Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Pembagian Tugas

Anyyeeeoong semuanya... berjumpa lagi pagi ini di lapak ini...

btw. aku ucapkan terima kasih buat kalian semua yang ketawa ngakak di part sebelumnya... setelah aku perhatikan, ternyata pembaca lapak aku ini semacam golongan orang yang suka ngeliat tokoh utama kena sial... kalian kejam, Pemirsah! 😂😂😂🤣🤣🤣

tapi, gapapa lah... daripada kita yang sial, mending Elena aja deh ya... hahahhah 😅😅😅

jadi, selamat menikmati... 🤗🤗🤗

===========================================================================

"Sebaiknya kamu segera mengemasi barang-barang kamu. Lebih baik kamu pergi dengan sendirinya daripada harus diusir."

Glek.

Wajah Elena memucat. Apa ini artinya aku akan kehilangan pekerjaan senilai lima belas juta? Tidak sampai seminggu aku harus bertukar pekerjaan sebanyak tiga kali? Yang benar saja!

"Kamu nggak bakal diusir, Len!"

"Non..." Elena melirih pelan.

Dania mendekat. "Pengasuh nggak ada sopan santun seperti dia nggak boleh dekat-dekat dengan kamu, Sayang. Besok kita cari pengasuh lainnya," katanya. "Pak Zulman!"

Claressa bangkit dan berdiri di tengah kasur. Elena yang terduduk terpaksa menengadahkan kepala menyaksikan Claressa yang bersidekap dan menatap tajam pada Dania. Tak lama kemudian, ia melirik sekilas pada Pak Zulman yang datang dan berdiri di belakang Dania.

Dania menunjuk Elena dengan jari-jari tangannya yang lentik. "Pengasuh itu dipecat. Pokoknya usir dia dan besok cari pengasuh yang lain."

Pak Zulman memandang Elena yang memasang tampang frustrasi tak berdaya.

"He-he?" Claressa menatap Pak Zulman. "Berani mecat pengasuh aku?"

Pak Zulman meneguk ludahnya.

"Sayang," kata Dania sembari melangkah mendekat. "Kamu nggak dengar bagaimana pengasuh itu nyebut Daddy kamu dengan panggilan nggak sopan? Ya Tuhan. Aku sampe syok dengarnya, Sa. Dia benar-benar nggak berpendidikan."

Elena mengatupkan mulutnya rapat-rapat. Mencegah umpatan meloncat keluar dari lidahnya.

"Yang Elena bilang memang benar kok!" tukas Claressa yang membuat Dania membulatkan matanya. "Daddy memang menakutkan, persis kayak Bapak Tirex yang sedang nyari mangsa."

"Wah!" Dania berpaling pada Pak Zulman. "Lihat apa yang kamu lakukan? Gimana bisa kamu nyari pengasuh seperti ini untuk Claressa?!"

Claressa mendengus seraya menarik bantal dari tangan Elena. Tanpa ada aba-aba, bantal itu seketika melayang dan menghantam belakang kepala Dania.

"Claressa?" Dania mengusap kepalanya. "Kamu ngelempar bantal ke aku?"

"Ya! Terus kenapa?" tanya Claressa menantang dengan dagu yang terangkat tinggi. "Mau nyoba dilempar pake vas bunga kayak Indah kemaren?"

Pak Zulman menatap Elena, mengerutkan dahi dan mengirimkan isyarat pada gadis itu. Seketika Elena berusaha meraih tangan Claressa.

"Non..."

Claressa menarik tangannya lepas dari raihan Elena. "Kamu pikir kamu siapa? Seenak kamu aja mecat pengasuh aku. Ngomong pengasuh aku nggak berpendidikan." Mata Claressa menatap tanpa kedip pada Dania. "Memangnya kamu nggak tahu gimana Daddy nyari pengasuh buat aku? Dia harus menguasai minimal tiga bahasa! Harus pintar! Kamu kuliah di mana, Len?"

Elena meneguk ludahnya. "IPB dan di Tokyo, Non."

"Uang sendiri?"

"Beasiswa, Non."

"Ckckckck." Claressa berdecak. "Wah! Sudah cantik, pintar lagi. Beda kan sama kamu?!"

Dania menghirup napas panjang. Menanamkan dalam benaknya bahwa itu hanya ucapan kosong anak kecil. Dirinya cantik, siapa pun tahu itu.

"Dania," kata Claressa lagi. "Kamu tuh bukan siapa-siapa di rumah ini. Cuma cewek nggak tahu malu yang sering ngekorin Daddy ke mana-mana."

Elena dan Pak Zulman sama-sama menganga.

"Non, mau nonton Barbie nggak?"

"Nona Dania apa mau minum?"

"Apa Nona mau kita jalan-jalan ke mall lagi? Kita cari pernak-pernik lagi."

"Nona Dania mau camilan? Kebetulan Bu Siti baru saja selesai membuat puding buah."

Baik Claressa maupun Dania tak ada yang menghiraukan perkataan Elena dan Pak Zulman yang berusaha mencairkan suasana. Mereka masih menatap satu sama lain dengan ketajaman yang mampu membuat silet merasa tersaingi, alih-alih berdamai.

"Claressa..." Dania mendesiskan nama itu dengan begitu dalam. Mencoba untuk tetap tersenyum. "Aku calon ibu kamu, Sayang. Mau nggak mau kamu harus nerima itu."

"Dalam mimpi? Daddy aku pun nggak suka sama kamu!" bentak Claressa. "Jadi, jangan kayak penguasa di rumah ini."

Dania menghirup napas panjang.

"Sekali lagi kamu sok mau mecat Elena," kata Claressa seraya memelototkan matanya, "awas aja kamu. Entah apa hak kamu sampe mau mecat Elena? Yang ngasih gaji juga bukan kamu, tapi sok mau mecat. Daddy yang ngasih gaji ke Elena aja nggak ada sibuk mau mecat dia."

Dania mengembuskan napasnya. "Pak Zulman," lirih Dania dengan suara bergetar. "Abraham ke mana?"

Pak Zulman menunduk ketika menjawab. "Tuan sudah pergi ke kantor lagi, Non."

"Apa?!"

Claressa tertawa. "Nah! Lihat! Kalau kamu calon ibu aku, nggak mungkin banget Daddy pergi sendirian nggak ngomong ke kamu! Hahaha."

Elena mau tak mau menunduk demi menyembunyikan senyum gelinya.

Dengan menahan geram, Dania akhirnya pergi dari sana. Begitupun dengan Pak Zulman setelah memastikan bahwa semua telah membaik.

"Non. Terima kasih."

Claressa membanting bokongnya di kasur. "Tenang aja, Len. Aku udah biasa ngadapin Dania yang keras kepala itu. Udah terlatih."

Elena berkali-kali menghirup napas panjang demi mendamaikan lagi perasaannya yang kacau karena kejadian tadi. Terutama ketika Abraham menatapnya tak berkedip. Jantungnya benar-benar seperti ingin melompat dari tempatnya.

"Tapi, tadi itu benar-benar buat saya takut, Non, kalau-kalau Nona Dania benar-benar mau mecat saya."

"Hei!" Satu tangan Claressa melambai di depan wajah. "Dia nggak bisa mecat kamu. Paling yang bisa dia lakuin ya cuma bentak-bentak sok hebat kayak tadi. Dia nggak ada hak buat mecat kamu. Kamu itu kerjanya sama aku, bukan dia."

"Tapi, tetap aja buat takut, Non." Elena meremas kedua tangannya. "Apalagi kalau dia beneran jadi ibu Nona, bisa mampus saya."

"Daddy nggak mungkin mau sama Dania."

"Iya?"

Claressa mengangguk yakin. "Sebenarnya, Len. Walau Daddy suka marah-marah ke aku, tapi aku dan Daddy punya banyak persamaan."

Elena melihat Claressa yang bicara dengan penuh keseriusan.

"Termasuk dengan selera," kata Claressa angguk-angguk kepala. Wajahnya terlihat begitu serius dengan tatapan mata yang menyiratkan keyakinan tak terbantahkan. "Dania itu bukan selera aku, jadi udah pasti juga bukan selera Daddy."

"Ooooh..." Elena manggut-manggut. "Tapi, walau bukan selera Tuan... sepertinya Nona Dania memang beneran suka sama Tuan."

"Jelas dong, Len! Apa kamu nggak liat Daddy cakep gitu?"

Elena mengerjap.

"Ganteng kan?"

Elena masih mengerjap-ngerjap pada Claressa.

"Di antara temen-temen aku, cuma aku yang punya Daddy ganteng, Len. Bintang film kalah gantengnya dengan Daddy." Claressa berkata seraya menyeringai. "Daddy tinggi, hidungnya mancung, matanya bagus, ckckckck. Iya kan? Ganteng kan?"

Elena mendehem pelan. Membayangkan sosok Abraham di benaknya. "Ehm..." Lalu angguk-angguk kepala. "Iya sih...."

Claressa menjentikkan jari tengah dan jempolnya hingga berbunyi. "Tuh kan. Daddy memang ganteng. Makanya itu, aku harus berusaha menjaga Daddy biar nggak diambil sama dia."

Elena meneguk ludahnya. Dia sama sekali tidak pernah berada di posisi anak yang memiliki orang tua tunggal berupa ayah yang tampan rupawan, jadi dia benar-benar tidak tahu apa yang dipikirkan Claressa.

"Kamu mau ngebantu aku biar Dania nggak dekat-dekat dengan Daddy?"

Wajah Elena seketika melongo. "Nggak ah, Non. Saya nggak mau cari gara-gara dengan cewek. Apalagi seperti Nona Dania. Kaget saya karena tadi dia marahin saya aja belum ilang."

Claressa memicingkan matanya. "Memang, kadang-kadang Dania merepotkan. Apalagi karena dia itu termasuk ke dalam golongan cewek pendendam."

Elena mengerucutkan bibirnya. "Tuh kan... Hidup saya berarti terancam dong. Saya nggak mau ketemu Nona Dania lagi."

"Tenang, Len," kata Claressa tersenyum. "Kita bagi tugas saja."

"Tugas apa, Non?"

"Aku sudah biasa ngadapin Dania. Jadi, kalau ada dia mau ngapa-ngapain kamu, biar aku yang ngadapin. Masalah gampang itu mah."

"Wah! Makasih, Non, makasih."

Claressa tersenyum lebar. "Tapi, sebagai gantinya kamu jangan lupa buat ngurusin dan ngejaga Daddy ya?"

"Eh?"

"Dari memastikan Daddy datang ke pentas seni sampai buat Daddy nggak suka marah-marah lagi. Dan yang paling utama menjaga Daddy dari pengaruh Dania."

Glek.

"Yang benar aja, Non."

Claressa memasang tampang polos khas anak kecil. "Kamu mau ngadepin Dania atau Daddy?"

"Ngadapin Nenek Sihir atau Bapak Tirex?" Elena meneguk ludahnya berkali-kali. "Ini mah sama aja kayak memilih mau mati ditusuk pisau atau dilindas mobil."

Kedua tangan Claressa naik dan bersidekap. Bibirnya menyunggingkan senyum licik yang telah lama dilupakan oleh Elena.

Astaga!

Sepertinya Elena harus mencatat judul besar di benaknya. Bahwa yang ia asuh adalah anak Tirex! Ternyata otak Claressa tidak bisa diremehkan!

*

"Nona Dania sudah pergi, Tuan. Tadi memang sedikit ada kekacauan dan Nona Dania meminta saya untuk memecat Elena."

Abraham menarik napas mendengarkan penjelasan Pak Zulman.

"Tapi, Nona Claressa langsung memarahi Nona Dania dan mengatakan agar dia tidak macam-macam dengan Elena."

Satu alis Abraham naik. "Claressa mengatakan itu?"

"Iya, Tuan."

Untuk beberapa saat, Abraham hanya termenung mendengarkan setiap perkataan Pak Zulman.

"Oke, terima kasih."

Lalu, Abraham memutuskan sambungan telepon itu. Dan meletakkan ponselnya kembali ke dashboard. Mengabaikan pemberitahuan pesan dari Dania.

Ab, pokoknya kamu harus pecat pengasuh itu.

*

tbc...

ga jadi dipecat, Saudara-Saudara... 😂😂😂

dan seperti biasa, malam ntar jangan ke mana-mana... pantengin notif dari lapak ini... 😘😘😘

pkl 09. 16 WIB...

Bengkulu, 2020.03.29...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro