Bab 5a
"Beltrand apakah aku sudah cantik?"
Gemala menunjukkan gaun barunya. Beltrand mengangguk. "Sangat, Nyonya."
Layaknya gadis muda, Gemala duduk malu-malu di samping Beltrand dengan jemari menyentuh rambutnya yang dikucir ekor kuda. Wajah perempuan itu berseri-seri. Gaun yang dipakainya berupa terusan mengembang warna putih dengan corak bunga-bunga beraneka warna. Terlihat cerah, bersinar, dan segar. Alas kakinya berupa sandal tipis yang nyaman dipakai.
"Hari ini ada undangan makan siang di rumah secretariat wali kota, apa kamu mengenal orangnya?"
"Iya, Nyonya."
"Blossom mengatakan, Edith akan mengantar kami pergi. Sebelumnya, Blossom akan menata rambutku. Kemana dia pergi? Kenapa lama sekali Blossom tidak datang? Aku takut nanti terlambat."
Beltrand tidak menjawab, hanya mendengarkan celoteh perempuan tua yang sudah kehilangan ingatan. Gemala bahkan tidak tahu sedang berada di mana, yang ada di pikirannya hanya tentang kota kelahiran, orang-orang yang dikenalnya dari masa lalu, dan juga berbagai kegiatan yang pernah diikutinya. Karena pikirannya terganggu, berpengaruh langsung kepada fisiknya. Tidak ada lagi Gemala yang suka tampil modis dan cantik, berganti menjadi perempuan biasa dengan wajah berkerut dan rambut yang memutih. Perempuan yang ingin tampil layaknya gadis muda, tidak mengerti kalau apa yang dipakainya tidak lagi cocok untuk usianya.
"Beltrand, kenapa kamu diam saja? Apakah kamu mau membantuku menjemput Blossom? Mungkin dia masih sibuk di kantor. Padahal ada pesta, masih saja sibuk."
Daisy muncul dengan semangkuk sup dan obat-obatan di atas nampan. Mendatangi sang mama dan menyodorkan sup.
"Makan dulu, Mama. Blossom baru saja menelepon, katanya terjebak macet."
Mata Gemala membulat. "Ah, macet ternyata." Menerima mangkuk dan menatap isisnya. "Apa ini? Aku nggak suka!"
Daisy mengambil selembar tisu. "Harus makan biar kuat. Kata Papa, tempat pesta agak jauh. Takut kelaparan di jalan."
"Benar juga, aku maka dulu." Gemala menyantap supnya dengan Daisy menunggu sambil sesekali mengelap wajah dan bibir sang mama. Mengabaikan pandangan Beltrand padanya. Ia tidak peduli apa kata laki-laki itu tentangnya. Hidupnya sudah hancur, tidak ada bedanya kalau Beltrand menambah hinaan.
"Enak, Ma?"
Gemala mengangguk, dengan lidah berdecak. "Enak sekali."
"Mau lagi?"
"Nggak!"
"Kalau gitu minum obatnya."
"Obat apa? Aku bosan minum obat terus, pahit."
Daisy dengan cekatan membuka bungkus obat dan mengulurkan pada sang mama berikut segelas air. "Blossom baru saja mengirim pesan, akan sampai sebentar lagi. Katanya mau makan cake cokelat?"
Mata Gemala bercahaya. "Blossom memberiku cake?"
"Iya, minum dulu baru makan."
Gemala minum obat dengan patuh, meskipun tidak ada Blossom atau pun cokelat cake. Perempuan itu mengantuk dan Daisy membimbingnya ke kamar. Lima belas menit kemudia ia keluar dan heran mendapati Beltrand masih duduk di tempat semula.
"Mau sampai kapan kamu berencana untuk tetap di sini?"
Beltrand mengedarkan pandangan, menatap serius segala sesuatu yang dilihatnya. "Flat ini terlihat kecil dari luar, tapi ternyata cukup besar. Ada tiga kamar tidur?"
Daisy tidak menjawab, merapikan peralatan makan dan bekas minum obat sang mama lalu membawanya ke dapur. Siapa sangka Beltrand mengikutinya. Mereka nyaris bertabrakan di dekat lemari pendingin saat ia membalikkan tubuh. Untung saja Beltrand punya reflek yang bagus. Laki-laki itu mundur sambil menahan bahunya.
"Ups!"
Daisy terbelalak. "Apa maumu sebenarnya?"
Bentrand melepaskan pegangannya. "Ingin memastikan satu hal, karena kamu tidak mau menjawab maka aku harus mencari tahu sendiri."
Daisy merasakan kejengkelan yang tiba-tiba naik ke dada gara-gara ulah Beltrand. Ia merasa tidak ada urusan dengan laki-laki ini, tidak juga ada kesalahan yang membuatnya harus terlibat dengan Beltrand. Lalu, kenapa ia dibuntuti? Beltrand bahkan tanpa malu bertanya banyak hal yang membuatnya bertanya-tanya, apa yang sebenarnya dilakukannya di kota ini?
"Flat ini ada tiga kamar, dua kamar mandi, dan satu dapur. Puas? Kalau sudah, silakan pergi!"
Daisy menunjuk arah pintu keluar, anehnya Beltrand justru terlihat berseri-seri. "Wow, bagus kalau gitu. Kamar yang depan itu kosong bukan?"
Pertanyaan Beltrand dijawab dengan anggukan kepala. "Iya."
"Aku ingin menyawanya."
"Tidaak!"
"Ayolah, aku tidak punya siapa-siapa di sini. Tinggal di motel yang harga sewa per harinya selangit. Aku rasa, dengan menyewa tempatmu akan membuatku lebih hemat dan kamu mendapat uang tambahan Daisy."
"Kenapa aku harus membantumu?"
"Karena kita berteman."
Beltrand tersenyum dengan wajah yang diharapkan terlihat setulus mungkin. Sayangnya, Daisy tidak mudah dikelabuhi. Bergaul dengan banyak laki-laki sebelumnya, jatuh bangun karena cinta, dan pada akhirnya harus terasingkan. Selain karena perbuatan orang tuanya, juga karena perbuatannya sendiri. Daisy cukup tahu diri untuk tidak mengulangi hal yang sama. Ingin menjadi pusat perhatian dari laki-laki karena itu merugikannya.
"Kita sama sekali tidak berteman." Daisy berderap ke arah pintu dan membukanya. "Pulanglah! Kamu tidak ada urusan lagi di sini."
"Tapi—"
Tanpa kata Daisy mendorong tubuh Beltrand. "Kamu menganggu kami!"
Ia menutup pintu tepat di depan muka Beltrand, tidak memberi kesempatan pada laki-laki itu untuk bicara. Menghela napas panjang, melangkah lunglaui ke sofa kecil di ruang tamu dan merebahkan diri di sana. Matanya menerawang menatap langit-langit, memikirkan tentang Beltrand, Edith, Blossom dan Dante. Kerinduan akan kota kelahirannya menggayut dalam dada. Ia menginginkan kembali masa-masa di mana menjadi perempuan cantik, sexy, dan terkenal. Bergelimang harta dan perhatian. Sayangnya, itu hanya masa lalu yang tidak mungkin bisa terulang. Kelelahan menyergapnya dan Daisy tertidur dengan pikiran berkecamuk.
Beltrand keluar dari rumah Daisy, menuju motel tempatnya menginap. Ia sudah beberapa hari di sini dan memang sudah waktunya untuk pindah. Bukan hanya demi menghemat uang tapi juga untuk keamanan. Akan lebih baik kalau ia terlihat membaur dengan masyarakat. Ia sengaja mengambil arah memutar demi melewati rumah Barney. Sekilas tampak beberapa penjaga, lalu deretan mobil mewah memasuki halaman. Beltrand menghentikan kendaraan, mengambil kamera dan memfoto mobil itu satu per satu. Tidak semua bisa didapatkan, tapi sepertinya cukup untuk mencari informasi. Ia melanjutkan perjalanan ke motel., tidak boleh berhenti terlalu lama karena akan menimbulkan kecurigaan. Ia berniat untuk mengganti mobil sewaan agar tidak dikenali.
Tiba di kamar, membuka laptop dan mulai bekerja. Memerlukan waktu kurang lebih beberap jam, dengan menandaskan beberapa kopi pahit yang panas, ia berhasil menyelesaikan pekerjaan. Meraih ponsel dan melakukan panggilan.
"Beltrand."
"Tuan Dante, ada kabar baru."
"Oke, aku mendengarkan."
Beltrand bicara dengan cepat untuk memberitahu temuan-temuannya. Tidak lupa mengirim foto, dokumen, dan beberapa hal lain melalui email. Dengan tembusan satu orang lain yaitu Drex. Ia hanya punya waktu beberapa bulan untuk bekerja di sini. Semua hal harus diselesaikan sebelum kembali ke Sajiwa.
"Sepertinya, bukan hanya kalian yang ada di sekitar Barney," kata Dante setelah Beltrand mengakhiri ceritanya. "Mereka sengaja berkumpul sepertinya."
"Memang, dan yang mencurigakan adalah beberapa menteri ikut datang. Saya yakin akan datang lebih banyak lagi, Tuan. Apakah Tuan Drex mendapat undangan?"
"Adikku tidak, tapi Cleora, iya. Ibunya Barney, Nyonya Benazir ingin mengajak Cleora berkunjung ke kediaman mereka. Mungkin dalam beberapa hari ini."
"Semoga Tuan Drex bisa mendampingi. Agak kuatir kalau Nyonya Cleora datang sendiri."
"Harusnya begitu. Beltrand, pantau terus situasi di sana. Ingat, harus tetap tidak mencolok. Apa kamu melihat Martin Moreno? Adikku sepertinya sudah mulai bekerja untuk laki-laki itu."
"Tidak terlihat, Tuan. Bukankah sedang ada masalah dengan mereka?"
"Ancaman pembunuhan pada anak Martin. Entah ada hubungannya dengan sang tuan atau tidak."
"Saya akan menyelidikinya, Tuan. Sekarang sedang mencarei cara untuk masuk ke rumah itu dan melihat pertemuan dari dekat."
"Apakah kamu bisa mencari caranya?"
"Sekarang belum, Tuan. Semoga nanti bisa."
Hening saat, terdengar batuk kecil dari Dante. "Ngomong-ngomong, apa kamu membutuhkan uang tambahan?"
Beltrand menolak secara halus tawaran Dante. "Tidak, Tuan. Bekal saya masih cukup."
"Hati-hati dan salam buat saudaraku."
"Satu hal lagi, Tuan."
"Ya?"
"Daisy ada di sini."
.
.
.
Tersedia versi lengkap di Karyakarsa dan Playbook.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro