Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Lembar 15

    1451, Joseon.

    Satu tahun setelah kematian Raja Sejong sekaligus menandai satu tahun pemerintahan dari Raja Munjong, putra sulung Raja Sejong yang mengambil takhta setelah kematian sang ayah.

    Joseon tanpa Sejong. Sekilas tak ada yang berbeda, hanya kursi Kekaisaran yang telah berpindah tangan. Joseon yang masih terlihat sangat damai pada kenyataan sangat berbeda dengan apa yang kini tengah terjadi di dalam istana Gyeongbok sendiri yang tengah melawan para pemberontak yang berniat menggulingkan Raja Munjong dari takhta yang bisa di katakan baru seumur jagung.

    Menjauh dari dari Ibukota, menepi pada pedesaan dengan aktivitas-aktivias kecil yang di lakukan oleh rakyat dari kalangan bawahan. Berhenti pada sebuah Kuil yang berdiri kokoh di tengah hutan yang berada di perbukitan bagian selatan.

    Pagi yang begitu damai, memberikan ketenangan pada siapapun yang memilih untuk bernaung pagi itu. Burung-burung kecil yang melompat-lompat di halaman seakan tengah mencoba menarik perhatian dari sang Tuan Muda yang saat itu berdiri di pinggir halaman Kuil. Membiarkan dedaunan yang menempel pada ranting menunjukkan kesetiaan mereka yang mencoba untuk melindunginya dari cahaya matahari yang mencoba menerobos dari celah yang tercipta.

    Wajah tenang dengan rahang yang tegas yang mampu menampilkan kesan dingin dan arogan. Dialah Putra Mahkota Lee Sung, putra sulung dari Raja Munjong yang kini tengah melakukan kunjungannya pada sebuah Kuil yang jauh dari Ibukota bersama sang istri, Park Hwagoon. Wanita muda yang ia persunting ketika ia berusia tiga belas tahun dan telah menemaninya hingga kini ia yang berusia tujuh belas tahun.

    Waktu yang terus berlalu, menjadikan bocah kecil di hari yang lalu kini telah menjadi sosok yang lebih dewasa dan semakin rupawan. Dan jangan lupakan kebijaksaannya yang membuat orang-orang yang bertemu dengannya merasa segan. Namun sikapnya yang begitu dingin sering kali membuat orang-orang mengira bahwa dia adalah orang yang kejam.

    Semilir angin menyapa pendengarannya, membawa sepasang kaki datang mendekat dengan pandangan yang lebih tertarik dengan apa yang berada pada ujung sepatunya. Seorang Kasim datang menghadap, berdiri di balik punggungnya dengan kepala yang tertunduk dalam.

    "Putra Mahkota."

    Lee Sung berbalik, menatap tanpa perasaan ke arah pria paruh baya yang telah melayaninya dalam waktu yang cukup lama, Kasim Seo.

    Kasim Seo kembali berucap, "tandu sudah siap, kita bisa memulai perjalan sekarang."

    "Panggilkan Putri Mahkota."

    "Ye, Putra Mahkota."

    Kasim Seo undur diri, meninggalkan sang Putra Mahkota untuk bergegas memanggil sang Putri Mahkota yang kini masih berada di dalam Kuil. Sedangkan Lee Sung, dia berjalan menghampiri para prajurit yang sudah siap dengan tandu dan juga beberapa kuda.

    Lee Sung mendekati salah satu kuda dan saat itu juga Hwagoon keluar dari dalam Kuil bersama dengan Kasim Seo dan juga beberapa Dayang yang turut berjalan di belakang wanita cantik tersebut. Setiap langkah kecil yang di ambil oleh Hwagoon untuk menuruni anak tangga tak pernah sedikitpun luput dari tatapan dingin Lee Sung, hingga wanita cantik itu sampai di hadapannya dengan kepala yang sekilas tertunduk sebelum tatapan teduh itu di pertemukan dengan tatapan dingin sang suami.

    "Kita pulang sekarang." sebuah kalimat terucap tanpa ada basa-basi.

    Sekali lagi, wanita muda itu menundukkan kepalanya sebelum memasuki tandu yang telah di siapkan bersamaan dengan Lee Sung yang manaiki kudanya. Sekilas menoleh ke belakang untuk memastikan bahwa Hwagoon telah masuk ke dalam tandu, Lee Sung lantas menjalankan kudanya. Membimbing semua langkah untuk mengikutinya.

    Berjalan menyusuri jalan setapak yang tercipta di tengah hutan dan cukup rawan dengan para perampok, semua berjalan dengan lancar tanpa gangguan. Hingga waktu yang terus berlalu, membuat siang semakin terkikis ketika matahari mulai bergeser ke arah barat dan menolak untuk bertahan sedikit lebih lama agar setidaknya mampu mengisi langit yang sama bersama dengan rembulan yang kala itu muncul dari arah timur.

    Suasana sore hari yang membuat batin Lee Sung terusik hingga langkah kudanya yang semakin melambat sebelum benar-benar berhenti. Kasim Seo pun turun dari kudanya dan menghampiri Tuannya guna menanyakan keperluan sehingga mereka harus menghentikan langkah mereka.

    "Putra Mahkota, kenapa kita berhenti di sini?"

    "Turunkan tandunya."

    "Ye?"

    Lee Sung menjatuhkan pandangannya pada Kasim Seo dengan sorot mata yang lebih tajam di bandingkan dengan sebelumnya. "Turunkan tandunya."

    Kasim Seo tunduk dan memberikan perintah kepada para prajurit yang membawa tandu Putri Mahkota. "Turunkan tandunya."

    Bersamaan dengan tandu yang di turunkan, saat itu pula Lee Sung turun dari kudanya dan segera berjalan ke arah tandu. Dia membuka pintu tandu dan sontak membuat Hwagoon terkejut.

    "Putra Mahkota."

    "Keluarlah." satu kata yang terucap bersamaan dengan uluran tangan yang di berikan pada Hwagoon.

    Tanpa berani melontarkan sebuah pertanyaan, Hwagoon lantas menerima uluran tangan tersebut dan beranjak keluar dari tandu. Berdiri berdampingan dengan sang Putra Mahkota di saat Kasim Seo kembali menghampiri.

    "Putra Mahkota..."

    Lee Sung mengangkat tangan kirinya ke udara sebagai isyarat penolakannya atas ucapan Kasim Seo. Tatapan tajamnya mengarah ke dalam hutan yang mulai menggelap, menyadari kesalahan terbesarnya yang harusnya bersinggah di desa yang sebelumnya mereka lewati untuk bermalam.

    "Siapapun kalian, tunjukkanlah diri kalian sekarang juga!"

    Semua tersentak akan suara lantang dan begitu tegas milik Lee Sung. Para prajurit segera bersiaga, menarik pedang mereka dan membuat benteng di sekitar Lee Sung dan juga Hwagoon.

    Kegelapan yang perlahan semakin menyergap, seakan matahari yang telah mengkhianati sang Putra Mahkota dari tanah Joseon dan membiarkan sang penerus takhta tersebut terperangkap dalam kegelapan.

    Dari dalam kegelapan, siluet hitam datang menampakkan diri dan bukannya satu melainkan sebuah kelompok. Di mana mereka mengenakan pakaian dengan warna hitam yang mendominan dan juga sebagian wajah yang di tutupi oleh kain. Pedang yang sangat tajam dan berkilauan ketika tertimpa cahaya bulan yang kini berada di langit bagian timur.

    Lee Sung kembali mengulurkan tangannya pada Hwagoon. "Apapun yang terjadi, jangan pernah lepaskan tangan ini."

    Hwagoon mengangguk dan mengenggam tangan kiri Lee Sung bersamaan dengan Lee Sung yang menarik pedang miliknya yang ia susupkan di pinggangnya.

    "Jika keperluan kalian datang kemari untuk meminta nyawa, maka selesaikanlah dengan cepat." sebuah kalimat tantangan yang menandai di mulainya pertarungan mempertahankan hidup.

    Sekelompok orang misterius itu menyerang, membuat para Dayang meringkuk di samping tandu, sedangkan Hwagoon tetap bersama Lee Sung yang tengah bertarung sembari melindunginya.

    Ayunan pedang yang saling bertabrakan membelah langit yang semakin pekat, mengantarkan alam menuju malam yang sesungguhnya. Tak cukup dengan hanya menggunakan ayunan pedangnya, Lee Sung sesekali menggunakan kakinya untuk menghalau serangan lawan. Namun keadaan yang semakin tak terkendali membuat genggaman tangannya dengan Hwagoon terlepas.

    Sang Putri Mahkota terhempas dan jatuh ke tanah. Saat itu Lee Sung hendak menghampiri Hwagoon, namun dalam jarak dua meter, langkahnya terhenti ketika seseorang menjadikan sang Putri Mahkota sebagai sandra.

    "Berhenti semuanya!" suara lantang yang membelah kegelapan hutan belantara malam itu.

    Semua tak berkutik, para prajuritnya berlutut mengakui kekalahan begitupun dengan Kasim Seo. Namun tidak dengan Lee Sung yang masih berdiri tegap dengan kemarahan yang terlihat dalam sorot matanya.

    "Lepaskan dia." perkataan tenang namun begitu mengancam keluar dari mulut seorang Putra Mahkota yang tak berniat membuang pedang di tangannya.

    "Putra Mahkota Joseon memang terkenal dengan kesombongannya. Bagaimana jika aku membuatmu berlutut di hadapanku saat ini juga?"

    "Jangan bermimpi."

    Saat itu perhatian semua orang teralihkan oleh suara benda yang bergesekan dengan udara. Begitu cepat dan semua mata membulat ketika sebuah anak panah menancap di punggung Lee Sung. Tubuh sang Putra Mahkota tersentak, bukan hanya sekali melainkan tiga kali dan tiga anak panah yang bersarang pada punggungnya itulah yang pada akhirnya membuatnya bersujud dengan pedang yang ia tancapkan pada tanah guna menahan tubuhnya.

    "Putra Mahkota..." pekik Kasim Seo di saat Hwagoon hanya mampu berujar dengan lirih sebelum airmata itu mengaliri wajahnya dengan begitu mudahnya.

    Dari arah kegelapan tiba-tiba terdengar suara derap langkah kuda yang menyatu dengan langkah kaki. Semua orang panik ketika serangan datang dan membantai sekelompok orang yang menyerang rombongan Putra Mahkota.

    Hwagoon tersentak ketika seseorang yang datang dengan menunggang kuda tiba-tiba menebas pria di belakangnya dan menarik lengannya. Mengangkat tubuhnya untuk naik ke atas kuda.

    "Siapa kau? Turunkan aku!"

    Pandangan Hwagoon semakin tak mampu menangkap siluet Lee Sung yang tertelan oleh kegelapan di saat orang asing di hadapannya kini tengah menculiknya.

    "Siapa kau? Cepat turunkan aku!" Hwagoon berteriak dan memukul bahu pria yang kini mengurungnya menggunakan kedua lengannya. Dan dengan cepat pria itu menurunkan kain yang sebelumnya menutupi sebagian wajahnya.

    "K-kau?"

    Di sisi lain pertarungan masih terjadi. Kasim Seo bangkit untuk kembali melakukan perlawanan karna kelompok yang baru datang tersebut tidak datang untuk menyelamatkan mereka, melainkan juga menyerang mereka.

    Lee Sung terbatuk, di susul oleh darah yang keluar dari mulutnya. Kesadarannya menipis. Perlahan dia mengangkat kepalanya untuk melihat ke tempat terakhir di mana ia melihat Hwagoon sebelumnya. Sempat terdengar suata teriakan sang Putri Mahkota yang kini tengah menghilang dari pandangannya.

    Sudut bibirnya tersungging, berpikir mungkinkah ini karma dari sikapnya yang terlalu arogan selama ini. Napasnya memendek seiring dengan kesadaran yang masih memudar.

    Menggunakan seluruh tenaga yang tersisa, dia mencoba untuk bangkit sebelum tubuhnya yang mati rasa ketika merasakan sesuatu yang dingin membelah punggungnya.

    Tubuhnya limbung tepat setelah seseorang menebas punggungnya dari belakang. Namun tepat saat tubuhnya menyentuh tanah, saat itu pula ia menghilang dari pandangannya semua orang. Menyisakan kebingungan dan juga duka dari kubu yang berbeda.

    "Putra Mahkota..." teriakan pilu dari sang Kasim yang justru tertelan oleh kegelapan malam yang sempurna ketika awan hitam mengambil keputusan yang bijak dengan menyembunyikan sang rembulan yang pada akhirnya tak mampu untuk menyampaikan kalimat selamat tinggal kepada sang Putra Mahkota malam itu.

Selesai di tulis : 15.02.2020
Di publikasikan : 15.02.2020


Di sini saya akan sedikit memanipulasi sejarah.
Jika dalam sejarah asli, Raja Munjong hanya memiliki satu putra. Yaitu Lee Hongwi atau lebih di kenal dengan sebutan Raja Danjong.
Maka di sini Lee Sung akan saya jadikan sebagai kakak dari Raja Danjong yang berarti menjadi putra sulung dari Raja Munjong.

Sekian penjelasan singkatnya, jika ada yang di perlukan. Boleh di tanyakan.
Dan untuk Chapter ke depannya, kalian akan bertemu dengan karakter Raja Danjong yang masih menjadi seorang Pangeran bernama Lee Hongwi. Kira-kira siapa yang akan memerankan sosok Lee Hongwi pada era Joseon😏😏😏

Sedikit informasi, saya merasa miris ketika membaca sejarah tentang Raja Danjong dan berpikir mungkinkah Book ini akan di jadikan Sequel yang membahas tentang kisah pilu dari Raja Danjong sendiri😭😭😭 Tapi terlalu sadis 😫😫😫 Saya akan menutup pemikiran untuk membuatkan Sequelnya🙉🙉🙉🙉

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro