Bab 2 : Pemuda Yang Tumbuh Dewasa Dengan Luka Di Hatinya
NOTE : Jika ada di antara kalian di sini yang masih belum mengenal tokoh Zheng Da Xian, dia adalah Jung Daehyun. Orang yang memerankan Kakak Kim Taehyung di Book GOODBYE DAYS Jika kalian membaca Book tersebut. Hanya saja di sini saya memakai nama Chinanya.
Dan karna saya tidak memiliki keahlian untuk menciptakan tempat-tempat fiksi, maka di sini saya hanya akan mengambil nama-nama tempat yang memang ada di Korea Selatan. Seperti halnya Silent Night Institute sendiri, saya menjadikan Jade House sebagai visualisasi tempat tersebut. Begitu pula hal nya dengan Gunung Hala, dan masih akan ada yang lainnya selama cerita terus berjalan.
SILENT NIGHT INSTITUTE
Musim Dingin Bulan December 2018, Seoul.
Suara alarm berbunyi, memenuhi ruangan yang tampak begitu gelap di saat langit Seoul yang kembali mendapatkan cahayanya setelah terlepas dari belenggu kegelapan yang sempat memgambil alih ketika matahari tenggelam di ujung lautan atau jatuh ke lembah di antara pegunungan. Memaksa seseorang yang terbaring di atas ranjang untuk memutuskan mimpi buruknya pagi itu.
Sosok itu tampak tersentak sebelum mendapatkan kembali kesadarannya, perlahan siluet hitamnya bergerak untuk meraih alarm yang berada di atas nakas lalu mematikannya sebelum ia yang kembali menjatuhkan wajahnya pada bantal.
Napas yang terdengar begitu berat di pagi hari setidaknya sudah cukup sebagai barang bukti bahwa seseorang itu baru saja mengalami hal yang tidak begitu baik, atau bisa jadi sangat buruk.
Siluet hitam itu lantas bangkit dan hendak turun dari ranjang, namun tubuhnya justru tersungkur setelah kakinya masih terbelit oleh selimut tebalnya.
"Arghhhh." satu erangan frustasi terkesan kesal keluar dari mulutnya di pagi hari, dia pun segera berdiri dan memberikan tendangan kecil pada selimutnya sebelum berjalan menuju jendela lalu membuka gorden tebal yang seketika membuat cahaya dari langit cerah Seoul pagi itu berhasil menyinari kamarnya sekaligus menampakkan sosoknya yang sesungguhnya.
Park Yoongi, laki-laki yang hampir berusia 29 tahun dan tidak lain adalah Leader Divisi 13 Badan Keamanan Negara itu pun kembali berjalan menuju ranjang dan mendudukkan diri di tepi ranjang dengan kedua siku yang bertumpu pada paha dan tubuh yang sedikit membungkuk.
Sejenak matanya terpejam, sekedar untuk menyesuaikan diri dengan kenyataan di saat ia yang kembali terbangun dari mimpi buruk yang terus menghantuinya di setiap ia mengambil tidur malamnya. Mimpi buruk yang terus berulang seakan seseorang di masa lalu yang tidak ingin untuk di lupakan, mimpi buruk yang berasal dari kisah nyata sembilan belas tahun yang lalu.
Yoongi menghela napas beratnya, lalu mengusap wajahnya. Mencoba mengusir bayangan kelam di masa lalu untuk kembali memulai aktivitas pagi itu. Tapi sepertinya dia tidak perlu buru-buru karna dia mengambil cuti akhir tahun untuk beberapa hari ke depan.
Dia kembali berbaring dengan kedua kaki yang masih menapak di lantai, menatap langit-langit kamarnya dengan wajah yang selalu terlihat lelah terkesan dingin. Namun masa bersantainya tidak bertahan lama, karna baru sebentar, perhatiannya teralihkan oleh suara getar ponselnya yang berada tidak jauh darinya.
Dia pun bangkit dan segera mencari ponselnya yang terakhir kali ia ingat ia genggam sebelum ia yang jatuh terlelap. Dia lantas menemukan ponselnya berada di bawah bantal dan tidak membutuhkan waktu lama, dia pun segera menerima panggilan setelah melihat nama sang pemanggil.
"Ada apa?" suara rendah yang terdengar begitu malas.
"Aku tidak bisa menemukan dokumen milik Han Taehwa, Hyeong menyimpannya?"
Yoongi sejenak menggaruk keningnya dan berjalan ke arah kamar mandi sembari memberi jawaban, "aku tidak merasa pernah menyentuhnya, kau tanyakan saja pada Miyeon."
"Ah... Begitukah? Aku pikir Hyeong membawanya... Tapi, omong-omong... Aku tidak melihat Hyeong sejak kemarin, Hyeong masih berada di Seoul?"
Yoongi menyalakan kran sembari berucap, "aku mengambil cuti satu minggu. Jika ada apa-apa, simpan itu sampai aku kembali."
"Ah... Ye, aku mengerti. Maaf sudah menganggumu, nikmati waktu liburmu dengan baik."
Yoongi segera menaruh ponselnya tanpa peduli jika seseorang di seberang belum memutuskan sambungan. Dia membasuh wajahnya dengan sedikit menekan pipinya untuk beberapa kali sebelum ia mematikan kran dan melihat bayangannya di cermin. Bisa ia lihat dengan jelas kantung mata yang tidak kunjung menghilang, dan semua itu adalah hasil kerja kerasnya selama satu bulan terakhir hingga ia melupakan jalan menuju rumahnya sendiri.
Tak ingin berlama-lama berdiri di depan kaca dan menghabiskan waktu dengan hal yang sia-sia, dia pun beranjak pergi untuk membersihkan diri sebelum memulai aktivitas di masa cutinya kali ini.
Yoongi keluar dari kamar mandi dengan pakaian yang lebih rapi, namun tidak berbeda dengan pakaian yang ia kenakan sehari-hari, yaitu kemeja putih yang di padukan dengan celana bahan berwarna hitam. Masih dengan handuk kecil yang menyampir di lehernya, dia membuka lemari pakaian dan menyibakkan pakaian yang tergantung lalu mengambil sebuah kotak berukuran sedang dan tidak terlalu tebal.
Kembali menutup pintu lemari, dia berjalan ke arah ranjang dan menaruh kotak tersebut di atas ranjang dengan sedikit melemparnya. Dia kemudian kembali berjalan ke sudut lain sembari mengeringkan rambutnya untuk beberapa waktu dan setelahnya merapikan pakaian yang ia kenakan, menegaskan bahwa ia tengah ingin bepergian jauh.
Setelah beberapa waktu, persiapan kecilnya selesai dengan sentuhan akhir sepasang sepatu dan juga mantel hangat sepanjang lutut berwarna hitam yang mendukung penampilannya di musim dingin kali ini.
Dia berjalan ke arah ranjang dan sedikit membungkukkan badannya untuk membuka kotak tersebut, di mana terdapat sebuah Hanbok yang terlihat sangat cantik di sana. Perhatiannya kemudian teralihkan oleh ponselnya yang berbunyi dalam satu detik, menandakan terdapat pesan masuk.
Dia pun berlalu mengambil ponselnya yang berada di atas nakas dan segera membuka pesan yang di kirim oleh ayahnya.
"Ayah dengar kau mengambil cuti. Jika tidak keberatan, temuilah ayah sebelum kau pergi berlibur."
Sejenak terdiam, Yoongi lantas mengotak-atik ponselnya dan mendekatkannya ke telinga. Menunggu hingga seseorang di seberang menjawab panggilannya. Dan setelah menunggu sebentar, orang di seberang menerima panggilannya.
"Aku akan pergi ke Daegu hari ini, aku akan menemuimu jika masa cutiku berakhir."
Tak mengizinkan orang di seberang berucap, dia segera memutuskan sambungan secara sepihak dan langsung mengantongi ponselnya. Dia meraih dompet serta kunci mobilnya sebelum beralih menutup kembali kotak di atas ranjang dan membawanya keluar dari kamar untuk menuju destinasi pertamanya dalam cuti akhir tahun yang ia ambil kali ini.
Lewat tengah hari, mobilnya melaju di jalanan perkampungan di daerah Daegu yang masih di selimuti oleh salju tipis yang kian menambah kesan dingin dalam tatapan matanya yang sarat akan kesedihan. Dan setelah beberapa jam berkendara, pada akhirnya ia memasuki sebuah halaman rumah yang cukup luas sebagai penanda bahwa perjalanan panjangnya berakhir sampai di sana.
Dia segera membuka pintu mobilnya dan menapakkan kakinya di atas tumpukan salju tipis yang menutupi halaman, merasakan udara dingin pedesaan yang sudah ia tinggalkan kurang lebih enam bulan lamanya. Kampung halaman yang memberikan mimpi buruk baginya di setiap kali matanya mulai terpejam dalam kegelapan malam.
Pandangannya tak sengaja melihat beberapa anak kecil yang tengah bermain salju di halaman rumah lainnya dan untuk sejenak perhatiannya di ambil alih oleh tawa riang dari para bocah yang berlarian di sana.
"Hyeong..." sebuah pekikan dari suara ringan yang segera mengalihkan perhatiannya.
Pandangannya kembali terarah pada rumah, dan tepat di bawah anak tangga yang tidak terlalu tinggi. Di sanalah ia menemukan seorang bocah laki-laki berusia sekitar enam tahunan sedang berdiri dan memandangnya dengan raut wajah kesal.
"Hyeong bilang hanya pergi sebentar, kenapa baru kembali sekarang?"
Perlahan langkahnya berjalan mendekati bocah tersebut dan semakin ia mendekat, semakin jelas pula kekesalan di wajah bocah tersebut. Hingga ia yang berdiri tepat di hadapan bocah tersebut dan membuat si bocah harus mendongak untuk melihatnya.
"Dari mana saja? Aku sudah menunggu sejak tadi."
Dia menjatuhkan satu lututnya pada tumpukan salju dan membuat posisi keduanya menjadi sejajar, namun raut wajah dingin yang semakin di penuhi oleh kesedihan dalam sorot mata redupnya tak memberikan respon apapun atas tuntutan si bocah di hadapannya.
"Maaf, beberapa hari ini Hyeong sangat sibuk."
"Hyeong berjanji tidak akan lama, tapi kenapa baru kembali? Mana oleh-oleh untukku."
"Apa yang kau inginkan? Kau ingin ku belikan mobil?"
Si bocah mengangguk. "Benar, belikan aku mobil yang besar..." ujar si bocah sembari menggangkat kedua tangannya ke udara dan menurunkannya kembali.
"Hyeong merindukanmu."
Perlahan Yoongi mengangkat tangannya dan mengarahkannya ke samping wajah si bocah yang hanya berdiam diri. Dengan ragu telapak tangannya menyentuh wajah si bocah, namun tepat saat telapak tangannya menyentuh wajahnya. Si bocah itu tiba-tiba menghilang dan hanya menyisakan butiran salju yang berada di tangannya.
Tatapan matanya gemetar di susul oleh kepala yang tertunduk dan juga tangan yang mengepal yang kemudian ia turunkan. Segaris senyum tercipta di sudut bibirnya. Seulas senyum yang menyatakan sebuah penyesalan yang datang bersamaan butiran salju yang mulai kembali turun dari langit.
Terdiam beberapa saat di sana, melawan udara dingin yang perlahan menyusup ke balik pakaian yang ia kenakan. Perhatiannya teralihkan oleh sepasang kaki yang berjalan menuruni anak tangga. Perlahan ia mendongakkan wajahnya dan menemukan wanita paruh baya yang berdiri di anak tangga dengan sebuah payung yang berada tepat di atasnya.
"Kenapa tidak langsung masuk?" tegur Hyesun, wanita paruh baya yang tidak lain adalah ibunya sendiri.
Ia lantas berdiri dan tanpa berucap sepatah katapun, dia berjalan menaiki anak tangga melewati sang ibu begitu saja. Hyesun yang di perlakukan sedingin itu pun tampaknya sudah terbiasa dengan sikap putranya. Wanita paruh baya itu sejenak mengarahkan pandangannya ke sekeliling dan seulas senyum terlihat di wajahnya ketika ia menemukan anak-anak yang sebelumnya di lihat oleh Yoongi.
"Taehyung..." Hyesun berujar dengan lantang dan berhasil menarik perhatian dari salah satu anak yang tengah bermain di halaman. Hyesun pun melambaikan tangannya dan membuat si bocah yang sebelumnya ia panggil segera berlari ke arahnya dengan langkah kecil yang tergesa-gesa.
"Bibi memanggilku?" tanya bocah bernama Taehyung tersebut.
Hyesun mengangguk dengan senyum yang bertahan di kedua sudut bibirnya. "Bibi ada sesuatu untukmu, ayo masuk."
Taehyung kecil itu menaiki tangga dengan bersusah payah dan membuat Hyesun harus membantunya. Keduanya pun masuk ke dalam rumah dengan celoteh riang Taehyung kecil yang berjalan di depan Hyesun.
"Paman tidak pulang?"
"Dia masih bekerja, kau tunggu di sini."
Taehyung kecil mengangguk dan tetap berdiri di tempatnya ketika Hyesun meninggalkannya, namun pandangan si bocah tak sengaja menemukan sosok Yoongi yang saat itu duduk di lantai ruang tamu dan tengah melihat ke arahnya dengan tatapan yang sedikit menyeramkan bagi seorang bocah seumurannya.
Merasa asing dengan kehadiran Yoongi, Taehyung kecil pun memilih mengalihkan pandangannya tanpa berani membuat kontak mata dengan laki-laki berwajah dingin itu, hingga perhatiannya teralihkan oleh kedatangan Hyesun yang membawa sesuatu di tangannya.
"Udaranya sangat dingin, jangan terlalu lama bermain di luar."
Taehyung kecil mengangguk-anggukkan kepalanya. Hyesun kemudian memberikan satu mangkuk ubi rebus kepada Taehyung kecil. "Ini, makanlah bersama teman-temanmu."
"Woah... Banyak sekali."
Hyesun mendaratkan usakan singkat pada puncak kepala Taehyung kecil. "Ini hadiah untuk Taehyung kecil kami yang sudah mendapatkan nilai terbaik di sekolah."
Rahang Yoongi tiba-tiba mengeras setelah mendengar sang ibu menyebutkan nama bocah di hadapannya itu, namun tak ada yang mampu menangkap reaksi kecilnya tersebut ketika Hyesun masih sibuk dengan bocah di hadapannya.
Taehyung kecil diam-diam mencuri pandang ke arah Yoongi dan dengan ragu, ia pun memutuskan untuk bertanya kepada Hyesun.
"Bibi." panggilnya dengan pelan.
"Kenapa?"
"Hyeong itu, tamu bibi?"
Hyesun mengarahkan pandangannya pada Yoongi dan tersenyum lebar seiring dengan ia yang mengembalikan pandangannya kepada Taehyung kecil.
"Dia putra bibi, perkenalkan dirimu kepada Yoongi Hyeong sebelum pergi."
Taehyung kecil mengangguk dan segera menghampiri Yoongi. Pertama-tama yang ia lakukan adalah menaruh mangkuk ubinya di lantai dan kemudian memberi hormat kepada Yoongi dengan cara bersujud satu kali sembari berucap, "Saehaebok Manhi Badeuseyo..." (Selamat tahun baru)
Dia lantas duduk bersimpuh di hadapan Yoongi dan memperkenalkan diri. "Namaku Kim Taehyung, senang bertemu dengan Yoongi Hyeong."
"Siapa namamu?" pertanyaan yang terucap dengan begitu dingin, seakan ia yang tidak pilih-pilih terhadap lawan bicaranya meski itu hanyalah seorang bocah sekalipun.
Taehyung kecil sedikit bingung dan takut-takut mempertemukan pandangannya dengan Yoongi lalu bergumam, "Kim, Taehyung."
"Siapa ibumu?"
"Ibuku bernama Lee Boyoung."
"Ayahmu?"
"Kim Taewoo."
"Setelah ini katakan pada mereka untuk segera menganti namamu."
"Eh?"
Taehyung kecil semakin kebingungan, kenapa Yoongi tiba-tiba menyuruhnya untuk mengganti nama di pertemuan pertama mereka. Hyesun yang mendengar percakapan keduanya pun segera menghampiri keduanya dan duduk di samping Taehyung kecil.
Dia menaruh telapak tangannya pada bahu Taehyung kecil yang terlihat kebingungan. "Yoongi Hyeong hanya bercanda, kau boleh pergi sekarang."
Taehyung kecil mengangguk dan berdiri dengan terburu-buru sembari menyambar mangkuk ubinya, bocah itu lantas membungkukkan badannya ke arah Yoongi dan juga Hyesun bergantian.
"Bibi, terima kasih untuk ubinya. Aku pamit dulu." ujarnya dan segera berlari keluar seakan ingin melarikan diri dari Yoongi.
"Hati-hati, jangan berlari! Kau bisa jatuh, Taehyung..." lantang Hyesun yang di akhiri oleh seulas senyum sebelum ia yang menjatuhkan pandangannya pada Yoongi. Dia sedikit bergeser hingga duduk berhadapan dengan sang putra, dengan sebuah meja yang menjadi pembatas antar keduanya.
Yoongi kemudian beranjak berdiri, bukan untuk pergi melainkan untuk melakukan hal yang sama seperti yang di lakukan oleh Taehyung kecil sebelumnya. Dia menjatuhkan kedua lututnya dan bersujud di hadapan sang ibu sembari berucap, "Saehaebok manhi badeuseyo." perkataan yang terucap dengan begitu dingin sebelum ia kembali duduk berhadapan dengan sang ibu.
"Bagaimana keadaanmu? Ibu dengar dari ayahmu bahwa kau terlalu bekerja keras selama beberapa bulan terakhir... Kau juga harus mempedulikan kesehatanmu, jangan membuatnya bekerja terlalu keras."
Yoongi tak menjawab, dia meraih kotak yang ia taruh di bawah meja dan menyerahkannya ke hadapan sang ibu. "Jika tidak suka, jual saja kembali. Aku membelinya dengan harga yang mahal."
Senyum Hyesun mengembang, namun bukanlah senyum kebahagiaan melainkan seulas senyum untuk sebuah kesedihan. Dia meraih kotak tersebut dan berucap, "karna ini darimu, maka ibu akan menggunakannya. Terima kasih karna masih bersedia menerima ibumu ini."
Yoongi mengalihkan pandangannya, merasa semakin buruk ketika insiden sembilan belas tahun yang lalu kembali hinggap dalam ingatannnya dan membuatnya menjadi lebih sensitif.
"Ya sudah, lebih baik kau segera makan. Ayahmu menghubungi ibu tadi pagi dan mengatakan bahwa kau akan kemari, jadi ibu sengaja memasakkan makanan kesukaanmu."
Yoongi beranjak berdiri dan segera bergegas menuju ruang makan, begitupun dengan Hyesun yang segera menyusul putranya masih dengan kotak kado di tangannya.
Yoongi memasuki ruang makan, dan seketika suasana di sana berhasil membuatnya kembali pada masa lalu di mana keluarga kecil mereka makan dengan riang di ruangan tersebut. Dia, ayahnya, ibunya dan juga adik kecilnya. Semua bayangan itu kembali dan terlihat begitu nyata. Namun hanya ada luka yang tersisa ketika semua bayangan itu kembali meninggalkannya.
"Duduklah! Supnya mungkin sudah dingin, ibu akan menghangatkannya kembali."
"Tidak perlu." sahut Yoongi yang kemudian duduk di lantai tepat menghadap meja makan yang telah di penuhi beberapa makanan di sana.
Hyesun pun ikut duduk di samping meja, memperhatikan Yoongi yang masih berdiam diri menatap makan di hadapannya. Bukan untuk mengagumi hasil jerih payah sang ibu, melainkan memperhatikan dua piring kosong yang berada di atas meja. Seperti hari-hari sebelumnya, sang ibu akan selalu menyisakan satu piring kosong di atas meja tidak peduli berapapun orang yang makan bersama dan hal itulah yang kembali mengusik hatinya.
"Ada apa? Apa kau ingin makanan yang lain?"
Yoongi segera mengambil sumpit di atas meja sembari berucap, "yang sudah kau buang tidak akan pernah kembali berapa lama pun kau menunggu, berhenti menyia-nyiakan hidupmu untuk hal yang tidak berguna." perkataan acuh yang menjadi pengingat bagi sang ibu atas dosa besar di masa lalu yang telah membuatnya kehilangan adik kecilnya.
"Maafkan ibu, makanlah dengan baik." Hyesun lantas berdiri dan pergi dengan terburu-buru.
Dan saat itu pula pergerakan Yoongi sempat terhenti. Di lihatnya piring kosong itu kembali untuk beberapa waktu sebelum tangan kirinya terangkat dan membalik piring kosong yang sebelumnya dalam posisi tengkurap tersebut.
Dia bergumam, "makanlah! Ibu memasak makanan yang enak hari ini, jangan membuangnya sedikitpun." dia lantas kembali melanjutkan makannya dan terkesan buru-buru meski tenggorokannya begitu susah untuk menelan semua makanan yang ia masukkan ke dalam mulutnya.
Setelah selesai makan, Yoongi membuka salah satu ruangan di rumahnya. Ruangan sempit yang tidak lain adalah kamarnya dulu. Dia masuk ke dalam dan menutup pintu, menaruh mantel hangatnya di lantai dan berjalan ke sudut ruangan.
Tak ada yang berubah dari ruangan tersebut, masih sama seperti sebelumnya karna ia melarang siapapun menggunakan kamar itu. Berhenti di sudut ruangan, dia terduduk di lantai tepat menghadap ke sudut lemari kecil, tempat terakhir kali ia melihat adik kecilnya yang meringkuk di sana sembilan belas tahun yang lalu.
Seakan kembali di bawa ke masa lalu, di tempat itu dia masih bisa melihat adik kecilnya yang meringkuk ketakutan. Bayangan kecil yang selalu menjadi mimpi buruknya selama sembilan belas tahun terakhir dalam hidupnya ini.
Helaan napasnya menyapu ruangan sebelum sebuah gumaman keluar dari mulutnya, "haruskah aku mencarimu sekarang? Silent Night Institute, apa aku bisa menemukanmu jika aku pergi ke sana? Bisakah aku pergi ke sana? Katakan padaku, apa yang harus kakakmu ini lakukan sekarang."
Sebuah monolog yang justru membuatnya tak mampu berpikir dengan normal, sebuah kebimbangan yang kembali padanya di saat ia yang tidak pernah bersungguh-sungguh mencari keberadaan adiknya. Dan jika memang kali ini dia bertekad untuk menemukan sang adik, bisakah ia menemukan tempat itu. Dan yang lebih penting, apakah adik kecilnya masih bernapas di dunia ini.
Selesai di tulis : 03.01.2020
Di publikasikan : 19.01.2020
Hanya untuk Spoiler😁😁😁 Jika respon baik, besok saya update banyak👍👍👍👍
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro