Lembar 05
Lewat tengah hari, Taehyung kembali ke Apartemennya dengan raut wajah yang terlihat lelah meski ia tidak melakukan kegiatan apapun selain Konferensi Pers pagi tadi. Semua jadwal kecilnya terpaksa di batalkan karna keributan kecil di luar sana.
Dia melepas sepatunya dan segera berjalan ke dalam sembari melepas jas yang ia kenakan. Langkahnya sempat terhenti ketika ia sampai di ruang tamu, sedikit terkejut melihat Yeonjun. Adiknya yang sebelumnya berpamitan untuk mengunjungi orang tua mereka di Daegu. Yeonjun yang baru saja keluar dari dapur pun menghentikan langkahnya ketika melihat kehadiran sang kakak.
"Kenapa melihatku seperti itu?" tegur pemuda yang sebentar lagi akan lulus dari bangku SMA yang kemudian berjalan menuju sofa dan menjatuhkan dirinya di sana.
Bola mata Taehyung sempat bergerak ke samping sebelum seulas senyum lebar kembali menghiasi wajahnya. Dia kemudian menghampiri Yeonjun yang saat itu tengah memindah chanel televisi. Taehyung lantas duduk di samping Yeonjun dan langsung merangkul bahu adik bungsunya yang justru menatapnya dengan sinis.
"Kapan kau datang?"
"Tadi pagi." acuh Yeonjun yang menjatuhkan perhatiannya pada layar televisi.
"Jam berapa? Kenapa aku tidak melihatmu?"
"Saat aku datang, Ara Noona mengatakan bahwa Hyeong sudah pergi."
Taehyung mengangguk-anggukkan kepalanya sekilas. Sejenak turut melihat ke layar televisi tanpa menarik tangannya dari bahu sang adik. Saat itu, ketika ia hanya berdiam diri, maka kesedihan akan terlihat di dalam sorot matanya. Sangat berbeda ketika ia berbicara dan mulai menjadi orang yang menyebalkan.
"Bagaimana hari ini?" setelah terdiam cukup lama, pertanyaan itulah yang pada akhirnya keluar dari mulut Yeonjun ketika ia sama sekali tak memiliki niatan untuk melihat wajah sang kakak.
"Tidak terlalu buruk."
"Jangan berbuat macam-macam, ibu dan ayah mengkhawatirkan Hyeong."
Sudut bibir Taehyung terangkat seiring dengan pandangannya yang terjatuh pada Yeonjun. "Ini hanyalah masalah kecil... Apa ibu menitipkan sesuatu padamu?"
Pada akhirnya Yeonjun mempertemukan pandangannya dengan sang kakak. "Apa?"
"Ck, kau ini... Bukankah ibu selalu membawakan masakan kesukaanku ketika kau kembali ke sini? Jangan bilang jika kau tidak membawanya." suara Taehyung sedikit meninggi dan menuntut.
Yeonjun lantas menurunkan tangan sang kakak dari bahunya. "Aku memang tidak membawanya." sangat acuh dan memang seperti itulah hubungan keduanya.
Taehyung tertawa tak percaya meski ia tak benar-benar mengharapkan bahwa sang adik akan membawa sesuatu dari Daegu, karna sebentar lagi ibu dan ayah mereka pun akan datang ke Seoul di hari Upacara kelulusan Yeonjun.
"Kau memang selalu melakukannya. Ya! Apa kau iri dengan kakakmu ini?"
Yeonjun memberikan tatapan sinis kepada sang kakak dan bergumam, "apa yang harus aku irikan pada orang seperti Hyeong."
"Heol! Kau sungguh tidak tahu? Kau tidak tahu berapa istri yang di miliki oleh kakakmu ini?"
Kali ini Yeonjun menatap jengah. Ingin rasanya ia memakan remot televisi di tangannya jika ia tidak sadar dan mengira bahwa itu adalah makanan, hanya untuk sekedar melampiaskan kekesalannya terhadap sang kakak yang selalu mengucapkan hal-hal yang sama sekali tidak ia sukai.
"Berhenti berkhayal, mereka yang mengaku sebagai istri Hyeong justru akan meninggalkan Hyeong jika sampai Hyeong terlibat skandal yang besar. Lihat saja nanti." Yeonjun langsung membuang muka dan saat itu sebuah tepukan mendarat di kepalanya untuk beberapa kali di iringi oleh suara kekehan ringan dari sang kakak.
"Ya ampun... Kenapa kau galak sekali? Pantas saja tidak ada perempuan yang mau menjadi pacarmu."
Dengan cepat Yeonjun menjatuhkan tatapan tak terimanya pada sang kakak. "Siapa bilang tidak ada?"
Netra Taehyung melebar. "Ada? Sungguh? Kau punya pacar?"
Yeonjun tiba-tiba terlihat gugup. "B-bukan pacar, aku tidak mengatakan bahwa aku memiliki pacar."
Taehyung sedikit mencondongkan tubuhnya ke arah Yeonjun. "Jadi... Kau memiliki gadis yang kau sukai?" ucapnya dengan suara yang pelan dan juga sebelah alis yang terangkat. Namun saat itu juga Yeonjun justru memukul wajahnya menggunakan bantal kecil yang berada di sampingnya.
Pemuda itu lantas menyandarkan punggungnya lalu bersedekap dan berucap dengan ketus, "ada atau tidak, apa urusannya dengan Hyeong?"
"Anak ini!" Taehyung yang merasa gemas pun akhirnya mengusak kasar puncak kepala Yeonjun yang mendapatkan penolakan dari pemuda itu.
"Jika kau menyukai seseorang, harusnya kau jujur pada kakakmu ini."
"Tidak ada! Aku tidak bilang bahwa aku menyukai seseorang, kenapa Hyeong memaksa sekali?" kesal Yeonjun.
Seulas senyum pun mengembang di kedua sudut bibir Taehyung sebelum ia turut menyandarkan punggungnya dan kembali merangkul bahu sang adik, sedikit menariknya mendekat.
"Kapan Upacara kelulusanmu?"
"Minggu depan." jawaban yang masih terdengar begitu kesal.
Taehyung kembali menjatuhkan pandangannya pada sang adik. "Kau ingin Hyeong datang atau tidak?"
"Tidak perlu jika memang sibuk, aku sudah melihat wajah Hyeong setiap hari."
Taehyung terkekeh pelan sebelum menjatuhkan usapan lembut pada puncak kepala Yeonjun dan berakhir dengan memainkan anak rambut di bagian belakang kepala pemuda tersebut.
"Kau ingin meminta apa untuk hadiah kelulusanmu?"
"Aku akan segera mendapatkan lisensiku, belikan aku sebuah mobil."
Taehyung segera menarik tangannya dan kembali menegakkan tubuhnya. "Sebuah mobil?"
Yeonjun kembali menatap jengah dengan hembusan napas yang mengisyaratkan kekesalannya. Namun hal itu malah membuat sang kakak tertawa ringan.
"Baiklah, hanya mobilkan? Kau akan mendapatkannya di hari kelulusanmu."
Taehyung sekali lagi menepuk puncak kepala sang adik sebelum beranjak meninggalkan pemuda itu. Namun tepat setelah ia membelakangi sang adik, garis senyum di wajahnya tiba-tiba menghilang. Berjalan menuju kamarnya sendiri, sang adik menolehkan kepala untuk melihat kepergiannya yang kemudian menghilang di balik pintu.
Yeonjun bergumam sebelum kembali menjatuhkan perhatiannya pada layar televisi, "dasar pria menyedihkan."
Taehyung kembali ke kamarnya dengan raut wajahnya yang kembali terlihat begitu lelah. Dia menaruh jasnya di pinggiran ranjang bersamaan dengan ia yang naik ke atas ranjang dan berbaring dalam posisi tengkurap sembari memeluk bantal yang berada di bawah wajahnya.
Untuk sejenak kelopak mata itu terpejam dengan deru napas yang terdengar sedikit memberat.
"Kau harus berhati-hati dengan seseorang di masa lalu."
Sebuah peringatan yang kembali mengisi ingatannya dan membimbing kedua kelopak matanya untuk kembali terbuka. Sebuah perkataan dari seorang Peramal yang pernah membaca nasibnya di salah satu acara televisi yang pernah ia hadiri sekitar tiga bulan yang lalu, dan hingga detik ini perkataan itu terus menghantuinya layaknya sebuah kutukan.
Ponselnya berbunyi, menandakan terdapat sebuah pesan masuk. Dia sedikit bangkit, mengambil jasnya menggunakan kakinya dan segera meraihnya menggunakan tangan untuk mengambil ponselnya yang berada di saku jas. Setelah ponselnya terambil, dia meninggalkan jasnya begitu saja dan kembali tengkurap dengan kedua siku yang menahan beban tubuhnya.
Di lihatnya layar ponselnya yang menunjukkan bahwa seseorang bernama Yoo Yeonjoo tengah mengiriminya sebuah pesan. Terlihat garis frustasi dalam raut wajahnya sebelum ia membuka pesan tersebut dan membaca pesan yang telah di kirimkan oleh wanita tersebut.
"Seseorang menawariku uang dalam jumlah yang banyak untuk beritamu, bagaimana menurutmu? Haruskah aku mengambilnya?"
Taehyung sejenak menggaruk keningnya yang tampak sedikit berkerut sebelum memutuskan melakukan panggilan suara kepada sang pengirim pesan. Sejenak menunggu panggilan terjawab, dia kembali menaruh kepalanya dalam posisi miring dengan tatapan sayu yang tak memiliki semangat untuk melakukan apapun dan setelah menunggu beberapa saat, seseorang di seberang pun menjawab panggilannya.
"Jangan lakukan." gumamnya, tak ingin berbicara dengan nada bicara lebih tinggi lagi.
"Aku akan mengambilnya." respon suara lembut seorang perempuan dari seberang membimbing kelopak mata Taehyung untuk tertutup.
"Aku tahu, untuk itu aku melarangmu."
"Aku tidak merasa di rugikan akan berita itu."
"Cukup hatiku saja, jangan karirku."
Sempat terdiam. Telepon masih tersambung, namun Taehyung tak mendengar suara wanita itu lagi hingga kemudian ialah yang harus memulai pembicaraan kembali.
Kelopak mata itu kembali terbuka di susul oleh mulutnya yang kembali berucap, "berapa yang mereka tawarkan padamu?"
"Lima juta Won."
"Kau ingin memerasku?" perkataan yang terucap dengan begitu tenang meski ia bisa saja berteriak setelah mendengar niatan buruk dari lawan bicaranya.
"Aku pikir itu setimpal dengan apa yang sudah kau perbuat padaku."
"Memangnya apa yang sudah ku lakukan padamu?"
"Itulah dirimu! Bajingan sepertimu tidak akan pernah mengerti."
Sudut bibir Taehyung terangkat, memperlihatkan senyum mirisnya terhadap tuduhan yang di berikan padanya. Dia kembali bergumam tanpa ada sedikitpun niatan untuk berbicara dengan lebih lantang, "dari mana kau belajar kata-kata kasar seperti itu? Apakah ini sifat aslimu yang sebenarnya?"
"Berhenti melimpahkan kesalahanmu pada orang lain! Kau membuatku jijik. Manusia seperti kalian hanya hidup dengan mengorbankan orang lain... Jika kau memang seorang pria, selesaikan masalahmu sendiri."
"Tuduhanmu tidak beralasan. Kau ingin semua orang mengenal namamu? Itukah yang kau inginkan, Yeonjoo-ya?"
Si lawan bicaranya kembali terdiam untuk beberapa waktu, begitupun ia yang lebih memilih untuk diam dan menunggu sebatas mana lawan bicaranya akan tetap berdiam diri dengan telepon yang masih tersambung. Dan nyatanya, si lawan bicaranyalah yang pada akhirnya berucap terlebih dulu.
"Aku akan mengambilnya."
"Ku beri sepuluh juta Won. Tetap pada kehidupanmu yang sekarang... Aku akan mencoba untuk tidak peduli setelah ini."
Taehyung memutuskan sambungan secara sepihak dan ponsel itu terlepas begitu saja dari tangannya sebelum ia menyembunyikan wajahnya pada bantal dengan kedua tangan yang mengepal kuat. Tanpa ia sadari bahwa Yeonjun tengah mengintip dari celah pintu yang sebelumnya sengaja di buat oleh pemuda itu.
Yeonjun kemudian kembali menutup pintu kamar sang kakak dengan sangat berhati-hati dan hendak kembali ke sofa. Namun pergerakannya terhenti oleh kedatangan seseorang.
"Taehyung-ssi." Seojoon datang dan segera menghentikan langkahnya ketika menemukan Yeonjun berada di depan kamar Taehyung.
"Eoh, kau sudah pulang? Bagaimana kabar orang tuamu?"
Yeonjun berjalan ke sofa sembari menjawab pertanyaan Seojoon, "mereka baik-baik saja dan akan datang kemari seminggu lagi."
"Ah... Syukurlah. Apa kakakmu ada di rumah?"
Yeonjun yang saat itu telah kembali duduk di sofa, segera menatap lawan bicaranya yang hendak berjalan menuju kamar sang kakak.
"Hyeong." satu teguran yang menghentikan langkah Seojoon.
"Ada apa?"
"Bisa kita bicara sebentar?"
Sebelah alis Seojoon terangkat sekilas, merasa sedikit aneh karna tiba-tiba saja adik Taehyung mengajaknya untuk bicara. Mengingat bahwa Yeonjun adalah sosok anak yang begitu acuh. Tak memiliki alasan untuk menolak permintaan kecil dari Taehyung kecil itu, Seojoon kemudian duduk di single sofa yang berada samping meja.
"Kau ingin bicara apa?"
Terdapat keraguan di wajah Yeonjun dan hal itu yang memancing kecurigaan Seojoon. Mungkinkah telah terjadi sesuatu pada Taehyung yang tidak ia ketahui.
"Ada apa? Apa ada hubungannya dengan kakakmu?"
"Bicaranya pelan-pelan saja."
Seojoon seketika memelankan suaranya. "Apa... Kau tidak ingin kakakmu mendengarnya?"
Yeonjun mengangguk dan hal itu benar-benar aneh bagi Seojoon. Sepertinya memang telah terjadi sesuatu yang tidak ia ketahui.
"Kau ingin bicara apa?"
"Bagaimana perkembangan skandal plagiat baru-baru ini?"
"Agensi masih berusaha menyelesaikannya."
"Jangan lama-lama, akan lebih baik jika segera di selesaikan."
"Masalahnya tidak semudah itu, tapi sepertinya Agensi akan memberikan pernyataan sore nanti. Masalah utamanya sekarang ada pada kakakmu."
"Kenapa dengannya?"
"Sebelum datang kemari, Direktur memarahiku karna kakakmu berniat untuk tidak memperpanjang kontrak dengan Agensi."
Yeonjun sedikit tertegun dengan pernyataan Seojoon. Memang selama ini sang kakak tidak pernah membicarakan perihal pekerjaan dengannya, namun dia tak yakin jika sang kakak akan benar-benar meninggalkan Agensi lamanya. Mengingat masih ada jadwal konser yang harus di selesaikan beberapa bulan mendatang.
"Apa dia mengatakan sesuatu padamu?"
Yeonjun menggeleng dan raut wajah Seojoon kembali gelisah. Bagaimanapun juga dia harus membawa Taehyung kembali ke Agensi jika ia tidak ingin kehilangan pekerjaannya.
"Apa dia ada di kamar?"
"Biarkan dia sendiri dulu."
Kedua alis Seojoon saling bertahutan. "Kenapa? Apa terjadi sesuatu padanya?"
"Aku tidak tahu. Tapi... Beberapa hari ini wajahnya terlihat pucat ketika menerima telepon dari seseorang."
"Siapa?"
"Aku tidak tahu, dia selalu masuk ke kamar dan menguncinya setiap kali menerima telepon."
"Mungkinkah itu Sasaeng Fans?"
Yeonjun menggeleng. "Dia akan memberikan ponselnya padaku jika itu Sasaeng."
"Apa... Dia memiliki pacar?"
Yeonjun kembali menggeleng, namun lebih pelan dan terlihat begitu ragu. "Dia tidak pernah terlihat berbicara dengan seorang wanita. Tapi... Sepertinya ada seseorang yang ingin memerasnya."
Rahang Seojoon mengeras. "Apa maksudmu? Kenapa kau bisa bicara seperti itu?"
"Barusan aku mendengar Taehyung Hyeong berbicara di telepon dan mengatakan akan memberikan uang sebanyak sepuluh juta Won kepada seseorang."
"Sepuluh juta Won?"
Yeonjun mengangguk, sesungguhnya dia merasa khawatir terhadap sang kakak yang sering bertingkah aneh sejak dua bulan terakhir. Namun dia tidak ingin menampakkan kekhawatirannya karna sang kakak sendiripun masih bersikap baik-baik saja di depannya.
"Dia sudah sinting! Jika ada masalah, harusnya dia membicarakannya." gumam Seojoon tak percaya.
"Hyeong jangan bilang jika aku yang mengatakannya. Dan jangan membahasnya jika Taehyung Hyeong tidak membahasnya terlebih dulu."
"Jika benar-benar ada seseorang yang memerasnya, itu sudah masuk ke dalam kategori kriminal. Kau ingin aku tetap diam saja?"
"Taehyung Hyeong tidak suka jika seseorang mencampuri kehidupan pribadinya. Dia tidak pernah marah sebelumnya, sebaiknya Hyeong tidak melakukan hal yang membuatnya marah."
"Jadi kau ingin aku bagaimana?"
"Cari tahu siapa yang berbicara di telepon selama ini dengan Taehyung Hyeong. Dia tidak akan bisa menyangkal jika Hyeong memiliki bukti."
Seojoon mecengkram kepalanya menggunakan kedua tangannya. Merasa benar-benar gila dengan masalah yang ada. Benarkah Taehyung akan meninggalkan Agensi, tapi bagaimana jika Taehyung tiba-tiba memutuskan untuk pergi dari industri hiburan?
"Ini membuatku gila."
Selesai di tulis : 14.01.2020
Di publikasikan : 15.01.2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro