Bab 1b
"Apa kabar?" Suara Drex terdengar dalam.
"Kabar baik, dan ini Nyonya Camaro?"
Perempuan hamil itu bangkit untuk menjabat tangan laki-laki gemuk berambut putih yang menyapa mereka. "Apa kabar Pak Vindas?"
"Kabar baik, Nyonya Cleora. Senang menjumpai Anda di sini."
Dua laki-laki kembar ikut menyapa. Daisy masih berdiri kaku di tempatnya sampai akhirnya Cleora tersenyum padanya.
"Apakah kami masih bisa memesan yang lain?"
Daisy tersadar dan mengangguk. "Tentu saja, Nyonya."
Setelah mencatat pesanan lain, ia bergegas ke dapur. Menyerahkan catatan dan mengamati kelompok itu dari jauh. Drex mengusap perut istrinya yang membesar, dua laki-laki kembar duduk tegak dengan sikap siaga. Daisy tanpa sadar menghela napas panjang, menatap Drex lebih lama dari yang lainnya. Laki-laki bermata abu-abu itu secara sekilas terlihat sangat sangar. Bola matanya yang abu-abu dan sikap dinginnya membuat orang awam ketakutan. Aura yang terpancar sama seperti Dante, yang berjiwa pemimpin. Mungkin memang satu keluarga Camaro dididik seperti itu. Tangguh serta serius. Namun, laki-laki itu memperlakukan istrinya dengan sangat baik dan lembut. Sama seperti Dante memperlakukan Blosssom.
Membalikkan tubuh, Daisy melipat tisu. Jarinya bergerak dengan pikiran mengembara. Tentang masa-masa muda yang banyak dihabiskannya untuk membuat jengkel orang lain. Dirinya yang muda, cantik, dan sexy, menjadi rebutan banyak laki-laki. Anehnya, selalu tertarik dengan jenis laki-laki tertentu yang menurutnya lebih menantang. Ada seorang pemuda anak pejabat dan siap menikahinya, ingin memberikannya kehidupan yang mewah dan mapan, tapi ia justru mengejar Dante. Laki-laki tampan yang diisukan sebagai bad boy kota. Tidak mudah untuk mendapatkan Dante, memerlukan waktu berbulan-bulan melakukan pendekatan dan suatu malam, setelah lelah karena tidak juga mendapatka laki-laki itu, ia berbuat nekat. Mendatangi Dante yang saat itu sedang berada di bar dan keadaan mabuk, merayu habis-habisan dan nyaris menelanjangi diri. Usahanya berhasil, meski tanpa ucapan cinta tapi laki-laki itu akhirnya menjadikannya kekasih. Hubungan yang cukup singkat, panas dan mengesankan. Sampai akhirnya, rasa iri hati dan dengki membuatnya berpaling pada Edith. Sebuah keputusan fatal yang mengubah hidupnya.
Teriakan dari koki dapur menyadarkan lamunan Daisy. Ia bergegas mengambil makanan dan membawa ke meja Drex. Berusaha untuk tetap tenang saat meletakkan satu per satu makanan di atas meja.
"Kota yang cantik." Cleora berujar dengan mata berbinar. "Aku suka di sini."
"Ah, kamu tidak lagi menyukai rumah kita?" sela Drex.
"Sayang, maksudku hanya untuk tinggal sekilas. Bukan menetap. Tentu saja, rumah kita yang terbaik."
Saat pasangan itu bertukar tawa penuh cinta, Daisy berlalu untuk mengambil pesanan lain yang sudah selesai dibuat. Saat kembali, ia mendengar kabar yang membuat tubuhnya kaku.
"Dante akan datang bersama Blossom?" tanya Cleora.
Drex mengangguk. "Mereka sedang mempertimbangkan ingin datang atau tidak. Blossom sepertinya kurang enak badan."
"Senangnya kalau mereka bisa datang."
Daisy menyilakan mereka menyantap hidangan dengan gugup. Berjuang untuk tetap bersikap biasa.
"Semoga Athena juga datang." Laki-laki pirang berkata sambil menyantap ayam.
"Jangan membuat huru-hara," tegur laki-laki berambut abu-abu.
"Tidaak! Hanya ingin melemaskan jari jemari." Laki-laki pirang itu menatap Daisy dan mengedipkan sebelah mata. "Terima kasih, Cantik."
Daisy menganmgguk, mengulum senyum dan berlalu dari meja.
"Perempuan yang cantik."
"Pelayan yang sexy."
Daisy pamitan pada rekannya untuk ke toilet. Duduk di dalam dan menghela napas panjang. Kabar kalau Dante dan Blossom juga akan datang ke kota ini mengguncang ketenangannya. Tadinya ia berpikir, selamanya tidak akan pernah bertemu mereka lagi tapi ternyata salah. Di kota yang jauh dari tempat tinggal mereka, ternyata mereka akan bertemu lagi. Daisy sangat berharap, Dante dan Blossom tidak akan menemukannya. Ia tidak sanggup untuk melihat mereka, apalagi sampai bertukar sapa.
Daisy menghela napas, mencuci wajah di westafel. Jam kerjanya akan berakhir dan sudah waktunya untuk pulang. Saat kembali dari toilet, Fan menyongsongnya dengan senyum semringah.
"Daisy, kamu mendapatkan banyak tips."
"Dari siapa?"
Fan mengangguk ke arah meja Drex. "Mereka. Tadi menitipkan uang padaku saat tahu kalau jam bekerjamu akan berakhir." Ia mengulurkan uang dalam jumlah cukup banyak pada Daisy. "Ini."
Daisy menerima tanpa malu-malu. Uang yang tidak seberapa bagi keluarga Camaro, tapi sangat berrati untuknya. Uang yang akan membantunya bernapas lega sampai beberapa hari ke depan. Ia bergegas ke kamar ganti, nyaris menabrak dua perempuan yang berpapasan dengannya di pintu.
"Ups, sorry!"
Dua perempuan itu melolot dengan wajah penuh permusuhan. "Jalan pakai mata!"
"Kenapa? Sengaja menabrak? Merasa paling cantik?"
Daisy mengabaikan mereka, masuk ke ruang ganti dan melucuti pakaian pelayan. Dua perempuan itu sama-sama menjadi pelayan di restoran ini, hanya beda shift. Ia tidak merasa aneh dengan sikap permusuhan mereka. Sudah biasa mendapatkannya di sini. Tidak ada yang bisa dilakukannya untuk membalas sikap kasar mereka, karena ia membutuhkan pekerjaan di sini.
Daisy mengambil tas, menutupi rambut dengan topi. Setelah berpamitan pada manajer, melangklah cepat keluar dari pintu dan nyaris menabrak sesosok laki-laki berkacamata.
"Maaf. Kamu nggak apa-apa?" Laki-laki bertanya.
Daisy menggeleng, masih dengan wajah menunduk bergegas menjauh dari pintu. Tidak menyadari kalau laki-laki berkacamata itu menatap punggunya. Daisy mengenalinya tentu saja. Dulu sering bertemu laki-laki itu dan sekarang berharap, dirinya tidak dikenali. Sekarang ini bukan saat yang tepat untuk reuni. Matahari sudah mulai terik, saat Daisy melangkah cepat melintasi halaman menuju tempat sepedanya terparkir. Hidup memang tidak ada yang bisa menebak, dari seorang nona kaya raya kini menjadi pelayan restoran dan menaiki sepeda, alih-alih mobil mewah.
.
Bab 5-8 sudah update di KK
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro