Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Wanita Gila!

selamat tengah hari bolong guys... 😁😁😁

halooo... judul part ini ngebuat aku ingat dengan lagu Arlan - Perempuan Gila. salah satu lagu Indonesia yang aku suka... 😘😘😘

btw... sebelumnya aku mau ngucapin makasih untuk kehebohan yang terjadi di part sebelumnya... hahahha... aku nggak ngira kalau responnya bisa serame itu.. hahahha... dan itu ngebuat aku rada gimana ya... maksud aku kan mau nulis cerita romantis komedi, tapi kok sejauh ini kebanyakan komedinya yak? hahahha... mesti cari timing yang pas buat ngasih adegan romantis ini... 🤣🤣🤣

===========================================================================

"Jadi, Len..." Claressa melongokkan tubuhnya untuk bisa melihat Elena yang duduk di kursi depan. Wajahnya muncul di antara wajah Elena dan Doni yang kompak melihat ke belakang tatkala mobil berhenti di lampu merah. "Malam tadi sebelum tidur bareng Daddy, kamu ngapain aja?"

Rasa-rasanya Elena mendadak menderita sesak napas akut, Pemirsa!

Doni sampai terbatuk-batuk mendengar pertanyaan Claressa.

"Dibacain dongeng nggak?"

Elena menarik napas.

"Apa pake dibelai-belai---"

"Uhuk!

Doni kembali terbatuk.

"--- kepala kamu?"

"Ah..." Doni melirih. "Kepala yang dibelai."

Di sebelahnya, Elena mendelik. "Mau aku lempar ke terowongan Casablanca?"

Doni seketika menciut.

Claressa memandang Doni dan Elena bergantian, bingung. "Bukannya tidur itu memang enak kalau dibelai-belai ya?" tanyanya. "Kamu tiap malam belai-belai kepala aku, Len. Jadinya tidur aku nyenyak."

"Ah..." Doni kembali melirih. "Kalau dibelai-belai emang tidur jadi lebih nyenyak sih, Non."

Tapi, Elena bisa dengan jelas menangkap nada sarkas di kalimat itu.

Elena menoleh pada Claressa. "Malam tadi Daddy Nona itu sakit, hampir pingsan. Jadi, Bapak ya langsung tidur. Nggak pake acara dibacain dongeng," katanya kemudian. "Dan itu kepala bukan dibelai, tapi dikompres."

Claressa angguk-angguk kepala. Ia kembali duduk dengan baik di kursinya. Tak sedikit pun menangkap rasa frustrasi Elena yang tercetak jelas di wajahnya.

*

"Elena sudah lebih seminggu mengasuh Nona, Tuan. Saya pikir agak sulit kalau kita harus memberhentikannya."

Abraham memijat pelipisnya.

"Tepatnya ini sudah hari yang ke sepuluh dia mengasuh Nona. Dan sepanjang bulan ini, termasuk sepanjang tahun ini, saya rasa Elena satu-satunya pengasuh yang bertahan selama itu tanpa ada drama pertengkaran lagi."

Kedua bola mata Abraham memutar dengan dramatis. "Dan itu semakin membuat aku yakin bahwa satu-satunya alasan mengapa Claressa menginginkan wanita itu adalah karena wanita itu gila!"

Sekuat tenaga Pak Zulman menjaga agar air wajahnya tetap netral. Celakalah ia kalau sampai tertawa di saat majikannya sedang emosi.

"Dia butuh seseorang yang bisa menjadi tameng dari kemarahanku," kata Abraham. "Dan dia menemukan orang yang tepat. Tidak hanya berani padaku, tapi bahkan lebih itu."

Untuk hal yang satu itu, Pak Zulman tak mampu berkomentar. Hingga kemudian ia berkata. "Jadi, apa Bapak ingin memecatnya?"

Mata Abraham melirik pada Pak Zulman. "Bapak bisa mencari pengasuh lain untuk Claressa?"

"Sejujurnya," kata Pak Zulman, "tidak."

Abraham mengangguk-angguk. "Lagipula, kalaupun bisa, mungkin tidak akan lebih dari dua hari ia tahan mengasuh Claressa. Dasar anak keras kepala," geram Abraham.

"Tok! Tok!"

"Masuk."

Pintu membuka dan Intan masuk setelah terlebih dahulu mengangguk sopan.

"Iya, Tuan?"

Abraham mengibas-ngibaskan tangannya di udara. "Ini tolong jendela benar-benar dibuka dan jangan sampai ada aroma minyak bawang yang tertinggal di ruangan ini!"

Intan mengangguk seraya menarik napas dalam-dalam. Lalu mengernyit. Sepertinya aroma minyak bawang sudah tidak ada lagi. Ah, pikirnya. Itu pasti aroma yang tertinggal di badan Tuan. Sebisa mungkin Intan berusaha untuk tidak tersenyum geli. Sedikit banyak, ia merasa sedih melihat majikannya yang uring-uringan dari pagi karena tertangkap basah tidur bersama pengasuh anaknya. Sedih tapi geli.

"Ah, terus itu!" tunjuk Abraham ke atas sofa. "Kembalikan selimut motif barbie itu kembali ke kamar Elena."

Terpujilah Intan yang berhasil menahan tawa hingga keluar dari ruang kerja Abraham. Seraya memeluk selimut itu, ketika ia menuruni tangga, mau tak mau tawanya meledak juga. Membayangkan Abraham yang tidur dengan selimut bermotif barbie.

"Ngapain kamu ketawa-ketawa kayak orang gila?"

Pertanyaan itu membuyarkan tawa Intan ketika langkahnya menjejak di lantai bawah. Di hadapannya berdiri Dania. Ugh! pikirnya. Wanita ini memang gesit kalau soal berita tentang Tuan.

Intan menggeleng. "Nggak ada apa-apa, Non. Cuma abis beres-beres aja di ruang kerja Tuan. Dan ini saya mau ngembaliin selimut yang ketinggalan di ruang kerja Tuan."

Dania menatap Intan dengan tatapan menyelidik. "Selimut?" tanyanya. "Ketinggalan di ruang kerja Abraham?"

"Iya, Non," kata Intan dengan ide licik yang mendadak berpijar di otaknya. "Ini selimut Elena. Tadi pagi, waktu mereka bangun kayaknya Elena lupa bawa balik lagi selimutnya."

"A-Apa?" tanya Dani dengan syok. "Maksud kamu?"

Dengan sok polosnya Intan berkata. "Sssst. Jangan bilang siapa-siapa ya, Non. Tapi, tadi pagi saya dan Pak Zulman mergoki Tuan dan Elena bangun bareng."

Dania merasa jantungnya copot.

"Mereka tidur bareng." Intan kembali berkata. Lalu, meletakkan jari telunjuknya di depan bibir. "Diem-diem aja ya, Non. Soalnya Nona Claressa bahkan minta lain kali mereka untuk tidur bareng bertiga."

Ini benar-benar nggak bisa dibiarkan!

Tak menghiraukan Intan yang mengulum senyum geli, Dania secepat mungkin menaiki tangga dan tak sabaran membuka pintu ruang kerja Abraham dengan keras.

Abraham dan Pak Zulman sontak kaget mendapati kedatangan Dania dengan wajah yang memerah.

"Kamu tidur bareng Elena, Ab?!"

Abraham menghirup napas seraya memejamkan mata dengan dramatis. Mungkin bisa minta tolong biar diumumkan pake towa masjid sekalian?

Pak Zulman menarik diri dengan sopan, meninggalkan mereka berdua di dalam ruangan itu.

"Ada apa kamu ke sini, Dan?" tanya Abraham tanpa memedulikan pertanyaan Dania.

"Kamu nggak masuk kerja dan aku dengar kamu sakit, makanya aku ke sini dan aku justru mendapat kabar kalau kamu tidur bareng wanita rendahan itu?!"

"Aku memang sakit, tapi sekarang aku sudah baikan."

Dania mendekat. "Kamu belum jawab pertanyaan aku, Ab. Kamu tidur bareng Elena?"

"Astaga!" geram Abraham. Dasar, wanita gila! Nggak ada orangnya pun dia sukses ngebuat aku gila!

"Benar atau tidak?"

Abraham kesal. "Benar," jawab Abraham yang membuat mata Dania membelalak, tapi ia kembali melanjutkan jawabannya. "Dan tidak."

"Ma-Maksud kamu apa?"

"Perlu aku menjelaskan kehidupan pribadi aku sama kamu, Dan?!"

Dania meneguk ludahnya.

"Aku dan Elena memang tidur bareng, puas kamu?!" Abraham bangkit dari duduknya. "Tapi, tidak seperti yang kalian bayangkan."

"Maksudnya?"

"Elena di bawah dan aku di atas!"

Dania menganga. Tak mampu menggerakkan lidahnya barang sedikit pun. Ia benar-benar merasa nyawanya telah lenyap.

Sedang Abraham, detik selanjutnya hanya bisa memejamkan mata dengan frustrasi. Argh! Aku benar-benar ingin menelan orang hidup-hidup!

Menyadari bagaimana kalimatnya disalahartikan oleh Dania, pria itu hanya menarik napas dalam-dalam.

Gara-gara wanita gila itu, aku bahkan sekarang ketularan gila!

"Aku mohon, Dan." Abraham beranjak. "Sepertinya aku ingin tidur siang, sebelum kepalaku mendadak pusing lagi."

Dania mengambil inisiatif. Mengejar langkah Abraham dan memeluk pria itu dari belakang.

"Ab...," lirihnya pelan, "aku cinta kamu."

Tangan Abraham sontak menyentuh kedua tangan Dania yang melingkar di perutnya. Wajah Dania terasa menempel di punggungnya. Abraham bersiap untuk mengeluarkan kalimat penolakan, namun suara Dania kembali terdengar seiring dengan melepasnya wajah itu dari punggungnya.

"Tu-Tunggu," kata Dania. "Ini badan kamu bau apa sih, Ab?"

Abraham menggigit bibirnya. Ia jelas tidak merasa frustrasi atau kesal lagi. Bahkan tak ada satu kata pun di dunia yang mampu mewakili perasaannya saat ini!

Abraham menyentak lepas tangan Dania dan berbalik menghadap wanita itu yang tengah mengerucutkan hidungnya.

"Ini namanya minyak bawang. Minyak ampuh untuk mengusir masuk angin," katanya dengan pemikiran lain di benaknya. Dan sepertinya juga ampuh untuk mengusir kamu.

"Eugh!" Dania bergidik. "Aku nggak tahu kalau kamu pake obat gituan."

Abraham berkacak pinggang. "Sesuka kamu, Dan. Tapi, aku mau tidur."

"Ab," kata Dania berusaha menghentikan pria itu. Tapi, Abraham tetap keluar dan menuju ke kamarnya sendiri.

Dania tinggal seorang diri, terpekur di tempatnya berdiri.

Ketika pada akhirnya Dania memutuskan untuk pulang dengan otak yang kusut dengan kenyataan bahwa Abraham dan Elena sudah tidur bersama, ia justru mendengar deru mobil di luar. Dania melihat jam tangannya dan menyeringai. Waktu yang tepat, pikirnya.

Dania menuruni tangga dengan cepat. Bersandar di sana, bersidekap dan menunggu kedatangan Elena dan Claressa.

"Ho-ho! Ternyata ini wanita murahan yang tidur bersama dengan Abraham?"

Langkah kaki Elena dan Claressa terhenti.

Dania melangkahkan kakinya dengan penuh irama satu per satu tanpa menurunkan tangannya dari bawah dadanya.

"Ckckck." Dania melayangkan tatapan mencemooh dari atas hingga ke bawah. "Jadi, selain jadi pengasuh, kamu juga berprofesi sebagai wanita murahan?"

Tangan Elena secepat mungkin menutup telinga Claressa. Matanya membesar. "Nona, saya harap Nona bisa menjaga kata-kata Nona. Di sini ada Nona Claressa."

Tangan Claressa naik dan melepaskan tangan Elena dari telinganya. "Wanita murahan itu apa, Len?" tanyanya. "Kamu jualan?"

Elena meneguk ludahnya. Memaku tatapan Dania tanpa kedip.

"Lihat! Wanita seperti ini sok mengatur kata-kata yang harus aku katakan." Dania memandang sinis pada Elena. "Sudah berapa kali kamu tidur dengan Abraham?"

Elena menarik napas panjang.

"Sekali, Dan."

Yang menjawab adalah Claressa.

"Apa kamu nggak keterlaluan?" tanya Dania. "Bahkan Claressa sampai tahu apa yang kalian lakukan?"

"Dan bagaimana Nona tahu?" tanya Elena geram. "Tuan yang ngasih tahu?"

Dania menatap Elena.

Elena kembali menarik napas. Dalam hati mengumpat pria itu habis-habisan. Kenapa tidak sekalian saja tulis pengumuman di koran?

"Aku dan Tuan tidak melakukan apa pun yang Nona pikirkan. Kami memang tidur, tapi memang hanya tidur."

"Dan kamu pikir aku percaya?" tanya Dania mencemooh. "Bahkan Abraham pun dengan jelas mengatakan kalau kau di bawah dan dia atas!"

Mata Elena membesar dengan dramatis.

Maksud Bapak Tirex ngomong gitu apa?! Mau aku santet beneran apa itu cowok?!

Elena sekarang bisa paham dengan sangat mengerti mengapa Dania bisa marah padanya. Memangnya wanita waras mana yang tidak akan marah kalau berada di posisi Dania? Tapi, masalahnya ada satu. Kenyataannya kan Elena dan Abraham tidak melakukan hal yang sekarang ada di benak Dania.

"Nona," kata Elena kemudian. "Saya yakin di sini ada kesalahpahaman. Saya dan Tuan tidak melakukan seperti apa yang Nona bayangkan."

"Kamu pikir saya percaya?!" sentak Dania.

Elena meneguk ludahnya. Belum sebulan kerja di sini, aku udah kena masalah berapa kali sih?

Claressa menatap bingung pada dua wanita dewasa itu. "Kamu jangan marahin Elena, Dan."

"Lepas!" Dania menyentak tangan Claressa yang menahan tangannya. "Kamu benar-benar menantang wanita yang salah, Len."

Glek.

Elena menelan ludahnya yang terasa pahit dan menggumpal.

"Nona, biar saya jelaskan dulu. Tuan kemaren ham---"

"PLAAAAKKK!"

Mengira bahwa Dania berbeda dengan wanita kebanyakan, Elena melupakan fakta bahwa wanita tetaplah makhluk emosional. Ia mengabaikan kemungkinan bahwa Dania bisa saja menggunakan permainan fisik ketika sedang emosi.

Wajah Elena meneleng ke satu sisi. Pipinya terasa panas. Spontan tangan kirinya naik dan mengusap pipinya.

Claressa terkesiap.

"Kamu nampar Elena?!"

Tak butuh waktu yang lama, teriakan menggelegar Claressa membuat penonton berdatangan. Semua asisten rumah tangga, termasuk Pak Zulman berkumpul. Mereka sama-sama terkesiap melihat Elena yang mematung dengan satu tangan di pipi, sedang Dania dengan napas terengah-engah memandang penuh marah pada Elena.

Elena menggeram rendah. Dasar Bapak Tirex sialan!

*

tbc...

ckckckck... tuh kan, jadi kalau salah ngomong bisa buat masalah loh ya... hahahha... 🤣🤣🤣

see ya di part 24 guys... yang belum tahu kapan bakal naik... hihihi... 😂😂😂

pkl 12.26 WIB...

Bengkulu, 2020.04.04...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro