Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

21

Caranya biar sakit tuh gimana ya?

Nggak usah yang parah-parah.

Demam biasa juga nggak apa-apa.

— Jeffrey Gouw

***

"Mau ke mana sih, Bang? Buru-buru amat."

Coky bersungut-sungut saat dilihatnya Jef langsung ngacir menuju ruang ganti usai recording untuk aktivitas promosi salah satu brand yang mengontraknya selesai. Lelaki itu langsung berganti pakaian tanpa mempedulikan Coky yang ada di sana—santai saja melepas kemejanya dan menggantinya dengan kaus biasa. Coky belagak memalingkan muka, bikin Jef berdecak sambil menatapnya lewat pantulan cermin.

"Lebay amat lo, kayak nggak punya aja!"

"Kalau liat badan lo jadi inget udah lama nggak ke gym." Coky beralasan.

"Lagian mau badan lo kotak-kotak juga nggak bakal ada yang lihat gitu, jadi percuma aja." Jef melepaskan anting yang tersemat di salah satu telinganya, menyerahkannya pada Coky. Soalnya benda itu bukan punyanya, melainkan milik sponsor.

"Emang lo ada yang lihat, gitu?"

"Banyak."

"Kirain setelah putus dari Mbak Mawar udah insyaf. Ati-ati, lo punya anak cewek. Lo mau anak cewek lo dibrengsekin cowok?" Tumben omongan Coky benar.

"Nggak bakal." Jef melepaskan salah satu gelang, kemudian kembali memberikannya pada Coky.

"Yakin amat."

"Soalnya ada gue yang jagain—eh anjir, ngapain gue copot jam?! Ini mah punya gue!" Jef berseru sendiri sembari memasang kembali jam tangan yang kaitannya sudah dia lepaskan. Dia melihat wajahnya lagi di cermin, menyibak rambutnya sedikit biar tidak terlihat rapi-rapi amat, lantas meraih kunci mobil dari atas meja rias.

"Lo mau ke mana sih emangnya? Heran, dating ama Mbak Mawar aja dulu nggak seburu-buru ini." Coky tetap kepo.

"Jemput anak gue."

Coky: 

Coky ternganga, menonton Jef ke luar dari ruang tunggu. Di lorong, dia sempat berpapasan dengan beberapa anggota tim kreatif maupun makeup artist yang meriasnya sebelumnya. Mereka agak kaget sebab Jef sudah keluar lagi dalam keadaan telah bertukar pakaian. Jef hanya tersenyum sedikit pada mereka, menembus keramaian dan melenggang pergi tanpa peduli bisik-bisik dari sebagian perempuan yang penasaran, sekaligus merasa nyaris pingsan.

Orang yang bilang senyum tidak bisa membunuh jelas belum pernah melihat senyum berlesung pipi milik Jeffrey Gouw.

Sekolah Sashi sudah sepi ketika Jef sampai. Lelaki itu sengaja tidak turun dari mobil, lebih suka menunggu di tempat parkir. Bukan apa-apa, dia itu kan cukup terkenal. Jef sedang tidak ingin menghadapi para penggemar dari kalangan remaja sekarang, apalagi yang seumur dengan anaknya. Rada ge-er sih karena popularitasnya toh masih kalah dengan anggota boyband dari negeri tetangga yang mepet ke China, tapi tetap, orang banyak mengenalnya.

Sejam lewat, Jef akhirnya mulai kehilangan kesabaran. Dia menelepon Sashi. Tidak diangkat. Menelepon Dery, nomornya sibuk—bikin Jef menduga-duga, apa jangan-jangan Dery sedang sibuk telponan dengan cewek lain dan jika iya, itu berarti peringatan buatnya untuk mulai menyusun rencana supaya cowok brengsek sok ambyar seperti Dery bisa dijauhkan sejauh-jauhnya dari anak perempuannya.

Hasilnya nihil, membuat Jef jadi bingung.

Lelaki itu berpikir sejenak, lantas mengembuskan napas keras dan memutuskan untuk turun dari mobil. Langit sudah redup sebab hari telah semakin sore. Sekolah sudah sepi, bahkan kelihatannya satpam yang berjaga di pos sudah pulang karena pos itu telah kosong. Ragu-ragu, Jef melangkah menuju koridor sekolah. Kelas-kelas telah nyaris kosong sepenuhnya. Jarang ada orang yang terlihat.

Suasananya tidak menyenangkan. Rasanya Jef tiba-tiba terjebak di dalam adegan sebuah film horor berlatarkan sekolah. Konyol sekali. Dia jadi bertanya-tanya, apakah Sashi sudah pulang tanpanya? Sekalipun begitu, masa iya Sashi tidak bilang apa-apa? Pikiran Jef mulai melanglang buana. Otak sinetronnya mengambil alih dan bekerja.

Bagaimana kalau Sashi tengah terjebak di sekolah, di sebuah ruangan yang tak terjangkau sinyal sehingga Jef tidak bisa menghubunginya?

Jef masih termenung sembari berjalan saat kemunculan seseorang dari arah lain koridor mengejutkannya. Dia mengernyit, mengangkat alis saat tersadar itu gadis yang dia cari. Jef memanggil, namun Sashi tidak menoleh. Gadis itu malah lanjut saja berjalan menuju satu arah yang mau tak mau, membuat Jef mempercepat langkah mengikutinya.

"Oy!" Jef memanggil, tetapi sosok yang dilihatnya tetap tidak menoleh.

Rasa penasaran bercampur sebal menggumpal tanpa bisa dihindari dalam diri Jef—yang tak berapa lama, bertransformasi menjadi rasa ngeri berbaur dengan rasa tak percaya kala sosok yang diikutinya menghilang di belakang sekolah.

Reaksi pertama Jef: 

Dia membatu sebentar di tempatnya berdiri sampai seluruh sel dalam tubuhnya memerintahkannya untuk berbalik dan ngibrit sekencang-kencangnya dari sana. Senja sudah menjemput. Langit tak lagi terang, perlahan sudah menggelap dengan semburat jingga di sana-sini. Napas Jef memburu ketika dia masuk lagi ke mobil dan menguncinya rapat-rapat. Secepat kilat, dia mengeluarkan ponsel dan menelepon Sashi.

Kali ini, teleponnya di jawab.

"Hal—"

"LO DI MANA?!" Jef berseru, memotong dengan suara menggelegar yang agak bergetar.

"Ih, apaan sih Om kok pake 'gue-lo'?!" Sashi protes di seberang sana.

Jef mengembuskan napas, merasa merinding saat menyadari sosok yang barusan dia lihat dan dia ikuti jelas bukan Sashi. "Gue sudah memutuskan kalau lo nggak berhenti panggil gue 'Om', gue nggak akan berhenti pake 'lo-gue' sama lo!"

Alasan saja, padahal sih itu hanya refleks karena Jef sedang ditikam kecemasan bercampur ketakutan yang luar biasa tadi. Namun pastinya, dia tidak bisa bilang pada Sashi jika dia takut setengah mati gara-gara habis ketemu setan penunggu sekolah. Bisa-bisa Sashi menertawakannya sampai tujuh abad lamanya.

"Lah, beneran mau dipanggil 'Abah', gitu?"

"Nggak penting!" Jef berujar lagi, masih sekeras sebelumnya. "Lo gimana sih?! Di mana?! Gue jemput nih ke sekolah!"

"Saya udah pulang tadi pake taksi..."

"KOK NGGAK BILANG-BILANG?!"

"Perasaan saya udah nge-chat Om, deh!"

"NGE-CHAT MAH PAKE TANGAN BUKAN PAKE PERASAAN!" Jef nge-gas.

"Nge-gas banget atuhlah si Om! Gendang telinga saya stress nih jadinya!" Sashi mendengus.

"Mana chatnya?! Nggak ada!"

"Belum Om read aja kali... atau jangan-jangan saya di-block?!"

Jef jadi kesal. Jemarinya menari cepat di atas layar ponselnya, mengirim screenshoot chat terakhirnya dengan Sashi. Dilengkapi pula dengan caption "NYOH" pada foto.

"Oh. Gagal deliv. Sori... hehehe..."

"DIHUBUNGIN TADI JUGA NGGAK BISA!"

"Lagi bermasalah koneksinya, Om."

"KALO GINI NGAPAIN GUE BURU-BURU CABUT KE SEKOLAHAN LO!"

"KOK MARAH????" Sashi tercengang dengan respon Jef yang menurutnya berlebihan.

"BODO!"

"Yawes. Bodo-in wae." Entah kenapa, Sashi merasa nge-gas-nya Jef sore ini lucu. Seperti lelaki itu panik karena sesuatu yang tidak Sashi ketahui. Agak beda gitu loh.

"Lo di mana sekarang?"

"Rumah."

"Balik ke tempat gue jam berapa? Apa mau dijemput?"

"Nggak balik kayaknya."

"LOH, KAN SEKARANG GILIRANNYA LO DI TEMPAT GUE?!" Jef yang sudah mulai adem kembali hampir marraaahh.

"Papi sakit. Dia butuh gue."

"Lo kira gue nggak but—" Kata-kata Jef terputus kala dia menyadari apayang hampir dia katakan.

"Om mau ngomong apa barusan?"

"Nggak jadi." Jef berdecak. "Yakin dia beneran sakit? Bohong tuh. Pasti pura-pura sakit biar disamperin."

"Papi tuh nggak kayak Om yang penuh tipu-daya dan muslihat kayak Sengkuni."

"..."

"Om, nggak usah ikut-ikutan sakit juga malam ini. Soalnya saya bukan amuba. Saya nggak bisa membelah diri."

"..."

"Udah ya. Bye."

Telepon tersudahi dan tak berapa lama kemudian, layar ponsel milik Jef menggelap. Dia menarik napas, menekan salah satu tombol di bagian samping ponselnya, menampilkan lockscreen yang memuat foto dua orang perempuan. Keduanya tidak menatap kamera, melainkan tersenyum pada es serut di depan mereka. Foto Tris dan Sashi.

Jef kecewa karena sebetulnya, dia ingin mengajak Sashi nonton film dengannya, namun di satu sisi dia lega sebab gadis itu baik-baik saja.

Langit kini sudah gelap. Matahari telah sempurna beristirahat di peraduannya. Jef menghela napas dalam sembari menyandarkan kepalanya ke sandaran jok mobil. Dia menatap langit-langit mobil sejenak, lalu terpikir untuk mengirim chat pada Jennie.

jeffreygouw

jen.

jenniekartadinata

perasaan gue gaenak.

jeffreygouw

mau nanya doang, jancik.

jenniekartadinata

apa? kalau nanya 'will you marry me', gue block.

jeffreygouw

caranya biar sakit tuh gimana ya?

nggak usah yang parah-parah. demam aja gitu. gimana?

jenniekartadinata

nek wes gendheng ora usah ajak-ajak, cok.

*

Malam yang semarak kembali menyambangi kediaman rumah Keluarga Gouw cabang Prajapati. Sehabis makan malam, Talitha bersama suami dan anak-anaknya berkumpul di ruang keluarga. Tidak ada agenda khusus sih, hanya duduk-duduk sementara anak-anak sibuk dengan urusan masing-masing. Tapi itu kesempatan berharga, sebab jarang sekali mereka bisa mendapatkannya. Apalagi, dalam dua tahun Tamara dan Felix bakal mulai kuliah. Kelihatannya, sepasang anak itu tidak tertarik kuliah di Jakarta. Praktis, Talitha hanya punya waktu dua tahun memanjakan mereka sebelum melepas keduanya ke tanah rantau—mau itu masih di Indonesia, atau di luar negeri sekalian.

"Ma, Mbak Elmira jadi rabi tah?" Erina tiba-tiba membuka percakapan. "Mbak Elmira suka curhat soalnya, dia tuh nggak seneng karo Mas Yuta. Masa mau dinikahin beneran?"

"Jadi. Kita kan udah book tiket segala macam dan langsung berangkat awal minggu depan. Mama aja udah siapin surat izin buat ke sekolahnya Felix sama Tammy."

"Mam, don't call me 'Tammy', that sounds stupid!" Tamara protes sambil cemberut, tetapi matanya fokus pada ponsel.

Felix tidak banyak bicara, sibuk menggiling kerupuk jablay hingga dia batuk-batuk.

"ES TEROOOOSSSSS!" Jajang yang bereaksi pada batuk-batuk anak laki-laki semata wayang.

"Papa, ini sudah 2019 and awakmu still think that ngombe es itu membuat batuk? Jangan sampai Elon Musk mendengarnya, bisa-bisa Papa ditertawakan sampai Mars!" Felix tangkas menukas. "But this kerupuk is sooo good. Mama, aku berencana membawa setidaknya sekoper kerupuk ini untuk stock nanti ketika aku di Jepang."

"Felix—"

"Kenapa, Papa? Jika Papa gelem juga, mari bawa dua koper."

"Felix, jangan kebanyakan makan itu! Ada mecinnya dan itu yang bikin kamu batuk!" Talitha memperingatkan.

"Tidak, Mama—ohok-ohok-ohok—"

"KAN! DIBILANGIN NGEYEL!" Jajang menimpali.

"Pokoknya, besok-besok Mama nggak mau lihat kamu makan itu lagi and of course no. Nggak ada bawa-bawa begituan ke Jepang."

"Mam!"

"I said what I said, Felix Prajapati."

"Gouw!" Felix mengoreksi. "MAM, YOU DON'T NEED TO BE SO CRUEL! Aku butuh kerupuk itu untuk bertahan hidup, Mama!"

Perdebatan yang nyaris pecah antara Felix dan Talitha terinterupsi ketika mereka melihat Tamara cengengesan mendadak sambil tersipu dan memegangi salah satu pipinya dengan sebelah tangan.

"Tamara, apakah kamu sudah mulai gendheng?" Felix bertanya penuh selidik.

"Tidak. Aku hanya barusan chat dengan seseorang."

"Siapa?" Jajang mulai protektif.

"Mas Juan."

"Mas Juan as in that Juanda Sapta Widara?!" Mata Felix membulat.

"IKU SOPO, LE?! Tamara, kamu masih kecil loh ya dan Papa belum kasih kamu izin buat pacaran!" Jajang kini mulai panik. Sudah cukup Erina yang mencatatkan diri sebagai playgirl masa kini Keluarga Gouw. Dia harus menjaga Tamara supaya Tamara tidak mengikuti jejak setan kakak perempuannya.

"Mas Juanda iku lanang seng ditaksir Mbakyu Sashi."

"LAH?" Talitha mengernyit.

"Tamara, don't be so close to him except awakmu iki ready untuk dicabik-cabik karo Mbakyu Sashi!" Felix memperingatkan.

"Aku tidak suka Mas Juan. Aku hanya meminta tolong padanya dan dia setuju. Mas Juan baik sekali. Aku jadi senang."

"Maksudnya?"

"Aku minta Mas Juan bantu streaming MV oppaku karena satu fandom sedang mengejar target buat memecahkan rekor supaya tidak keduluan fandom sebelah. Mas Juan setuju. Dia bahkan mengirimkan screenshoot sedang menonton oppaku. Padahal Mas Juan tidak suka Korea!" Tamara berseru antusias. "Aku senang. Dia baik sekali."

"Oalah, Mama kira apa."

Baru saja lega soal Tamara, jantung Jajang diajak olahraga lagi ketika ponsel Erina tiba-tiba berdering. Erina beranjak, menjawabnya dan bergerak ke ruangan sebelah untuk mendapatkan privasi lebih. Tindakan yang sia-sia, karena kedua orang tua serta dua adiknya langsung kompak mengambil posisi wuenak buat menguping. Erina telponan sambil cengar-cengir dan mainin rambut, bikin kecurigaan Jajang semakin tumpah-tumpah. Begitu Erina selesai menelepon, dengan kecepatan turbo, anggota Keluarga Gouw cabang Prajapati yang lain langsung melesat menuju tempat duduk masing-masing. Mereka bersikap seakan-akan tidak terjadi apa-apa.

"Siapa, Nduk?" Jajang bertanya usai anak sulungnya kembali duduk.

"Teman."

"Konco tenanan, a?"

"Konco aja, Pa. Beneran."

"Syukurlah..."

"Tapi nggak tahu sih kalau nantinya bakal jadi lebih dari konco."

"LAH, PIYE-PIYE?!"

"Santuy, Pa. Nggak usah pake kuah ngomongnya." Talitha mendelik. "Baru kenal apa gimana?"

"Iya. Dia bantuin aku pas Sony gangguin aku di mall."

"Kaya nggak?"

"Nggak tahu. Mobilnya sih biasa aja, di bawah 200 juta kayaknya."

"Yeu... kismin iku jenenge..." Jajang jadi sewot.

"Jamet ora?"

"Ora lah, Ma!"

"At least, de'e dudu jamet koyok Papa." Talitha membela putri sulungnya.

"Lebih ganteng dari Papa."

"Semua orang juga lebih ganteng dari Papa, Nak. Kamu tuh kalau ngebandingin yang kira-kira."

Papa Jamet hanya bisa:

"Dia ganteng. Lucu. Kayak Ray Sahetapy waktu masih muda."

"Wah, baguslah! Biar cucu Mama nanti cakep."

"Mama seneng?"

"Asal kamu happy, Mama wes happy."

Jajang masih salty. "De'e wong endi?"

"Oiya... jadi mau nanya..."

"Apaan?"

"Kalian nggak punya masalah sama orang Batak, kan?"

Keempatnya sontak menatap Erina dan kompak berseru. "WHAT?!"

*

Pada akhirnya, bukan hanya Jo tapi Jennie juga ikut ke Jepang.

Setelah lama menahan kekesalan akibat iklim lingkungan kerja yang kurang kondusif dan bikin stress setengah modar, Jennie melepaskan semua batas kewarasan dan ribut besar dengan bosnya beberapa hari yang lalu. Katanya sih heboh banget. Untungnya, tidak sampai ada atraksi melempar pisau atau membanting panci. Jennie resmi jadi pengangguran sekarang, dengan catatan hitam terkait masalah dalam kontrol emosi dan attitude. Bodo amat. Seperti kata Sashi, Jennie bisa mulai coba meniti karir menjadi youtuber.

Atau menjadi ibu sambung seorang anak perempuan sekaligus pendamping untuk duda keren yang lama tak diguyur cinta.

Mereka berangkat bersama menuju bandara. Beberapa hari sebelumnya, Coky sempat merengek ingin ikut—tapi Jef menolak mentah-mentah. Ogah banget dia membawa Ray Sahetapy KW ke Jepang, menumpang hidup pula padanya. Coky ngambek, tapi paling nanti baik lagi kalau dibawain kue mochi.

Jennie memimpin jalan di depan, dengan dandanan bak sosialita yang menjadikannya serupa model dan koridor bandara adalah catwalknya. Jo dan Sashi berjalan di belakangnya bersama koper masing-masing, bersebelahan. Jef di belakang mereka. Semula, dia santai saja, menikmati perhatian dari orang-orang yang berkomentar dalam bisikan tentang betapa keren dia terlihat dengan kacamata hitam bertengger di batang hidung dan kedua telinga disumpal earphone.

Tapi kok lihat Jo sama Sashi mengobrol sambil berjalan bikin hati panas...

Jef mendengus, berpura-pura menjatuhkan salah satu benda yang dia pegang untuk menarik perhatian Sashi. Sialnya, gadis itu tidak menoleh sama sekali. Dia terus saja berjalan. Jef mendengus, merunduk untuk memungut benda yang dia jatuhkan sebelum kembali menjatuhkan benda yang berbeda. Kali ini, dia sengaja menjatuhkan ponselnya. Bodo amat, nanti bisa beli lagi.

Terkaannya tepat sasaran, Sashi langsung menoleh.

"Oh my God, that's an iPhone!" Sashi mendesis, tanpa sadar menghentikan langkah dan berbalik, berjalan menuju Jef. "Papi duluan aja sama Tante Jennie. Kayaknya tuh orang kebanyakan barang bawaan sampai-sampai ngejatuhin HP-nya."

Jo agak ragu, tetapi akhirnya setuju. "Oh... oke..."

Jef senyam-senyum diam-diam ketika Sashi merunduk di dekatnya, memungut ponsel yang tadi dia jatuhkan dan memberikannya padanya.

"Untung nggak retak!"

"Kalau retak bisa beli lagi."

"Dih, amit-amit. Apa semua bapak-bapak tuh kayak Om Tedra sama Om ya?!"

"Gue bukan bapak-bapak." Jef membantah sembari melepaskan baseball cap hitam yang sedang dia pakai, lalu memasangkannya ke kepala Sashi tanpa bilang apa-apa. "Bawain HP gue. Tangan gue penuh. Nanti jatuh lagi." Jef beralasan, padahal sih maksudnya supaya Sashi tidak jalan jauh-jauh darinya.

Siasat Jef terbukti berhasil. Bukan hanya dia berhasil mengambil alih perhatian Sashi dari Jo, dikarenakan waktu check-in mereka yang berdekatan, dia juga mendapatkan seat yang bersebelahan dengan Sashi. Mereka menggunakan first class jadi tidak butuh waktu lama untuk berpindah dari check-in counter ke lounge tempat keempatnya akan menunggu flight mereka.

Jo dan Jennie sudah berada di sana lebih dulu, sedang duduk bersebelahan sembari mengobrol waktu Sashi dan Jef tiba di lounge.

"Biarin." Jef berujar sambil memegang sedikit baju Sashi di bagian lengannya, menyeretnya seperti sedang menjepit kulit anak kucing. "Udah, lo duduk sini aja. Sebelah gue."

Sashi menurut, walau setelah mereka duduk, Jef bisa melihat bagaimana gadis itu sesekali melirik pada Jo dan Jennie dengan tatapan tidak suka.

"Santai, Jennie nggak akan ngegigit tuh orang."

Sashi refleks menoleh pada Jef yang masih memakai kacamata hitamnya. "Om, ngapain pake kacamata hitam sih?!"

"Kenapa? Keren ya?"

"Kayak tukang pijat."

"Lo nih nggak paham fashion!" Jef menggerutu, tetapi dia melepas kacamata hitamnya. Matanya bertemu dengan mata Sashi.

"Maksudku bukan begitu..."

"Soal lo bilang gue kayak tukang pijat?"

"Bukan. Soal Papi sama Tante Jennie." Sashi menghela napas. "Aku... terbiasa lihat Papi cuma sama Mami. Papi nggak pernah sama siapapun kecuali Mami. Papi selalu ada buat Mami. Mami yang selalu ada di sebelah Papi. Jadi... kalau secepat ini... ada yang ngegantiin Mami... aku nggak bisa..."

Jef mengerjap, merasa disengat cemburu. "Do you think your mother loved him?"

"Siapa?"

"Joshua."

"Of course!" Sashi berseru tanpa berpikir.

"Tapi lo nggak punya adik."

Sashi mengangkat alis pada Jef. "Emang tanda cinta harus selalu bentuknya anak?"

"Well... your Mom and I have you."

Jawaban Jef membuat Sashi tersekat. Cara Jef bicara membuat Sashi terkesan... begitu dicintai. Itu sangat kontras dengan apa yang Jef katakan di hari pemakaman Tris—tentang Sashi yang katanya adalah sebuah kesalahan. Sashi tidak tahu, apakah dia boleh mempercayai apa yang baru saja dia dengar.

Walau dia sangat ingin percaya.

"Kalau gue yang begitu, lo bakal bilang apa?"

Sashi tersentak, kembali ke kenyataan. "Apa?"

"Kalau gue punya pacar atau someday gue nikah sama seseorang, lo bakal gimana?"

"Nikah mah nikah aja."

"Kok beda sih responnya?!"

"Soalnya Papi bukan tukang zina kayak Om."

"DIH, SOTOY!" Jef berseru agak terlalu keras, bikin beberapa orang di sekitar mereka menolehkan kepala. "Gue bukan tukang zina."

"Tante Jennie bilang, mantannya Om banyak."

"Percaya kok sama jancok."

"Eh tapi, Om, boleh nanya?"

"Apaan?"

"Om... pernah naksir sama Tante Jennie nggak selama kalian temenan?"

"Kemarin kan udah dijawab!"

"Itu bukan jawaban yang meyakinkan."

"Emang kenapa lo mau tau?"

Sashi menunduk, menatap pada tangannya, tepat pada cincin yang melingkari salah satu jarinya. Cincin dari Dery. "Nggak apa-apa. Nanya aja. Saya cuma pengen tahu, apa mungkin kita suka sama teman dekat karena udah temenan lama? Tapi kayaknya Om nggak suka sih sama Tante Jennie."

"Kenapa lo mikir gitu?"

"Soalnya... Om nggak cemburu lihat Tante Jennie ngobrol sedekat itu sama Papi."

Jef tidak menyahut, hanya mengembuskan napas dan menelan ludahnya. Dia tidak pernah memikirkan itu sebelumnya, namun sekarang ketika Sashi mengatakannya... entah kenapa... mau tidak mau itu jadi mengganggu benaknya.

Mereka tak lagi bicara, hanya saling diam beberapa lama sampai Sashi membuka tasnya dan mengeluarkan dua kotak susu rasa pisang. Gadis itu memberikan satu pada Jef.

"Nih."

"Apaan?"

"Susu."

"Lo kira gue balita?"

"Mami dan saya suka ini. Saya jadi kebiasaan bawa dua. Tapi sekarang Mami udah nggak ada, jadi saya kasih aja ke Om."

Oke, Jef menyesal sudah bicara seperti itu sekarang.

Dia menerima susu kotak yang diulurkan Sashi, membukanya dan menyedot isinya. Manis. Mereka duduk bersebelahan, kompak menyedot susu dari kotak yang serupa. Keduanya tidak menyadari bagaimana Jo mengawasi kedekatan mereka melalui lirikan yang diikuti helaan napas dalam.

*

Yoyogi Park, Tokyo.

Hari yang Sama.

Hari ini menandai seminggu sejak Elmira Gouw tiba di Tokyo dengan perasaan yang berat.

Jawabannya tentu sudah pasti, karena untuk pertama kalinya, dia berada di sini buat melakukan sesuatu yang tidak ingin dia lakukan. Untuk pertama kalinya sejak dia terlahir sebagai Elmira Gouw, gadis itu menolak keinginan orang tuanya. Dia tidak masalah harus menjalani hampir seluruh hidupnya meninggali jenis kehidupan yang diinginkan oleh ayahnya tapi ini... menikah dengan seseorang yang tidak pernah dia kenal sebelumnya... Elmira rasa dia tidak bisa melakukannya.

Hari ini, sakura masih mekar. Warnanya masih secantik kemarin. Taman ramai, tetapi Elmira telah cukup sering mengunjungi Yoyogi Park untuk tahu tempat mana yang bisa memberinya cukup privasi. Angin sejuk merembus, meniup salah satu sakura hingga lepas dari tangkainya. Elmira mengulurkan tangan, bermaksud menangkapnya. Namun gagal. Sakura itu jatuh di atas rumput, beberapa meter dari tempatnya duduk.

Elmira mengembuskan napas.

Dia tertunduk sejenak, tapi kepalanya langsung terangkat ketika dia mendengar suara langkah seseorang mendekat, lalu berhenti. Elmira refleks menoleh, hanya untuk mendapati sesosok lelaki tinggi berambut hitam sedang merunduk dan memungut sakura yang tadi dia gagal tangkap. Lantas lelaki itu berjalan untuk duduk di sampingnya dan mengulurkan sakura di tangannya.

"Masih di sini?" Elmira bertanya, tidak langsung menerima sakura itu.

"Saya pulang tiga hari lagi."

"Oh..."

"You want this cherry blossom, right?"

"No, you keep it." Elmira menolak.

Namanya Hadrizal Fabrizio. Elmira memanggilnya Dri. Dia orang Indonesia, sedang ada tugas liputan jurnalistik dari tempatnya bekerja untuk menulis sesuatu tentang Jepang dan tradisi hanami. Elmira bertemu dengannya seminggu yang lalu. Waktu itu, dia sedang menyusuri jalan dengan wajah basah usai bertengkar dengan ayahnya. Tanpa sengaja, Elmira menabrak bahu Dri yang sedang membawa kopi. Kopi itu tumpah, membasahi pakaian Dri. Elmira meminta maaf berkali-kali, tetapi matanya yang sembab malah membuat Dri bertanya.

"Are you okay?"

Dan tangisnya malah meledak setelah itu.

Seperti Elmira, kelihatannya Dri suka mengunjungi Yoyogi Park. Mereka bertemu lagi keesokan harinya, kemudian mengobrol. Elmira tahu jika Dri anak bungsu dari dua bersaudara. Latar belakang keluarganya biasa saja. Dia wartawan. Tidak menarik.

Dia lebih banyak diam, terkesan awkward dalam beberapa kesempatan dan jarang menanggapi kata-kata Elmira dengan ucapan, tetapi kehadirannya... bisa bikin Elmira merasa nyaman.

"Jadi... kapan?"

"Lusa." Elmira menjawab singkat.

Hening sejenak sampai Elmira bicara lagi.

"Saya mau pergi. Saya nggak mau menikah sama orang itu."

"Dia... orang Jepang?"

"Ayahnya iya. Ibunya orang Indonesia."

"What's so bad about him? Maksud saya, dia kedengarannya punya penampilan yang bagus, kaya-raya dan sama berpendidikannya seperti kamu."

"I don't love him."

"Orang Jawa bilang, cinta itu bisa timbul karena terbiasa."

"I don't want him."

Dri menghela napas, bingung mau menjawab apa.

"Saya mau kabur, tapi saya nggak tahu harus kabur ke mana."

"Kamu... punya teman?"

"Mereka pasti lebih mendukung keluarga saya." Elmira membalas sendu. "Satu-satunya yang bisa saya sebut 'teman'... saat ini... di sini... mungkin cuma kamu."

Dri tertawa sedikit, maksudnya hanya bercanda ketika dia berujar. "Then, kabur ke saya aja."

Tapi Elmira justru menatap Dri dengan serius dan sebelum cowok itu sempat berkata bahwa segalanya hanya gurau, Elmira telah menanyakan sesuatu yang terlalu gentar buat dia jawab.

"Can I?" 





Bonus -1- 

tedsungreal 

❤️ joice_ms, chan_yeol and 4,509 others

aku karo sad boy™

m_deryaspati tipuan kamera, papa terlihat tinggi 

tedsungreal arep tak block dari kehidupan yo kowe? @m_deryaspati

acacia_t mau ke mana, om? 

tedsungreal mau nyusul calon mantu @acacia_t

sehunsolihunfull hari gini masih ambyar aja. ama ponakan om aja gimana? @m_deryaspati

jeffreygouw jaket lu beli di mana bray @tedsungreal

joice_ms omg bojoku dikomen bintang iklan emih! 

chan_yeol ted, kenapa nyamuk bunyinya ngiiing ngiiing hayoooh? 

tedsungreal ... @chan_yeol

chan_yeol karena menghisap darah! coba menghisap solar, pasti bunyinya breeem breeeemmm 

clara_chan lama-lama papa aku tabrak @chan_yeol

rendy_chan mohon maapkan kelakuan papa saya. btw lagi giveaway iphone mata tiga untuk 25 pemenang syaratnya simpel tinggal follow saya aja. makasih. 


Bonus -2- 

officialcg 

❤️ elegiadamara, felixgouw and 162,098 others 

oh, jadi ini rasanya digitarin bidadari 

elegiadamara love you❤️ 

officialcg minggu depan kesininya pas malem jumat aja ya @elegiadamara

mynameisbambam sekalian zina ya? @officialcg

lililalisa bawa ke kasur udah keseringan. bawa ke pelaminan kapan? 

officialcg eginya yang belummau @lililalisa

felixgouw paklik, ke jepang pora? 

officialcg ora, soalnya calon bulikmu nggak diizinin ikut 

felixgouw yah :( 

officialcg no bulik egi, no paklik

fanscgberanimodar omg cantik banget :( 

haters_egi putus kek 

minyakbuluspapua098 makasih kak james sudah rekomendasiin minyak bulus kita. buat yang mau semok ahoy-ahoy, yuk kepoin IG kita. real testi yakin gede no tipu-tipu sistaaaaaaa







to be continued. 

***

Catatan dari Renita: 

maap telat nih gaes seperti biasa saya adalah mahasiswi tingkat akhir yang mengejar waktu mengumpulkan draft di hari senin mbikos saya sudah harus sidang akhir di pertengahan desember huhu maapkeun. 

yak jadi pilihannya jatuh kepada odoy. 

ahahaha soal coky dan ojun aku no comment kita lihat saja ntar ya. 

btw ini keluarga drama banget aku capek tapi yaudalaya namanya juga kehidupan. 

sekian dariku. 

sampai ketemu di chapter berikutnya dan makasih banyak buat yang udah vote, comment, like, susbcribe wkwkwkwkkw (( apa banget )) 





ciao. 

bonus kak dri. 

Semarang, November 16th 2019 

20.50

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro