Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Salam Perkenalan

part 3 otewe guys... 😁😁😁

lapak kita belum panas ini... dan marilah kita panaskan 🔥🔥🔥 hahahha

===========================================================================

"Ini kamar yang akan Anda tempati selama bekerja di sini. Semua perlengkapan sudah tersedia. Satu kasur springbed nomor 3, lemari pakaian kayu jati asli ukuran dua pintu, kamar mandi pribadi. Silakan ikuti saya. Nah! Ini kamar mandinya. Semua perlengkapan mandi pun sudah tersedia. Beberapa pakaian santai yang saya harapkan cocok dengan ukuran tubuh anda. Meja rias, meja tulis untuk beberapa situasi bila anda membutuhkannya, satu televisi layar datar ukuran 32 inchi, dan juga pendingin ruangan. Apa menurut anda ini sudah cukup? Mungkin anda memerlukan hal lainnya?"

Elena hampir lupa untuk menutup mulutnya. Ini aku bakal ngasuh anak manusia atau ngasuh anak Sultan sih sebenarnya?

Gelegapan, akhirnya Elena bisa mengatur napasnya. Ia menatap Pak Zulman di sebelahnya. Pria berumur itu memiliki rambut yang telah diselipi beberapa helai uban. Tapi, penampilannya terlihat begitu rapih, gagah, dan sopan.

"I-Ini beneran kamar saya, Pak? Saya merasa ini sedikit berlebihan."

Pak Zulman mengangguk. "Tentu saja ini kamar anda. Bukankah ini hal yang wajar untuk diberikan pada lulusan terbaik IPB tahun 2012? Terutama sebagai alumni LPDP ketika meraih gelar master, bagaimana mungkin ini adalah hal yang berlebihan?"

Elena sekuat tenaga menahan keinginan hatinya untuk mengaruk kepalanya dengan kelima jarinya. Memangnya apa hubungannya tamatan terbaik IPB dan alumni LPDP dengan lowongan pekerjaan sebagai babysitter?

"Tuan saya ingin yang terbaik untuk putri tunggalnya," kata Pak Zulman seperti bisa menerka kebingungan yang tercetak dengan sangat jelas di wajah Elena. "Dia ingin Nona Claressa diasuh oleh wanita yang secara emosi dan intelektual bisa diandalkan. Karena pada dasarnya pengasuh adalah pengganti kehadiran ibu dan seperti yang kita ketahui bahwa ibu adalah sekolah pertama untuk setiap anak-anak, maka Tuan saya mengharapkan bisa mencari pengasuh yang tepat untuk putrinya."

Elena manggut-manggut. Ini sepertinya bener deh kata Rinda. Pengasuh sekaligus guru private. Tapi, it's okay. Masih enak ngajar anak-anak, dari pada tiap saat keciprat minyak panas.

"Jadi, kapan saya mulai bekerja, Pak Zulman?"

Pak Zulman membawa kedua tangannya ke depan badan dan tersenyum ramah. "Malam ini anda sudah bisa tinggal di sini dan mulai bekerja."

Elena syok. "What?"

*

"Dengar, Rin. Ini berasa kayak aku lagi jadi Ethan yang mendadak mengalami Mission Impossible. Ini beneran kayak yang impossible banget tau nggak sih?"

"Jadi serius kamu kini udah di sana?"

"Yuhu. Setelah dia ngomong gitu, aku diantar sama supir di sini ke kos buat ambil barang-barang keperluan aku."

"Ya salam. Berarti kos sebelah aku kosong deh jadinya. Dan kamu beneran nggak pulang malam ini? Langsung kerja?"

"Iya."

"Nggak ada yang mencurigakan, Len?" tanya Rinda. "Sajen di depan pintu? Bawang putih atau batang padi gitu yang melintang di ventilasi jendela kamar kamu?"

Kedua bola mata Elena berputar-putar dramatis. "Dikira warteg pesugihan apa?"

"Ada mendadak ngeliat kamar aneh di pojokan nggak? Nuansa hitam gelap buat sesembahan?"

Elena merenung. "Kayaknya sih nggak ada. Yang ada cuma gudang di halaman belakang." Seketika bulu kuduk Elena meremang. "Nggak mungkin ada alat-alat tukang di sana kan? Ntar aku kena siksa kayak Hostel 3 lagi."

Gadis itu meneguk ludahnya kuat-kuat.

"Tenang, Len, tenang," ujar Rinda di seberang sana. "Seberapa banyak kamu masih mengingat gerakan praktis beladiri kamu dulu?"

"Nggak terlalu banyak," kata Elena. Ia memandang ke sekitar kamarnya. "Jendelanya pake terali, Rin. Tapi, kalau beruntung kayaknya kursi di kamar aku dari kayu yang kuat."

"Oke, semoga kamu masih idup sampai besok ya."

"Doa kamu benar-benar hebat."

Elena meletakkan ponselnya kembali di atas nakas. Seperti instruksi dari Pak Zulman tadi, setelah Elana membersihkan diri, ia langsung mengenakan seragamnya. Warna seragamnya merah muda. Kombinasi antara celana panjang dan kemeja dengan potongan lengan setengah. Beruntung, ukurannya pas di tubuh Elena yang terbilang tidak terlalu tinggi itu.

Ia berdoa di dalam hati. Semoga ia bisa bekerja dengan baik. Bukannya apa. Ia harus realistis bahwa ia benar-benar membutuhkan uang dalam jumlah yang tidak sedikit. Dan gaji sepuluh juta beserta bonus yang bisa dibilang akan ia terima bersih –mengingat keperluannya benar-benar ditanggung- terasa begitu menggiurkan bagai mukjizat yang diterima para Nabi.

Dan sekarang, Pak Zulman sudah mengajak Elena untuk pergi menaiki lantai dua rumah itu.

Sepanjang perjalanan, karena tadi Pak Zulman memang hanya mengajak dirinya berkeliling di lantai bawah, maka Elena memanfaatkan momen tersebut untuk sekaligus mempelajari keadaan sekitar. Saat ini jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam dan suasana terasa hening.

"Di sini kamar Nona Claressa" kata Pak Zulman.

Elena menoleh pada pintu kamar yang ditunjuk.

"Mari," kata Pak Zulman seraya membuka pintu kamar itu dan mengajak Elena masuk. "Nona Claressa, ini pengasuh Nona yang baru."

Elena melihat seorang gadis cantik berambut pirang yang sedang terbaring di atas kasur. Ia tengah menikmati tontonan seraya menikmati beberapa camilan di sebelahnya. Satu kakinya berada di atas lutut kaki lainnya yang ia tekuk ke atas. Lalu, ia menoleh.

"Siapa namanya, Pak?"

"Elena, Nona."

Claressa melirik Elena. "Halo, Elena."

*

Elena meneliti gadis kecil yang akan menjadi majikannya itu. Anak yang manis. Rambut pirang berkilau layaknya bule. Dan matanya yang kelabu membuat Elena terkagum-kagum. Terutama ketika Claressa bicara, satu lesung pipi hilang timbul di pipinya. Wah. Gadis kecil yang sempurna, pikir Elena. Dari fisik yang cantik dan kehidupan yang mewah. Diam-diam Elena meneguk ludahnya. Terkadang Tuhan memang seperti ini. Bukannya tidak bersyukur sih. Tapi, kok ya udah cantik eh kaya lagi. Lah aku? Wajah dan keuangan sama bikin ngelus dada.

Setelah Pak Zulman memperkenalkan Elena pada Claressa, gadis kecil itu menyuruh Pak Zulman untuk meninggalkan mereka berdua. Dan sekarang, ia tengah mengamati Elena. Mereka melakukan hal yang sama ternyata.

Mata kelabu Claressa mengamati Elena dari atas hingga bawah. Seolah sedang menilai kelayakan Elena untuk menjadi pengasuhnya.

"Udah pernah jadi babysitter sebelumnya?"

Pertanyaan Claressa langsung dijawab oleh Elena. "Belum, Nona."

Claressa manggut-manggut. Ia mengembangkan senyum yang lebar. Lalu, menepuk tempat di sebelahnya. "Sini."

Elena menatap ragu ketika Claressa memintanya untuk duduk di kasur empuk itu. Tapi, ketika Claressa masih tersenyum dalam upaya meminta, akhirnya Elena mengikutinya.

Ia duduk dan Claressa langsung meraih tangannya. Wajahnya mendadak tertekuk dan suaranya lirih berkata.

"Aku harap kamu mau menjadi teman aku, Elena."

Elena mengerjap-ngerjap menangkap nada pada suara itu.

"Aku kesepian. Nggak ada yang mau berteman dengan aku."

Lalu, ketika Claressa mengangkat wajahnya, Elena seketika terkesiap. "Nona kenapa menangis?"

Claressa mengatupkan mulutnya. "Ketika aku melihatmu, aku berharap semoga kamu babysitter terakhirku. Aku nggak tahu kenapa orang-orang selalu mengatakan kalau aku anak yang nakal."

Mata Elena seketika membulat. Tak percaya bahwa ada orang-orang yang mengatakan anak semanis ini adalah anak nakal.

"Saya akan berusaha semampu saya untuk mengasuh Nona. Saya akan menjadi teman Nona. Tenang saja, Non."

Air mata Claressa menetes. Lalu, yah Elena sontak saja memeluk tubuh gadis itu. Mengusap kepala dan punggungnya berulang kali.

"Sabar ya, Nona. Saya akan menjadi pengasuh dan teman yang baik untuk Nona."

Claressa tersenyum tipis. "Aku harap kamu yang mau bersabar denganku, Len. Aku takut kamu pergi seperti pengasuh-pengasuh yang dulu."

"Tenang, Nona. Saya tidak akan seperti itu."

Claressa menarik tubuhnya dari pelukan Elena. "Benar? Janji?"

Elena mengangguk. Dengan tatapan sedih ia mengusap air mata Claressa. Gadis yang malang. Anak ini masih kurang kasih sayang orang tua. Oh, lupakan kecantikan dan kekayaan. Ternyata aku lebih beruntung karena memiliki orang tua yang peduli.

"Terima kasih, Elena. Aku harap apa pun yang terjadi kamu nggak akan pergi."

"Saya berjanji, Nona." Elena berkata dengan tegas.

Claressa tersenyum. "Ngomong-ngomong, bisa ambilkan tissue di kamar mandi? Hidungku tersumbat."

Elena bangkit. "Sebentar, Nona."

Dengan segera Elena beranjak. Berjalan menuju ke kamar mandi. Membuka pintu itu, masuk dan-----

"AWWWW!!!!"

Elena terpeleset cairan licin yang membuat tubuhnya terbanting tak berdaya di lantai. Kepalanya terbentur dan sontak membuat gadis itu kesakitan.

"HAHAHA!!!"

Bola mata Elena berputar ke atas. Kepalanya terasa pening dan tubuhnya terasa pecah berkeping-keping.

Di atas kepalanya, Claressa bersidekap seraya tertawa. "Gimana rasanya terpleset?" tanyanya. "Aduh! Pasti sakit ya?"

"Nona?"

"Hahahaha." Sekejap kemudian, tawa Claressa berubah cibiran. "Lain kali, kalau kamu berani memeluk aku, kamu bakal dapat yang lebih parah dari ini! Enak aja aku dipeluk cewek miskin!"

Jantung Elena seketika berdebar kencang. Ketika tangannya berusaha meredakan sakit di pinggangnya, Claressa kembali berkata.

"Dasar cewek bodoh!" sengitnya ketika berkata. "Kamu pikir aku benar-benar mau nerima pengasuh kayak kamu? Jangan mimpi!"

Lalu Elena melihat bagaimana Claressa yang masuk ke kamar mandi dan tanpa diduga meraih seember air untuk kemudian disiramkannya pada Elena!

Elena mengap-mengap mendapati tubuhnya seketika basah.

Claressa tersenyum mengejek. "Jadi gimana? Masih bisa janji nggak bakal pergi?"

*

tbc...

pkl 10.48 WIB...

Bengkulu, 2020.03.17...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro