Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Diam Tak Selamanya Emas, Terkadang Justru 'Ciumlah'

selamat malam semuanya... 🤗🤗🤗

cieee yang nungguin part 29 cung tangannya dulu 🙋🏻‍♀️🙋🏻‍♀️🙋🏻‍♀️... hahahha...

jadi, udah siap buat jerit-jerit malam ini? 🤣🤣🤣

ehm... gimana ya ngomongnya..., tapi semoga part ini bisa menghibur deh... hahahha... apalagi dengan judulnya cobaaa... hahahhaha 😂😂😂

=========================================================================

Pergolakan nyatanya juga terjadi di benak Abraham. Dia jelas tidak setenang bagaimana Elena melihatnya. Mau bagaimana pun, dalam kasus ini, Abraham (dan juga para cowok di luaran sana) tetaplah hanya manusia biasa. Merasa kegugupan dan pergolakan adalah hal yang normal. Apalagi ketika itu menyangkut izin dan permisi untuk mencium. Kemungkinan ditolak jelas bisa membuat ia kehilangan muka.

Sudah. Nggak mungkin ditolak. Dia juga mau.

Mau gimana? Nggak liat apa dia ngacir tiap ketemu aku setelah ciuman di mobil itu?

Ah, itu mah permainan cewek. Sok jual mahal.

Lah kalau memang mahal beneran gimana?

Oke! Sederhananya gini. Dia ternyata sering ngomongi kamu ganteng loh.

Dan apa itu menjadi jaminan? Berapa banyak coba cewek yang bilang aktor Hollywood ganteng?

Terus bagaimana dengan kecupan singkat tadi? Dia nggak kabur kan? Dia malah kaku terpesona gitu kan?

Gimana kalau sebenarnya ia nggak bergerak karena terlalu syok?

Ehm, kita buat sederhana seperti pikiran alami cowok. Katakan ke dia kalau kamu mau mencium dia.

Terus?

Lihat reaksinya. Dan kamu yang bisa memutuskan.

Jadi, sebenarnya Abraham juga benar-benar mengambil risiko ketika lidahnya berusaha tanpa getar mengucapkan keinginan hatinya.

"Saya ingin mencium kamu..."

Untuk beberapa saat, Abraham terdiam. Mengantisipasi tiap reaksi Elena sekecil apa pun yang bisa menjadi indikasi penolakan gadis itu. Tapi, hingga menit selanjutnya, Abraham tidak mendapati hal itu.

Tuh kan! Udah dibilangi juga. Dia juga suka kamu, Ab.

Wait wait wait...

Juga? Maksudnya?

Stop! Ini bukan waktunya untuk diskusi segala macam. Itu bibir mau sampai kapan dianggurin? Keburu dingin, Ab!

Ayoh! Kamu buat hangat itu bibir!

Glek.

Jakun Abraham naik turun demi menenangkan gejolak batinnya. Terutama ketika sepasang bola mata bening Elena menatap padanya. Ia bisa merasakan, bagaimana gadis itu gemetar dalam genggamannya. Dadanya pun terlihat dengan jelas naik turun dalam irama napas yang tak beraturan. Semua hal itu, secara ajaib menciptakan satu kombinasi yang membuat Abraham seolah benar-benar hilang arah dan tujuan. Hingga ia menyadari bahwa saat ini di benaknya tak ada hal lain kecuali keinginan untuk kembali menyesap bibir itu. Lalu mencari tahu apakah rasa manis yang kemarin ia rasakan masih terasa atau tidak.

Dan ternyata, masih!

Diawali oleh satu tarikan lembut yang membawa tubuh Elena mendarat di dada Abraham, pria itu melarikan tangan kanannya ke belakang leher Elena. Mengarahkan wajah itu semakin mendekat padanya. Lalu, sentuhan itu terjadi.

Mulanya Abraham hanya menyentuh sekilas bibir Elena. Sekadar ingin memberi sinyal bahwa ia serius dengan ucapannya yang menginginkan ciuman wanita itu atau ingin menjajaki apakah diam Elena benar-benar persetujuan yang tak terucap.

Detik selanjutnya, Abraham tidak perlu berpikir lagi. Ia dengan senang hati membiarkan naluri laki-lakinya yang mengambil alih semuanya.

Bibirnya seketika meraup bibir Elena dalam lumatan dalam, tak menyisakan sedikit pun bagian bibir Elena tersisa tanpa masuk ke dalam lumatannya. Elena terkesiap dan Abraham bisa dengan jelas merasakan bagaimana karena lumatan itu membuat satu tangan Elena sontak terangkat dan menempel pada dadanya. Tapi, tak ada dorongan yang menginginkan sentuhan itu berakhir.

Elena juga menginginkan dirinya.

Ya Tuhan!

Abraham ingin sedikit saja bisa mengendalikan dirinya, tapi jelas tak bisa. Yang ia bisa lakukan hanya membiarkan nalurinya membawa ia ke mana.

Tangan Abraham dengan kokoh menahan leher Elena ketika ia masih menikmati kedua belah bibir Elena di dalam mulutnya. Lalu, perlahan ia menyesap bibir bawah Elena. Mengecupnya dengan pelan seakan itu adalah benda rapuh yang harus hati-hati ia sentuh. Tapi, itu menyiksa. Abraham semakin tak sabaran dan hilang akal ketika dengan gemas menggigit bibir itu.

Elena tersentak, satu erangan lolos dari mulutnya. Dan Abraham tanpa peringatan meloloskan lidahnya yang hangat ke dalam mulut Elena. Merasakan kehangatan yang sama di dalam sana.

Abraham dengan lincah menggoda Elena. Mengusap setiap sisi rongga mulut Elena dengan lidahnya, lalu membelai lidah Elena di dalam sana. Hingga kemudian, Elena merasa rohnya tertarik ketika mendapati bagaimana Abraham dengan begitu sensual menghisap lidahnya.

Tangan Elena sontak meremas kemeja Abraham.

Abraham bertekad untuk menyesap semua rasa manis yang terbit di sepanjang lidah Elena. Menghisapnya berkali-kali. Dan tanpa ampun membuat Elena seolah kehilangan daya dan tenaganya. Membuat gadis itu tak bisa melakukan apa-apa selain berpegang kuat pada pria itu.

Abraham mengerang.

Saat ia merasakan bagaimana pasrah dan membukanya Elena di bawah ciuman yang bertubi-tubi ia rasakan, ia justru semakin merasakan keinginan yang lebih besar untuk mencicipi setiap sudut bibir Elena. Dan Demi Tuhan! Ketika ia merasakan bagaimana kelembutan bibir Elena membalas sentuhannya, ia nyaris benar-benar ingin meledak.

Ia tahu bahwa bibir Elena sepertinya memberikan efek candu pada dirinya. Tapi, ia belum pernah membayangkan bahwa sentuhan balik wanita itu lebih mematikan lagi.

Ia memang merasakan bagaimana Elena pasrah padanya, tapi Elena yang balik menyentuhnya... Wo ho! Itu tak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Satu kecupan yang Elena berikan, membuat Abraham semakin menjadi-jadi. Mengecup, mencecap, melumat, memanggut, dan benar-benar menikmati sepasang bibir itu. Tak menghiraukan berapa lama waktu yang telah ia habiskan dalam aktivitas bibir tersebut.

Pada akhirnya, dibutuhkan kekuatan yang sangat besar hingga kemudian ia menarik diri dari bibir Elena.

Napas keduanya memburu dengan mata yang masih memejam. Seolah tak ada lagi hal indah di dunia ini yang bisa mengalahkan keindahan rasa yang baru saja mereka lalui bersama.

Terengah-engah bagaikan habis lari mengelilingi Monumen Nasional di siang hari, Abraham perlahan membuka mata. Tatapannya pertama membentur sepasang mata Elena yang masih menutup dan dihiasi oleh bulu mata lentik di sana. Lalu, fokusnya turun pada bibirnya yang membuka dengan begitu menggoda. Tampak lembut, merona, dan basah. Perpaduan yang sempurna untuk membuat Abraham kembali hilang akal.

Ough!

Tahu kan betapa Abraham sebisa mungkin untuk selalu memanfaatkan waktu yang ada? Atau kalian masih ingat kan betapa kesalnya Abraham ketika pertemuannya dengan Tadataka Yamada terancam tertunda beberapa bulan yang lalu? Abraham paling tidak suka membuang waktu. Jadi, ia akan memastikan bahwa waktu tidak akan terbuang percuma. Termasuk kali ini.

Abraham lantas kembali menarik Elena dalam rengkuhannya.

*

"Sorry, Len, sorry. Waktu itu aku kebablasan aja ngomong kalau kamu sering ngomongi dia ganteng. Dan lagipula, itu kan memang benar."

Elena menarik napas dalam-dalam. Tenang, Len, tenang. Nanti ada masanya kamu narik Rinda dalam-dalam ke sumur.

"Walaupun itu benar," kata Elena dengan suara dalam, "bukan berarti kamu harus ngomong ke orangnya."

Rinda tertawa kaku di seberang sana. "He-he. Maaf, Len."

Elena mengembuskan napas panjang.

"Eh, tapi si Bapak nggak ngamuk kan?"

Glek.

Kalau ciuman di ruang kerja tadi termasuk ke dalam kategori amukan, ehm... sepertinya dirinya memang kena amuk.

"Ya... nggak ngamuk juga sih."

"Nah! Berarti nggak ada masalah kan?"

Elena memejamkan matanya. Tak berniat meneruskan percakapan tak berguna itu, ia kemudian mengakhiri panggilan tersebut.

Demi melampiaskan rasa frustrasinya, ia membanting ponsel itu di kasur. Lalu, ia juga membanting tubuhnya sendiri.

Elena menjerit di atas kasur. Membiarkan jeritannya teredam sempurna di sana. Lalu, ia bangkit duduk.

"Argh! Elena! Ke mana kamu letakkan otak kamu?" tanya Elena geram pada dirinya sendiri.

"Aku pasti gila!"

Dengan kesal, Elena menarik rambut kesal.

"Bagaimana bisa aku kelepasan kayak tadi?"

"Ya Tuhan!"

"Harusnya tadi aku itu nolak, bukannya malah diam nerima pasrah aja."

Kepala Elena geleng-geleng ketika satu suara di benaknya terdengar.

Bukan pasrah aja kaleee. Kamu ikutan nyium itu bibir kan yeee?

"Aih!"

Sekarang, siapa lagi coba yang mau kamu salahin, Len? Jelas-jelas tadi itu dia pake izin pake permisi.

Ya iya dong. Itu Bapak Tirex udah benar-benar menghargai keinginan kamu sebagai cewek, nanya dulu sebelum nyium.

Tauk deh cowok mana yang masih sempat nanya pas udah kebelet mau nyium.

Elena semakin frustrasi mendengar suara batinnya yang kompak mengolok-olok dirinya.

"Kok aku berasa kayak cewek murahan ya?"

Ehm sebenarnya bukan murahan sih.

Kamu udah jelas-jelas ngasih ultimatum persyaratan untuk dia sebelum nyium kamu.

Oke. Izin dan permisi itu udah jelas menunjukkan kalau kamu ada batasan.

Dan kalau kamu nerima ciuman itu, bukan berarti kamu murahan.

Itu karena kamu juga menginginkan hal yang sama. Salahnya di mana coba?

Lagipula, kan nggak semua cowok kamu perbolehkan untuk nyium kamu.

Udahlah, Len. Terima aja fakta kalau dari awal kamu memang udah jatuh hati ke dia.

Glek.

Elena meneguk ludahnya. Mau menyesali kejadian itu juga percuma.

Jemarinya dengan pelan-pelan naik dan menyentuh bibirnya. Bagian tubuhnya yang satu itu terasa kebas dan bengkak. Cukup menjadi bukti bahwa olahraga bibir tadi terjadi dalam waktu yang tidak singkat. Dibutuhkan waktu yang lama dan intensitas gerakan yang kuat hingga mampu menghasilkan efek seperti itu.

"Astaga!"

Lain kali aku harus bisa nolak, pikirnya.

Tapi, detik kemudian Elena lemas sendiri ketika menyadari sesuatu.

"Pasti bakal sulit," lirihnya. "Dari sekian banyak drama yang aku tonton, sepertinya predikat Kiss Master Yoo Yeon Seok kalah dengan Abraham Rhodes."

Ironis memang, tapi Elena tak bisa menampik.

Abraham tak hanya ganteng, tapi ciumannya benar-benar menakjubkan.

Jelas, bukan hal yang mudah untuk mampu Elena tolak.

Ugh!

Gimana ya ngomongnya. Tapi, rasa-rasanya kalau ada lain kali, Elena tetap akan menerima dengan senang hati.

Malu sih, tapi mau.

*

tbc...

gimana gimana? 😘😘😘

masih bisa napas kan ya? aku pikir ini masih dalam taraf ambang kewajaran... hehehhe...  😂😂😂

pkl 19.09 WIB...

Bengkulu, 2020.04.09...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro