Melly kemudian.

Penjahat itu menggelengkan kepalanya, pertanda bahwa dirinya tak mengetahui apa-apa. Sungguh, dia seorang manusia yang tak pernah menyadari akan dosa-dosa yang pernah dilakukannya selama ini. Lebih tepatnya, tindakan busuknya ini membuat seorang lelaki yang tak dikenal tersebut lebih dikenal sebagai binatang tak berakal, bukan makhluk yang berakal.

"Ternyata kau itu bukan manusia, ya. Kau adalah seorang binatang yang tak berakal, tak merasa bersalah atas semua yang kau perbuat untuk Sherine!" seru Chi seraya menunjuk seorang pemuda asing di hadapannya. Lantas, Melly dan Jenny langsung menghampiri Chi untuk menenangi teman mereka. Sebenarnya, tak dibenarkan bagi Chi untuk memaki seseorang yang tak dikenal di hadapan mereka bertiga.

Mungkin saja semua agama mengajarkan tata cara sopan santun, 'kan? Sebenarnya Chi mengetahui hal itu, tetapi dia "terpaksa" melakukannya karena tersulut akan amarah yang memuncak. Gadis Hindu itu tak menerima apa pun yang terjadi pada ikatan persahabatan yang belum lama dibangun itu.

Jenny dan Melly juga sebenarnya tak pernah mengizinkan siapa pun untuk menyakiti Sherine, tetapi jika ceroboh dalam bertindak, bisa saja berakibat fatal pada mereka bertiga dan juga seorang gadis pindahan itu. Benar-benar rumit ketika harus berhadapan dengan seorang penjahat, bukan?

Chi, Melly, dan Jenny hanyalah gadis-gadis biasa, tak tahu cara berperang, karena yang mereka ketahui hanyalah seluk-beluk rumah tangga, itu saja. Selain itu apa lagi? Hanya soal tugas-tugas sekolah.

Seketika itulah, Melly mengkhawatirkan kondisi ketiga orang lelaki yang tak kunjung datang sampai sekarang. "Duh, ke mana si Koko, Galih, dan Gusti? Apakah mereka tersesat?" tanya si gadis Katolik itu.

Sedangkan Jenny dan Chi hanya mengidikkan kedua bahu mereka, seraya berharap semoga teman-temannya itu tak tersesat sampai tujuan. Lagipula, bangunan yang ditempati saat ini bukanlah tempat yang sulit untuk ditemukan, pikir ketiganya.

"Iya, semoga saja mereka tak tersesat," ujar Melly lirih, apalagi dia melihat bahwa Koko tak membalas pesannya di WhatsApp. Itulah yang membuat gadis itu benar-benar khawatir, mungkin saja itu berasal dari kemarahan sang lelaki Muslim gara-gara dirinya.

***

"Mungkinkah kita tersesat?"

Pertanyaan itu muncul begitu saja dan keluar dari mulut Koko. Lelaki Muslim tersebut takut akan hal-hal buruk yang mungkin saja menimpa dirinya dan dua orang lelaki yang sedang bersamanya.

"Tidak mungkin, Ko. Kan sudah jelas juga alamatnya. Berpikir positif saja oke?" balas Galih yang kemudian dibalas dengan anggukan kepala oleh seorang yang dimaksud. Sedangkan Gusti hanya terfokus pada layar ponselnya, yaitu melihat peta sekaligus bersiap siaga akan kabar baru dari ketiga orang gadis di seberang sana.

Mungkin saja, sebentar lagi adalah waktunya untuk mempertahankan persahabatan mereka, atau semuanya akan hancur berkeping-keping.

"Ko, Gal, kalian bersiap-siap ya. Mungkin saja, akan terjadi pertumpahan darah, dan bisa saja Chi, Melly, dan Jenny terluka karena melindungi Sherine," ujar Gusti tanpa ekspresi. Dia sudah mempertimbangkan akan apa yang terjadi nantinya.

Lantas, Koko pun bertanya, "Memangnya kau peramal? Bisa memprediksi akan apa yang terjadi?"

"Aku memanglah bukan peramal, Ko. Tetapi aku setidaknya sudah mempertimbangkan resiko ke depannya. Bisa saja ... semuanya ...  kacau hanya karena satu orang saja yang berniat untuk menghancurkan rasa toleransi di antara kita. Paham 'kan, teman-teman?"

Koko dan Galih hanya mengangguk-angguk mengerti. Lantas, ketiganya siap jika harus terjadi pertumpahan darah di antara mereka.

Hingga pada beberapa menit kemudian, sampailah mereka di suatu ruangan, di mana pintunya tertutup rapat dan terkunci. Bisa dibuktikan dari gagang pintunya yang hilang entah ke mana. Apalagi tak bisa ketika didobrak. Maka, Koko, Galih, dan Gusti langsung mengetuk-ngetuk pintu itu dengan kerasnya seraya berteriak, "WOI, SIAPA DI DALAM? KELUARLAH!"

Tiga orang gadis yang sedari tadi menunggu kedatangan Koko dan teman-teman pun akhirnya merasa lega karena tiga orang teman mereka pun sampai juga ke tempat ini. Tetapi, kebahagiaan Chi, Jenny, dan Melly pun sirna seketika karena Koko, Gusti, dan Galih tak bisa membuka pintu dari luar.

Lantas, Chi memicingkan kedua matanya ke arah penjahat di depannya. Dia berseru, "Bisakah kau membuka pintu di sana? Dasar penjahat dengan muka tak berdosa!"

"Tidak. Kehadiran mereka adalah penghancur niat besarku!" seru pemuda asing itu.

"Bodoh amat! Kau takkan pernah mengerti akan arti dari pertemanan. Kalau begitu aku saja yang membuka pintu itu!" seru Chi seraya berbalik dan meninggalkan orang lain, namun belum saja gadis itu menghadap ke pintu masuk, tiba-tiba terdengar suara tembakan dan dia pun terjatuh.

Chi ditembak.

"Chi, astaga!" seru Melly dan Jenny seraya berlari menghampiri teman mereka yang tiba-tiba tubuhnya ambruk dikarenakan baku tembak yang terjadi.

"Chi, kau baik-baik saja?" tanya Jenny ketika sudah berada di sekitar Chi, namun gadis Hindu itu tak merespon apa pun. Sesuatu telah terjadi padanya. Dia langsung pingsan. Ini benar-benar buruk. Apalagi ketika mereka masih mendengar teriakan dari Koko dan teman-teman dari luar sana.

"Woi! Buka tidak! Dasar penghuni tak berperikemanusiaan! Pintu saja tak ada gagangnya. Malah pakai kunci-kunci saja!" seru Koko, masih terbawa emosi sejak tadi sore.

Melly dan Jenny pun merasa kebingungan. Mereka tak tahu bagaimana caranya untuk membuka pintu di seberang sana ketika tak ada kunci yang bisa dipegang. Sedangkan benda itu dipegang oleh sang tuan rumah. Lantas, kedua gadis itu menoleh ke arah sang penjahat dengan muka tak berdosa di hadapan mereka.

Merasa diperhatikan, pemuda asing itu berkata, "Jangan hiraukan mereka kalau kalian tak ingin bernasib sama seperti dia dan dia." Dia berkata demikian sambil menunjuk ke arah Sherine dan Chi. Dua gadis yang jatuh takluk di tangannya. Benar-benar tindakan yang tak dapat diampuni.

"Aku pernah mendengar Sherine berkata padaku, di saat kami berduaan pas jalan-jalan mengitari kota. Katanya, 'Silakan saja kau menyakitiku, namun dengan catatan, tanggung dosamu sendiri, karena sungguh, aku tak mencari-cari masalah denganmu.' Itu yang pernah dia katakan padaku," ucap Melly, seraya mengepalkan kedua tangannya, ingin menghajar seorang pemuda di hadapannya.

Namun apa daya, dirinya tak sanggup melakukannya, karena setiap gadis selalu dianggap lemah oleh laki-laki manapun.

Sementara itu, Koko, Gusti, dan Galih yang tak kunjung dibukakan pintu masuk itupun mau tak mau harus mengerahkan kekuatan mereka untuk mendobrak pintu di hadapan mereka.

"Guys, mau tak mau kita harus membuka pintu ini sendirian. Siap?" usul Koko yang langsung saja dibalas anggukan oleh kedua temannya.

"Satu .... Dua ...."

Tanpa mengucap angka tiga, pintu pun berhasil didobrak oleh mereka. Itulah yang membuat seorang lelaki asing yang jahat itu terkejut setengah mati. Tak diduga, Koko, Galih, dan Gusti berhasil membuka pintu itu tanpa menunggu sang empunya.

"Kalian bodoh! Gila!" seru penjahat itu, tak terima jika ketiga orang lelaki di hadapannya berhasil membuka satu-satunya pintu masuk yang tersedia.

"Kau itu yang bodoh. Tak berperikemanusiaan. Tega sekali Anda melukai dua orang gadis di hadapan kami. Sungguh tega," ujar Koko dingin.

"Jadi kau mau kita bertarung ya? Oke!"

Lantas, Koko mengerahkan kekuatannya untuk melawan seorang lelaki asing di hadapannya. Tindakan menyakiti orang lain adalah sesuatu yang benar-benar tak dapat diampuni oleh siapa pun.

Selama lima sampai sepuluh menit mereka bertarung. Tak dapat dipungkiri, masing-masing dari mereka memiliki kekuatan yang sama besarnya. Sungguh tak dapat dielakkan, hingga Koko hampir saja lemas tak berdaya.

Ketika menyaksikan bahwa Koko hampir saja pingsan dan akan dihabisi nyawanya oleh seorang penjahat, maka Galih dan Gusti segera menolong teman mereka sendiri. Dihabisinya nyawa seorang lelaki asing hingga terjatuh. Namun, ketahuilah. Dia tak sepenuhnya mati, dan keduanya sengaja melakukan itu untuk memberi kesempatan hidup untuk kedua kalinya.

Lantas, mengetahui bahwa seorang lelaki asing itu takluk dari Koko, Galih, dan Gusti, penjahat itu langsung saja melarikan diri tanpa mengetahui resiko yang akan terjadi. Ketiganya merasa sudah memenangkan pertarungan ini.

Kebahagiaan yang sementara pun menyelimuti semua yang masih tersisa di ruangan itu. Namun, sirna seketika ketika mereka mendapati bahwa Chi dan Sherine terluka parah, dan harus diobati sekarang juga.

Misi Koko, Gusti, Galih, Chi, Jenny, dan Melly sudah berakhir, namun bukan berarti selesai seutuhnya, 'kan? Karena jika selesai semua, berarti mereka takkan hidup di dunia lagi untuk selamanya.

Selamat untuk semuanya.

***

The End.

Mind to Vote and Comment?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro