Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Waktu Yang Tepat

hayoooo, yang tidur siang pada bangun dulu... 😂😂😂

ini part 19 otewe... 🤗🤗🤗

===========================================================================

"Ilona menitipkan salam untuk kamu, Sa," kata Abraham ketika mereka bertiga tampak keluar dari kerumbunan orang di sekitar taman sekolah.

Elena yang mendengar itu tampak melirik dengan ekor matanya. Menilai ekspresi Claressa. Gadis kecil itu sudah melepas kostumnya dan kembali mengenakan seragam sekolahnya.

"Oh, apa kabar Ilona?"

Mata Elena mengerjap.

"Baik."

Claressa mengangguk-angguk.

Langkah Abraham berhenti. "Apa kamu mau menemuinya?"

Wajah Claressa terangkat. "Boleh?"

"Ilona pasti juga ingin bertemu denganmu. Kalian sudah lama tidak bertemu."

Claressa tersenyum. "Kamu mau ikut, Len?" tanya Claressa. "Aku mau ketemu dengan Ilona. Dia sekretaris Daddy dan orangnya baik."

Sebisa mungkin Elena berusaha untuk tetap tersenyum. Seumur dia bekerja dengan Claressa, tak pernah sekalipun majikannya itu memuji orang. Dania yang cantik saja dengan terang-terangan Claressa ejek. Lantas, secantik apakah Ilona yang berprofesi sebagai sekretaris Abraham?

Merasa kesal sendiri, Elena justru merutuki dirinya di dalam hati.

"Nggak perlu, Sa. Biar saya pulang dengan Doni aja."

Abraham mendehem. "Ehm, itu sepertinya Doni sudah pulang," katanya. "Saya menyuruhnya pulang ketika sampai tadi. Saya pikir tadi Claressa datang sendiri dan saya memang berencana untuk mengantar Claressa pulang."

Claressa menatap Elena. "Ayolah, Len. Cuma sebentar."

*

Elena tak mampu menahan takjubnya ketika sampai di kantor Abraham. Gedung kantor itu menjulang tinggi. Terlihat megah dan mewah. Dan ketika mereka memasuki lobi, semua orang tampak menunduk hormat pada Abraham.

Tangan Elena terasa bergetar ketika memegang tangan Claressa di sebelahnya. Gadis kecil itu terlihat memamerkan senyum manisnya pada semua karyawan di sana.

Bersama-sama, mereka menaiki lift khusus hingga sampai ke lantai ruangan Abraham. Ketika mereka sampai, tampak Dania bangkit dari kursi tunggu yang berada di dekat meja sekretaris Abraham.

Wajah Dania terlihat kaget melihat kedatangan mereka, terutama ketika ia melihat Elena yang tampak berbeda tanpa mengenakan seragamnya.

Mengabaikan dua orang tamu yang duduk bersamanya, Dania mendekati mereka.

"Kamu ke mana aja, Ab? Kamu nggak datang rapat tadi?"

Elena dengan tahu diri menarik tangan Claressa untuk tidak ikut campur dalam pembicaraan itu. Terlepas dari ketidaksukaan terhadap Dania, Elena masih bisa melihat situasi yang terjadi. Dania membicarakan masalah pekerjaan. Untuk itulah akhirnya Elena memilih mengajak Claressa untuk duduk di kursi lain yang berada tak jauh dari sana.

"Aku ke sekolah Claressa dan rapat ditangani Ilona."

Bola mata Dania berputar. Ia bersidekap dengan wajah kesal. "Tuan Tadataka Yamada sudah menunggu dari tadi."

Abraham melihat ke balik punggung Dania.

"Seharusnya setelah rapat tadi kamu langsung menemuinya, terutama karena rapat ternyata selesai tiga puluh menit lebih cepat dari yang diperkirakan. Mereka praktis menunggu di sini, Ab. Harusnya kamu menemani mereka. Bukannya malah pergi ke acara yang nggak penting," kata Dania seraya melirik tajam pada Elena dan Claressa.

Abraham mengabaikan perkataan Dania. "Ilona mana?"

"Dia sedang menemani perwakilan dari Perusahaan IndoTech," kata Dania. "Aku tidak tahu kalau kamu sedang membangun kerjasama dengan perusahaan itu."

Abraham kembali mengabaikan perkataan Dania. Ia beranjak dan menemui dua orang tamu tersebut.

"It is nice to meet you again, Sir." Abraham menyapa dan mengulurkan tangannya pada seorang pria yang berusia lebih tua.

Pria itu menyambut jabatan tangan Abraham. Lantas mengangguk-angguk.

Abraham beralih pada pria yang lebih muda dan tersenyum.

Dania duduk di sebelah Abraham. "Karena rapat selesai lebih cepat dari yang diperkirakan," bisiknya, "sepertinya Bu Natasha masih di perjalanan. Kamu tahu kan? Tuan Yamada tidak bisa bahasa Inggris."

Abraham berkata lirih. "Untuk itulah mengapa dia membawa sekretarisnya, Kazuki Meida."

Abraham menyapa sang sekretaris. "Sorry for this mis communication. I have an urgent schedule."

"Oh, no no. It's okay," kata Kazuki Meida kemudian. "We enjoy our time and we can talk about our planning now."

Abraham mengangguk. "Thank you." Pria itu berdiri seraya menyilakan pada dua tamunya untuk mengikutinya ke ruangannya.

"Ehm, where is Mrs. Darmawan?"

Abraham menahan ringisannya. "I think we start without her. The meeting finished sooner than scheduled and she still have another schedule. I am sorry for this."

"Yah, you can't help it." Kazuki Meida beralih pada bosnya dan mengatakan sesuatu yang tak dimengerti oleh Abraham.

Pria ia menarik napas dalam. Walaupun ia tak mengerti, tapi dari nada bicara Tadataka Yamada, Abraham bisa mengerti. Rekan kerjanya itu kesal.

Tapi, Abraham bisa apa?

Tadataka Yamada adalah satu dari beberapa relasinya yang bersifat manja. Terutama dengan ketidakmampuannya dalam berbahasa Inggris. Dan bukan salah Abraham kalau rapat yang berakhir lebih cepat dari dugaannya membuat dua orang pria itu menunggu dirinya.

"Sorry, Sir. But, I think we must reschedule our meeting."

Abraham rasanya ingin meninju dinding sekarang melihat dua orang itu bangkit dari duduknya. Dengan lirikan matanya, ia mengirimkan isyarat pada Dania. Secepat mungkin Dania mengeluarkan ponsel, sedikit menarik diri dan menghubungi Natasha.

Menjadwal ulang pertemuan? pikir Abraham. Itu berarti menjadwal ulang semua rencana yang sudah tersusun dengan baik.

Apa ada yang lebih buruk dari waktu yang molor untuk seorang pebisnis?

Abraham menarik napas, berusaha bersabar dan menahan mereka sebentar hingga Natasha sampai.

"Ehm, I know---"

"Konnichiwa."

Satu suara membuat Abraham menelan kembali kata-katanya. Ia menoleh ke sebelah dan mendapati Elena tengah membungkuk. Mendapati itu, baik Tadataka Yamada maupun Kazuki Meida berpaling. Lalu membalas dengan hal yang sama.

"Hajimemashite...," kata Elena dengan tersenyum. "Anindya Elena desu. Doozo yoroshikuonegai shimasu."

[Perkenalkan. Nama saya Elena Anindya. Terimalah perkenalan saya dengan baik.]

"Meida Kazuki desu. Kochira koso, doozo yoroshiku," balas Kazuki Meida. "Kochira wa Yamada-san desu."

[Nama saya Kazuki Meida. Terimalah juga perkenalan saya dengan baik. Ini Bapak Yamada.]

Elena beralih pada Tadataka Yamada dan tersenyum sopan.

"Your assistant, Sir?" tanya Kazuki Meida pada Abraham.

Abraham menoleh pada Elena yang tanpa basa-basi menjawab.

"Yes, I am." Elena lagi-lagi tersenyum, tapi menyempatkan untuk berkata lirih pada Abraham. "Setidaknya saya asisten Bapak sebagai pengasuh Claressa."

Lalu, Abraham menganggukkan kepalanya dengan kaku. "I think she's my assistant."

"Oh!"

Untuk pertama kalinya, Abraham mendengar suara Tadataka Yamada dengan intonasi yang terdengar ramah. Ia tampak menyenggol sekretarisnya dan berkata dengan tawa.

Abraham mengernyitkan dahi, sedang Elena tampak tersipu.

"Doomo arigatoo gozaimasu."

[Terima kasih banyak.]

Tadataka Yamada menarik napas panjang. Mereka terlibat percakapan dan Elena dengan segera menerjemahkannya dalam bahasa Indonesia pada Abraham.

"Apa saya minta mereka ke ruangan Bapak aja sekarang?" tanya Elena. "Kayaknya mereka udah pada capek duduk di sini, Pak."

Mata Abraham menyipit, tapi ia mengangguk.

Abraham menghela naps lega ketika Elena mengantarkan kedua tamunya itu ke ruangannya. Tak sulit bagi Elena menemukan ruangan Abraham, karena seorang karyawan tampak telah bersiaga turut mengantarkan dua tamu itu ke ruangannya. Dan layaknya seorang asisten sejati, Elena pun turut masuk ke dalam bersama mereka.

Abraham menoleh pada Claressa yang duduk.

"Daddy bisa bawa babysitter-ku dulu," katanya tersenyum. "Aku tunggu Ilona aja di sini."

Abraham tak berkata apa-apa untuk perkataan Claressa.

*

Claressa dengan lincah memainkan jemarinya di layar ponselnya. Setelah menikmati camilan yang disediakan karyawan untuknya, gadis itu kembali melanjutkan permainannya. Ia sama sekali tampak tak terusik walau tak jauh darinya, Dania tampak duduk dengan kesal.

"Kan aku udah bilang, Dan," kata Claressa dengan suara rendah. "Pengasuh aku tu pinter."

Dania mengerucutkan mulutnya mendengar nada ejekan dari perkataan Claressa. "Tapi, tetap aja dia cuma pengasuh."

Claressa menaikkan kedua bahunya sekilas.

"Ting!"

Bunyi lift terdengar. Membuat Claressa mengalihkan pandangannya pada pintu lift yang membuka.

Dari kejauhan terlihat dua wanita melangkah keluar dengan tergesa.

"Hai, Ilona!" sapa Claressa pada sekretaris Abraham.

Ilona yang mengenakan stelan kerja kombinasi blazer dan celana panjang mendekat. Memberikan pelukan dan ciuman lembut di dahinya.

"Mana Daddy, Sayang?"

"Di dalam," kata Claressa.

"Astaga!" seru seorang wanita di sebelahnya. "Saya harus segera masuk, Bu."

Ilona mengangguk. "Buruan, Sha."

Natasha menarik napas sekilas. Beranjak dari sana. Tapi, baru kakinya melangkah sekali, mendadak pintu ruangan Abraham terbuka dan suara tawa terdengar.

Langkah Natasha terhenti. Ilona dengan heran mendekatinya. Lalu mereka melihat empat orang keluar dari sana dengan tersenyum sumringah. Mereka saling melakukan ojigi [membungkuk] sebelum akhirnya Tadataka Yamada dan Kazuki Meida beranjak dari sana.

"Oh, Mrs. Darmawan."

Natasha menyambut uluran tangan Kazuki Meida dengan wajah bersalah. Mengucapkan maafnya berulang kali dan mendapati bahwa relasi Abraham itu tampak tak tersinggung karena keterlambatannya.

Hingga saat kedua tamu itu akhirnya pergi, Natasha kembali mengucapkan maafnya pada Abraham.

"Maaf, Pak. Saya tidak tahu kalau rapat selesai lebih cepat."

Abraham mengangguk. "Tidak apa-apa. Ini semua di luar rencana. Lagipula kamu kan memang saya minta untuk mengerjakan hal lain sebelum mendampingi saya menemui mereka."

Natasha menghela napas lega, lalu melirik pada Elena dengan tatapan tak yakin. Tadi, ketika Tadataka Yamada dan Kazuki Meida keluar dari ruangan Abraham, ia dengan jelas mendengar wanita itu berbicara pada mereka dengan bahasa Jepang yang fasih.

Tak yakin dengan pakaian yang dikenakan Elena, dengan memberanikan diri Natasha bertanya. "Penerjemah Bapak?"

Abraham tergugu mendapati kebingungan pada Natasha dan Ilona. "Oh, ini..." Ia mengusap dahinya dengan jari telunjuk. "Ehm..., memang dia yang membantu pertemuan dengan mereka tadi."

Elena tersenyum dan mengangguk sekali dengan ramah. "Saya Elena."

"Natasha."

"Ilona."

Elena mengerjap ketika mendapati Ilona yang merupakan sekretaris Abraham tidak seperti dugaannya tadi. Ternyata seorang ibu paruh baya, pikirnya.

"Ini karyawan kita, Pak?" tanya Natasha. "Atau penerjemah lepas?"

Elena meringis.

"Dia pengasuh Claressa," jawab Abraham lemah.

Mata Natasha dan Ilona sama membesar. Lalu berpaling pada Claressa yang terkekeh.

"Pengasuh aku hebat kan? Hahaha."

Elena menggaruk tekuknya.

"Tadi situasinya benar-benar mendesak," kata Abraham. "Mereka sudah ingin pergi dan reschedule meeting yang sudah dijadwalkan." Ia beralih pada Elena. "Beruntung ada Elena."

Gadis itu terlihat risih ketika mendapati Ilona dan Natasha menatapnya dengan intens dari atas hingga bawah.

Ilona mendekatinya seraya bersidekap dan menyipitkan matanya. "Kamu pengasuh Claressa?"

Elena mengangguk. "Ehm, pakaian saya ini karena tadi saya ke sekolah Nona sebagai wali untuk pentas seni Nona."

"Bukannya katanya tadi Bapak ke sekolah Claressa untuk ngeliat penampilan Claressa?"

Dari tempatnya, Claressa berseru. "Iya! Tadi Daddy datang kok."

Ilona angguk-angguk kepala. "Ngomong-ngomong, Bapak pinter nyari pengasuh untuk Claressa ya?"

"Huuukkk!"

Mata Elena berkedip-kedip.

"Well well well." Ilona tersenyum. "Melihat pengasuh seperti ini, saya sekarang nggak yakin sebenarnya pengasuh yang dicari itu untuk Claressa atau siapa."

*

tbc...

nantikan kelanjutan petualangan cinta kita guys...

mudah-mudahan malam ntar bisa up... jari-jari aku pada pegel 😂😂😂

Jadi, pada tau ya sekarang... Waktu Elena ngumpat kemaren Abraham tau atau ga 🤣🤣🤣

pkl 14.28 WIB...

Bengkulu, 2020.03.31...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro