Act One
Act One
Arthur rasa, takdir paham jika dirinya tengah didera rasa was-was. Dia bisa merasakan semacam deduksi bahwa selepas ini takdir akan memainkan sebuah pertunjukkan lain untuk dirinya sebagai hukuman atas percobaan lari dari masalah.
***
Hari itu, Arthur tengah berada di sebuah cafe. Ia memilih sebuah meja yang bersebelahan dengan jendela, sehingga dapat dengan leluasa mengawasi situasi di luar. Cafe tersebut sedang tak memiliki banyak pengunjung; hanya ada delapan orang termasuk dirinya. Tak berapa lama, pengunjung cafe itu pun bertambah menjadi sembilan, setelah kedatangan seorang pria paruh baya dengan setelan mantel penghangat berwarna kecoklatan. Pria itu duduk diam di dekat Arthur yang masih berusaha untuk mengawasi situasi di luar.
Arthur dapat melihat pria itu melalui ekor matanya, sementara wajahnya masih menghadap keluar. Saat itu juga, barulah ia menyadari bahwa mustahil untuk dapat mengamati situasi di luar kala rasa tak habis pikir sedang menyergapnya. Arthur yang sebelumnya tak percaya pada pepatah 'dunia hanya selebar daun talas', kini telah kalah telak pada kenyataan.
Ia meneguk latte panasnya dengan tak sabar, sampai-sampai melupakan fakta bahwa uap panas masih mengepul dari sana. Dia mengerang kesal bersamaan dengan beradunya cangkir latte itu dengan muka meja yang terbuat dari kaca. Dalam waktu sepersekian detik, Arthur telah mengunci kedua manik matanya pada pria paruh baya di hadapannya dengan tatapan kosong--salahkan otaknya yang kelebihan beban pikiran.
Untunglah, tak lama kemudian, kata-kata yang bergumul dalam kepala Arthur bersedia untuk dilontarkan keluar. "Saya kira, hari ini Anda sedang cukup senggang, Inspektur. Sampai-sampai, Anda mempunyai waktu untuk pergi ke cafedan hebatnya lagi, bisa menemukan saya."
Sang Inspektur tertawa, membuat Arthur dapat melihat binar dan kerutan di ujung mata pria itu. "Kau berpikiran begitu? Aku hanya kebetulan lewat dan tak sengaja melihat mobilmu terparkir di luar. Jadi ... yah, apa salahnya aku juga ikut mampir," ujar Sang Inspektur dengan alis terangkat.
"Ah ... begitu rupanya. Bukankah itu kebetulan yang tak disangka-sangka?" tanya Arthur dengan nada kecut, berniat menyindir. Dia tahu betul bahwa Inspektur Mawson tidaklah kebetulan lewat di sana, melainkan sengaja datang kesana untuk menemui Arthur.
Padahal, Arthur sedang berusaha untuk menghindar dari Sang Inspektur!
Dia sengaja datang ke cafe yang berjarak enam blok dari kantor kepolisian tempat ia bekerja. Melihat seberapa jauh cafe itu dari kantor pusat, Arthur berpikir bahwa kecil kemungkinan untuk para staf di HQ berkunjung kesana pada jam istirahat. Ia berencana mengabiskan jam makan siangnya di sana alih-alih menghabiskan waktu istirahatnya di HQ. Selain itu, ia sedang berusaha menjaga harga dirinya sebagai detektif kepolisian yang kompeten, sekaligus menjaga intuisinya dari pengaruh staf lain di HQ. Oh, dan kini dirinya sedang tak habis pikir. Apakah tak cukup waktu kebersamaan mereka di HQ, sehingga Inspektur Mawson perlu menyusulnya ke cafe untuk memberikan doktrin bahwa kasus itu tak perlu untuk ditindaklanjuti?
Arthur baru menyadari kemudian kalau Inspektur Mawson tak akan berhenti sampai ia menyerah untuk menyelidiki kasus itu.
Kasus yang kini tengah ditangani oleh Arthur itu bagi sebagian orang memang terdengar tidak begitu penting dan tak ada istimewanya sama sekali--hanya kasus kriminal yang sering terjadi di rumah orang mampu. Akan tetapi, sebagai seorang detektif, Arthur tentu memiliki sense dan intuisi tersendiri terhadap kasus-kasus kriminal. Termasuk kasus ini. Kasus yang sedang bergulir di kepolisian dan terancam untuk tidak ditindaklanjuti.
Kasus sepele ini, tak lain adalah kasus dugaan pencurian dan penyusupan di salah satu rumah peduduk. Tak ada laporan kehilangan ataupun laporan kerugian lain seperti kerugian fisik atau mental dari sang pemilik rumah. Akan tetapi, ada beberapa fakta aneh yang dibeberkan saksi sekaligus si pelapor yang merupakan seorang polisi dan kebetulan sedang berada di tempat kejadian.
Ah, Arthur lebih senang menyebut kebetulan itu dengan takdir. []
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro