Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Hal Yang Sulit

Selamat pagi semuanya... weekend nih... btw. gimana kabarnya? mudah-mudahan masih sehat ya... 😁😁😁

lagi-lagi aku minta maaf karena lama update [padahal baru dua hari loh 🤣🤣🤣] cuma biasanya memang aku update tiap hari ya... seperti yang aku bilang kemaren, aku marathon drakor... hahaha... jadi mau nonton Doctor Romantic 2, eh jadi ingat Yoo Yeon Seok kan 😍😍😍, jadi aku nonton lagi yang pertama 😅😅😅 . terus juga kebablasan nonton yang lain-lain... hahahha 🤣🤣🤣

jadi, wajar  ya ga update kemaren... nah, kali ini buat yang nungguin kelanjutan cerita ini, makasih banyak... part 11 spesial buat kalian semua... 🤗🤗🤗

===========================================================================

Ada seorang wanita yang duduk di ruang keluarga ketika Elena dan Claressa telah sampai di rumah. Terlihat begitu cantik dan elegan dengan stelan kerja rok-blazer yang ia kenakan. Terutama karena stelan itu sempurna menutupi lekuk-lekuk tubuhnya yang proporsional. Pun penampilannya semakin lengkap dengan tatanan rambut yang mengesankan wanita-sukses-abad-ini.

"Halo, Claressa cantik!"

Elena melihat wanita itu dan lalu beralih pada majikannya yang berada di sisinya. Terlihat Claressa menjulurkan lidahnya.

"Weeeekkk!"

Elena kaget. "Non, jangan gitu dong."

Bibir Claressa mencebik.

Wanita itu meninggalkan ponsel dan tasnya di meja, lalu beranjak menghampiri mereka. Ia sedikit menunduk ketika bertanya.

"Apa kabar? Aduh, kangen deh. Udah lama nggak ketemu."

Claressa mendengus seraya menarik kepalanya menjauh cepat ketika satu usapan akan mampir ke kepalanya.

"Ngapain kamu ke sini, Dan?"

Ia tersenyum. "Aduh, Claressa. Masih aja manggil gitu. Panggil Tante kek...."

Claressa mencibir.

Ia tersenyum geli. "Atau Mommy juga boleh."

Elena seketika mengerutkan dahi mendengarkan perkataan itu. Ini calon istri Bapak Tirex?

"Uwaaak! Uwaaak!"

"Loh, Non?" Elena segera kaget mendengar suara layaknya orang yang ingin muntah dari Claressa. Dan mendapati itu hanya gurauan anak itu.

"Jangan buat aku mau muntah deh."

Ucapan Claressa langsung membuat wajah cantik itu berubah. Tapi, tak lama karena kemudian ia tertawa kecil.

"Aku nggak mau Uncle Jack nikah dengan kamu. Masa paman sebaik dia harus dapat cewek kayak kamu sih?" tanya Claressa dengan sinis. "Jadi tante aku aja aku nggak mau, apalagi kalau kamu sampe jadi mommy aku. Iiiih!"

Ia menghirup napas panjang. Lalu menegapkan kembali tubuhnya. Mengabaikan perkataan Claressa, ia beralih pada Elena.

"Pengasuh Claressa yang baru?"

Elena mengangguk. "Iya, Non. Nama saya Elena."

"Ough. Nama saya Dania---"

Oh, ini ternyata Dania yang dibicarakan Nona di mobil tadi.

"---dan saya calon ibu Claressa."

"Oh!"

"Jangan percaya omongan dia, Len."

"Eh?"

"Nggak usah malu gitu, Sa."

"Eh?"

"Kalau punya mommy kayak kamu, aku pasti bener-bener malu, Dan."

Elena langsung melarikan pandangannya ke arah lain. Tak ingin melihat wajah memerah Dania gara-gara perkataan Claressa.

"Oh ya," kata Claressa lagi. "Untuk pentas seni sekolah minggu depan, kamu nggak usah datang."

Dania menatap Claressa. "Kalau bukan aku yang datang, terus siapa lagi? Kamu nggak mau kan diejek teman-teman karena nggak ada orang tua yang datang?"

Eh? Elena mengerjap.

"Kali ini Daddy yang bakal datang."

"Nggak mungkin."

"Mungkin." Claressa menjawab dengan penuh keyakinan. Ia menyenggol tangan Elena hingga pengasuhnya ia menundukkan tatapan padanya. "Iya kan, Len?"

Elena meneguk ludahnya.

Mampus deh aku.

*

"Aku nggak suka Dania, Len. Dia itu hanya menginginkan Daddy aja. Dia tuh suka sama Daddy dan aku nggak suka sama cewek yang suka Daddy."

Elena garuk-garuk kepala. "Terus apa hubungannya, Non?"

"Selama ini banyak yang suka Daddy, Len. Ada Rosa, Margaretta, Jennifer, Dewi, ehm... siapa lagi ya?" Claressa tampak berpikir. "Tapi, sebentar dekat terus ngilang. Nah, Dania ini yang nggak pernah nyerah."

"Bagus dong, Non. Artinya dia bener-bener sayang sama Tuan."

Mata Claressa melotot.

"Memang dasar nggak ada mata itu Dania. Masa anak cowok yang dia taksir nggak suka, eh tapi dia masih aja ngebet? Harusnya tau diri dong. Mundur teratur kek." Secepat kilat Elena mengubah kata-katanya. "Bener-bener cewek yang nggak tau malu."

Claressa angguk-angguk kepala. "Dia selalu datang ke pentas seni sekolah. Terus ngomong ke teman-teman kalau dia calon mommy aku. Aku kan malu, Len."

Elena tidak tahu sisi malunya ada di mana, tapi ia memutuskan untuk tetap angguk-angguk kepala.

"Ayolah, Len. Suruh Daddy datang. Aku nggak mau Dani yang datang lagi ke pentas seni. Pleaseeeee..."

"Non..." Elena bingung. "Ini beneran saya mau bantu pun tapi saya nggak tahu jalannya gimana. Tuan bener-bener nggak mau ketemu sama saya."

Claressa cemberut. Tapi, kemudian wajahnya berseri saat satu ide melintas di benaknya. "Aku ada ide, Len."

Elena memandang horor majikannya. Ide apa pun itu, ia yakin bukan hal yang baik.

*

Malam itu rumah sudah dalam keadaan sunyi ketika Abraham pulang dari kantornnya. Banyak hal yang ia kerjakan di kantornya dan ia memang memastikan akan selalu banyak pekerjaan yang harus ia kerjakan sehingga setiap ia pulang maka kesunyian yang menyambutnya.

Langkah Abraham terasa sedikit gontai ketika menaiki tangga dan mengarah pada ruang kerjanya. Sekilas ia melihat melalui ventilasi pintu, kamar Claressa yang telah menggelap. Putrinya sudah tidur.

Ia meletakkan tas kerjanya di atas meja. Sejenak duduk di meja kerjanya. Menarik napas panjang demi mengusir lelah di tubuhnya dan memicingkan mata ketika melihat satu benda asing di depan pintu.

Ia beranjak mengambil benda itu dan mendapati satu surat yang tertuju padanya. Dengan dahi berkerut ia membuka lipatan kertas itu dan membaca.

Dear, Bapak Tirex.

Saya dengan jelas masih mengingat perkataan Pak Zulman yang mengatakan kalau Bapak nggak mau ketemu saya. Bahkan melihat saya pun nggak mau. Nah, karena itulah Bapak menerima surat ini.

Sebenarnya, sederhana. Saya ingin Bapak bisa menghadiri pentas seni Nona di sekolah. Yang saya tahu, Nona sangat mengharapkan kedatangan Bapak.

Acaranya tanggal 2 September, Pak.

Terima kasih.

Abraham tidak percaya dengan apa yang ia baca.

"Ba-Bapak Tirex?" Abraham mendengus.

Lalu, surat itu ia remas menjadi satu bola dan langsunng dilemparnya ke dalam tempat sampah.

*

"Astaga, Len! Aku bisa terlambat ke sekolah!"

Elena panik.

Claressa pun demikian.

Benar-benar pagi yang kacau bagi mereka berdua.

Dengan keadaan kamar yang berantakan dengan kertas yang berhamburan di mana-mana, Claressa dengan tergesa-gesa turun dari tempat tidur. Pun dengan Elena yang baru saja lima menit yang lalu tiba di kamar majikannya.

Mereka berdua kesiangan!

Mengabaikan rambutnya yang tidak sempat disanggul rapi, Elena menyiapkan seragam Claressa.

"Non, karena udah mau terlambat, gimana kalau Nona nggak usah mandi?"

Claressa yang hendak melepas piyamanya melotot. "Nggak mandi? Masa ke sekolah nggak mandi?"

Elena menarik Claressa ke kamar mandi. "Cuci muka dan sikat gigi aja, Non. Ini kita bakal telat ke sekolah."

"Ini kan gara-gara kamu telat ngebangunin aku!"

"Ih! Ini juga gara-gara kita begadang nulis surat buat Tuan," kata Elena tak mau kalah. "Milih nggak mandi atau telat, Non?"

Claressa mengatupkan mulutnya rapat-rapat.

"Tenang aja, Non. Itulah mengapa dunia fashion menciptakan parfum yang wangi tahan hingga dua belas jam," kata Elena tersenyum lebar. "Untuk membantu dalam situasi seperti saat ini."

Claressa mengepalkan kedua tangannya dengan erat seraya berteriak. "Elenaaaa!"

Teriakan Claressa benar-benar membahana hingga membuat kaget semua orang di rumah. Beberapa saat orang menunggu suara benda kaca yang pecah. Tak ada yang bergerak. ART yang tengah membersihkan debu di guci, berhenti. Ada yang tengah mengepel di teras sisi rumah, berhenti. Pun Bu Siti yang menyiapkan bekal di dapur, berhenti. Namun setelah menunggu beberapa saat, tak ada jeritan tangisan ataupun benda kaca yang pecah.

Abraham mengangkat wajahnya. Menatap Pak Zulman yang berdiri tak jauh dari meja makan. "Ada sesuatu yang perlu aku tahu, Pak?"

Pak Zulman menggeleng sekali. "Hanya insiden kecil. Nona dan Elena kesiangan."

Mata Abraham memutar sekali sebelum memejam dengan dramatis. Tapi, tak lama dari jawaban Pak Zulman, Abraham mendengar suara kaki yang melangkah cepat dari atas. Dan----tadaaaa! Claressa duduk di kursinya.

Dengan cepat gadis kecil itu meraih gelas susunya, meneguk isinya hingga habis tak tersisa.

"Len!" teriak Claressa memanggil Elena. Dengan toleh kanan toleh kiri, tangan Claressa terulur mengambil roti sarapannya. "Len, sini! Bantuin aku sarapan dulu."

Abraham menghela napas panjang. "Sa, bisa tenang? Ini meja makan."

"Daddy mau nyiapin aku sarapan? Aku hampir telat."

Pak Zulman mendekat. "Biar saya, Non."

"Aku mau Elena, Pak," cegah Claressa. Tapi, di saat ia tengah menunggu kedatangan Elena, ponsel di saku seragamnya berbunyi. Ia segera mengangkat ketika mengetahui itu dari Elena. "Kok malah nelepon? Sini, bantuin aku sarapan dulu."

Abraham menyesap kopinya seraya melirik Claressa yang menatap dirinya.

"Ah! Iya, aku lupa kemaren kamu udah ngomong kalau Daddy nggak mau ketemu kamu. Ehm.. oke oke... Ada selai coklat kan?" Claressa turun dari kursinya. "Aku ke luar."

Bergegas ia meraih tas ransel dan menyandangnya.

"Biar saya bawakan tasnya, Non," kata Pak Zulman mendekat.

"Nggak apa-apa, Pak. Ini cuma tas. Nanti kalau Elena tahu tas saya Bapak yang bawain bisa abis saya."

Abraham menatap Claressa dengan mata membulat. Dahinya berkerut. Tapi, sebelum bisa bertanya pada Claressa, gadis itu telah lebih dulu berkata.

"Dad, aku sarapan di mobil bareng Elena. Bye."

Claressa berlari meninggalkan Abraham dan Pak Zulman yang sama-sama terdiam.

*

tbc...

untuk part selanjutnya, ditunggu aja ya... malam ntar bakal naik...

pkl 10.17 WIB...

Bengkulu, 2020.03.28...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro