Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 6 : Kebenaran

Naruto berjalan memasuki sebuah gedung apartmen tua dan menaiki tangga kayu yang sudah agak lapuk menuju apartemen seseorang yang pernah begitu ia rindukan selama bertahun-tahun.

Tak seperti biasanya, kali ini ia tak melangkah dengan antusias seperti sebelumnya. Pikirannya berkecamuk sejak ia mengemudikan mobilnya dan memutuskan untuk pergi ke rumah Karin. Ia bahkan sedikit memaksakan dirinya untuk menemui Karin karena sebelumnya telah berjanji untuk datang dan membawakan oleh-oleh.

Entah kenapa Naruto kembali terngiang dengan ucapan Sasuke mengenai Karin dan ia mulai ragu untuk menemui wanita itu. Bagaimana jika ucapan Sasuke memang benar dan wanita itu benar-benar 'membuang' dirinya dan berniat memungutnya kembali demi uang?

Di sisi lain, bagaimana jika Sasuke berbohong? Atau jika memang Karin sempat berpikir untuk memanfaatkannya, mungkin saja wanita itu sekarang sudah berubah. Naruto merasa kasihan melihat kehidupan kedua anak Karin yang menurutnya benar-benar buruk, bahkan jika dibandingkan dengan kehidupannya sebelum diadopsi oleh Sasuke.

Naruto berhenti di depan sebuah pintu dan menatap sekeliling sebelum menekan bel. Apartemen itu merupakan apartemen tua yang kurang terawat. Bahkan apartemen itu terletak di pinggir kota dan terletak tak jauh dari distrik kumuh yang terkesan tidak aman.

Pintu terbuka beberapa saat kemudian dan Naruto mendapati Karin dihadapannya dengan mata yang terlihat bengkak. Namun wanita itu segera tersenyum dan menyambutnya dengan ramah.

"Konbawa, Karin-nee," ucap Naruto dengan ramah. Ia menatap sekeliling rumah dan mendapati Shin dan Rika berada di bagian atas tempat tidur susun. Kedua anak itu tersenyum dan melambaikan tangan padanya sebelum bergegas menuruni tempat tidur dengan tangga.

"Shin-kun, Rika-chan," sapa Naruto seraya memeluk kedua anak itu dan mengusap kepala mereka. Ia meletakkan begitu saja dua kantung besar berisi oleh-oleh yang ia beli untuk Karin dan anak-anaknya.

Kedua anak itu tersenyum lebar dan tampak senang dengan kedatangan Naruto. Naruto segera memungut kantung besar yang tadi ia letakkan begitu saja dan memberikannya pada kedua anak Karin.

"Aku membawa oleh-oleh untuk kalian bertiga, nih. Kuharap kalian menyukainya. Aku bahkan membawakan jimat-jimat dari kuil terkenal," ucap Naruto sambil tersenyum.

Karin dan anak-anaknya serempak mengucapkan terima kasih. Anak-anak Karin membawa kantung itu dan mengecek satu persatu isi kantung itu, merasa senang dengan hadiah-hadiah yang jarang mereka terima.

"Aku merasa tidak enak menerima semua ini, Naruto-kun. Seharusnya kau tidak perlu repot-repot membawa begitu banyak oleh-oleh," ucap Karin seraya melirik kedua anaknya sekilas.

"Tidak masalah, Karin-nee.Kuharap kalian bertiga akan menyukai oleh-oleh yang kubawakan."

Karin menatap barang-barang yang dibawa Naruto. Ia yakin Naruto mengeluarkan uang puluhan ribu yen hanya untuk membeli begitu banyak barang untuk dirinya dan anak-anaknya. Ia penasaran bagaimana bisa Naruto membeli banyak barang dan memberikannya dengan mudah. Ia harus berusaha mencari informasi lebih banyak mengenai Naruto dan menentukan langkah yang tepat.

"Omong-omong, tidak apa-apa nih membeli begitu banyak barang untukku? Aku khawatir Uchiha-san tidak suka jika kau memberikan banyak barang untukku."

Naruto menganggukan kepala. Ia bahkan membeli barang-barang itu saat berpergian bersama Sasuke dan lelaki itu sempat keheranan karena Naruto bahkan membeli mainan dan pakaian untuk anak-anak. Sasuke bahkan sempat bertanya dan Naruto menjawab dengan jujur jika ia membelinya untuk Karin dan anak-anaknya. Namun Sasuke tak melakukan apapun dan membiarkan Naruto membeli apapun yang ia inginkan dengan uang saku yang diberikan Sasuke.

"Tidak, kok. Te-" Naruto memutus ucapannya dan segera meralatnya, "Maksudku Sasuke-nii mengijinkanku membeli apapun yang kuinginkan."

"Apapun? Bagaimana jika kau berniat membeli properti?" ledek Karin.

Naruto mengendikkan bahunya. Ia tak pernah berani meminta macam-macam pada Sasuke dan Sasuke selalu memberikan barang-barang berharga mahal padanya. Termasuk ketika Sasuke memberikan sebuah mobil sport mewah yang telah ia gunakan selama beberapa bulan setelah Naruto terus menerus menolak saat lelaki itu menanyakan mobil yang diinginkan Naruto.

"Mana mungkin aku meminta benda-benda semacam itu pada Sasuke-nii. Aku bahkan bukan siapa-siapa," sahut Naruto dengan serius. Ia merasa jika tak seharusnya ia menjawab dengan bercanda mengenai hal-hal semacam ini. Ia tak ingin orang lain menganggapnya sebagai orang yang serakah dan tak tahu diuntung.

"Tapi kau kan anaknya. Dia bahkan langsung bersedia mengadopsimu begitu saja tanpa berpikir. Maka dia pasti sangat menyukaimu, kan?"

Naruto terdiam sesaat. Haruskah ia bercerita sejujurnya pada Karin? Sasuke tak tampak menyukainya pada tahun-tahun pertama ia tinggal bersama lelaki itu. Lelaki itu memberikan penjagaan ketat padanya dan menugaskan seorang body guard yang ia panggil 'aniki' untuk mengikutinya kemanapun dan menemani Naruto berjalan-jalan atau memantaunya.

Sasuke seolah berusaha mempertahankan privasinya dan membangun sebuah 'tembok' yang semakin tebal dan tinggi hingga suatu hari entah kenapa Sasuke menghancurkan 'tembo'k yang ia bangun sendiri dan berusaha mendekatkan diri padanya.

Pertanyaan Karin membuat Naruto kebingungan untuk menjawab. Sasuke tak pernah sekalipun mengatakan 'aku menyayangimu' atau perkataan lain yang sejenis. Ia tak tahu bagaimana perasaan Sasuke terhadapnya meski ia berusaha meyakinkan diri jika Sasuke benar-benar menyayanginya, sebagai seorang anak atau adik setidaknya.

"Kurasa begitu," sahut Naruto sambil tersenyum. Ia berusaha meyakinkan dirinya jika Sasuke setidaknya cukup menyayanginya hingga bersedia merawatnya dan memberikan fasilitas terbaik untuknya.

"Kau nyaman bersamanya, Naruto-kun?"

Naruto menganggukan kepala tanpa ragu. Setiap kali ia membayangkan rumah, maka ia membayangkan rumah yang ia tempati bersama Sasuke. Ia sudah menghabiskan terlalu banyak waktu bersama Sasuke hingga tak ingin berpisah.

"Tentu saja, Dia cukup baik padaku, kok. Tidak usah khawatir, Karin-nee," jawab Naruto sambil mengakhiri ucapan dengan senyuman di wajahnya.

Karin tersenyum namun merasa kesal dalam hati. Ia bertanya seperti ini bukan karena peduli, melainkan ingin mengetahui seperti apa Sasuke di mata Naruto. Ia harus memanfaatkan kesempatan dan memengaruhi Naruto untuk memanfaatkan posisinya sebagai anak adopsi Sasuke dan mendapatkan sedikit harta lelaki itu.

"Syukurlah. Aku khawatir kau merasa tidak nyaman. Kau tahu, dia adalah orang yang sangat dingin menurut kebanyakan orang. Temanku bekerja di perusahaan ayah adopsimu selama bertahun-tahun dan tak pernah sekalipun berbicara dengannya. Katanya, kakak dari ayah adopsimu lebih ramah dibandingkan ayah adopsimu itu."

Naruto mengangguk maklum. Sasuke memang orang yang sangat dingin hingga terasa membekukan bagi orang-orang di sekitarnya yang tak mengenalnya cukup baik. Namun setidaknya Sasuke adalah orang yang cukup hangat bagi Naruto untuk saat in.

"Menurutku dia adalah orang yang cukup hangat ketika orang itu sudah mengenalnya dengan cukup baik. Kalau itdak, mana mungkin dia mau merawatku dan menghabiskan begitu banyak uang untukku?"

Karin menggelengkan kepala, "Bagaimana jika sebetulnya dia juga memanfaatkanmu?"

Naruto terdiam sesaat. Sepengetahuan Naruto, Sasuke malah mengeluarkan uang dalam jumlah banyak untuknya. Memang benar Sasuke menekannya untuk berprestasi di berbagai bidang akademis, namun Naruto adalah orang yang mendapat pujian atas seluruh prestasi yang ia dapatkan. Memang ada orang yang mengagumi kehebatan Sasuke dalam mendidik Naruto hingga Naruto memiliki segudang prestasi di setiap pesta, namun entah kenapa Sasuke selalu menolak pujian dengan mengatakan jika Naruto lah yang telah berusaha keras.

Jika diperhatikan, sebetulnya Karin dan Sasuke saling bertolak belakang satu sama lain. Sasuke jelas-jelas tidak menyukai Karin. Sementara Karin juga sepertinya tidak menyukai Sasuke. Mendadak Naruto menjadi teringat akan satu hal, ia harus memastikan siapa yang bisa ia percaya.

"Kuharap tidak," sahut Naruto sambil tersenyum. "Oh ya, kalau boleh tahu, kapan ulang tahun Shin dan Rin? Aku berencana membelikan kado untuk mereka."

"Ah," Karin tersenyum tipis. Ia membayangkan jika Naruto pasti akan membelikan kado berharga mahal, "Shin tanggal delapan belas Mei, sementara Rin tanggal tujuh belas November."

"Oh, oke. Umur mereka berapa? Aku tak ingin salah membeli lilin yang akan kuletakkan diatas kue," Naruto sengaja berkata seperti itu untuk memancing Karin.

"Ya ampun. Tidak usah repot-repot," Karin berpura-pura merasa sungkan. "Shin sembilan tahun, sementara Rin tujuh tahun."

Naruto hampir menjerit seketika. Bersama Sasuke selama bertahun-tahun membuat Naruto lebih 'menggunakan' otaknya untuk mencari jawaban atas pertanyaannya tanpa disadari oleh sang lawan bicara. Entah kepribadiannya yang mulai terpengaruh oleh Sasuke atau berbotol-botol vitamin untuk otak yang diberikan Sasuke memang berkhasiat hingga membuat kecerdasannya meningkat dan mampu memikirkan cara seperti ini.

Jawaban Karin benar-benar aneh. Naruto masih ingat jika orang tuanya meninggal di awal tahun baru sepuluh tahun lalu. Jika ucapan Sasuke memang benar mengenai sidang selama setengah tahun, seharusnya sidang berakhir di bulan Juli. Sementara jika Shin lahir di bulan Mei, seharusnya Karin mulai hamil di bulan Agustus atau September. Secara tidak langsung Karin telah memberitahu jika ia berbohong mengenai alasannya tidak bersedia merawat Naruto.

Mendadak Naruto merasa benar-benar kecewa pada Karin. Ia tak mengerti mengapa Karin berniat membohonginya dan membiarkan orang tak dikenal merawatnya seolah berniat 'membuangnya' dan kini berniat kembali menemuinya.

"Oke," sahut Naruto sambil melirik jam tangannya. Jam baru saja menunjukkan pukul setengah lima sore, namun entah kenapa Naruto merasa ingin cepat-cepat meninggalkan rumah Karin. Perasaannya terasa kacau.

"Omong-omong aku pulang dulu," Naruto segera bangkit berdiri.

Karin mengernyitkan dahi dengan sikap Naruto yang agak aneh, "Cepat sekali. Kau mau kemana?"

"Aku baru ingat. Aku memiliki janji makan malam dengan Sasuke-nii setengah jam lagi."

"Ah, sayang sekali. Kuharap kita bisa bertemu lagi lain kali."

Naruto mengernyitkan dahi mendengar ucapan Karin. Ia melihat ekspresi wajah Karin yang terlihat agak sedih dan membuatnya bingung, "Kenapa? Tentu saja kita bisa bertemu lagi, kan?"

"Bulan depan aku dan anak-anakku akan pindah."

"Pindah?!" Naruto berseru seketika. "Mengapa kau mendadak ingin pindah, Karin-nee?"

"Gedung apartemen ini akan dihancurkan bulan depan dan akan dibangun apartemen baru. Jadi para penghuni diharuskan untuk pindah akhir bulan ini."

"Kau akan pindah kemana?"

Air mata Karin mengalir seraya ia menggelengkan kepala dan menjawab dengan lirih, "Aku tidak tahu, Naruto-kun. Apartemen ini merupakan apartemen dengan biaya sewa termurah di daerah ini, dan aku tidak memiliki uang untuk biaya pindah ataupun biaya jaminan untuk menyewa apartemen lain."

Naruto tak tahu jika apa yang dikatakan Karin kali iini adalah sungguhan atau tidak. Namun ia menjawab dengan refleks, "Berapa uang yang kau butuhkan?"

"Mungkin sekitar satu juta yen."

Jumlah yang dibutuhkan Karin masih terdengar masuk akal bagi Naruto. Mayoritas apartemen meminta jaminan minimal tiga bulan biaya sewa, beberapa bahkan meminta empat bulan. Selain itu diperlukan biaya untuk menyewa mobil saat pindahan.

Namun Naruto merasa tak enak jika ia harus meminta uang dalam jumlah besar dari Sasuke. Jangankan meminta satu juta yen, meminta setengahnya saja Naruto sudah merasa tidak enak. Ia tak tahu bagaimana harus mengatakan pada Sasuke.

"Kirimkan nomor rekeningmu, Karin-nee. Akan kutransfer uang itu besok pagi."

.

.

Naruto duduk di restoran salah satu hotel bintang lima bersama Sasuke. Ia memang tidak berbohong mengenai janjinya untuk makan bersama Sasuke, hanya saja ia seharusnya bertemu Sasuke pukul enam sore.

Wajah Naruto sudah memerah dan kepalanya terasa berputar-putar setelah meminum bergelas-gelas alkohol, namun ia masih tetap meminum wine yang dituangkan ke dalam gelasnya.

"Tahu begini seharusnya aku tak mengijinkanmu minum alkohol, dobe," keluh Sasuke seraya menatap Naruto yang tampak kacau.

Sasuke menatap Naruto dengan khawatir. Naruto terlihat tak seperti biasanya meski lelaki itu berusaha terlihat ceria ketika datang menemuinya untuk makan malam. Entah kenapa ia merasa jika Naruto terlihat murung meski lelaki itu berusaha menutupinya dengan senyum.

"Alkohol itu enak, tahu. Aku malah bersyukur kau mengijinkanku minum minuman seenak ini."

Sasuke menatap Naruto dengan tajam. Ia menyentuh kedua telapak tangan Naruto dan menepuknya dengan keras. Ia bukanlah orang yang peduli dengan urusan orang lain, namun ia mulai jengah dengan Naruto, "Kau sedang punya masalah, kan?"

Naruto mengerjapkan matanya dan menatap Sasuke lekat-lekat, "Kau juga punya kan, teme?"

Sasuke hampir meringis secara refleks. Sepertinya Naruto telah mempelajari kebiasaan yang ia miliki untuk menghindari sebuah pertanyaan, sama seperti dirinya yang mulai menjadi pecinta ramen karena tertular Naruto.

"Setidaknya aku tidak minum sebanyak kau, dobe," sahut Sasuke sambil mengacak-acak rambut Naruto dengan gemas, membuat sang lawan bicara jengkel.

Naruto tersenyum. Entah kenapa sentuhan Sasuke di kepalanya membuatnya merasa nyaman.

"Yang penting aku tidak sepertimu yang sangat menyusahkan saat sedang mabuk, tuh."

Sasuke merasa agak malu. Ia merasa tidak senang jika seseorang mengetahui kelemahannya. Namun ia telah memutuskan untuk menganggap Naruto sebagai seseorang yang ia percaya dan membiarkan lelaki itu mengetahui berbagai hal mengenai dirinya yang takkan ia beritahukan pada siapapun.

"Baka," gumam Sasuke seraya mengulurkan tangan dan menepuk-nepuk puncak kepala Naruto.

Sasuke tak mengerti mengapa belakangan ini ia bersikap tak seperti biasanya pada Naruto. Ia begitu sering menepuk-nepuk kepala Naruto, mengusap kepala lelaki itu atau lebih sering tersenyum padanya. Ia merasa begitu nyaman setiap kali bersama Naruto hingga melakukan hal-hal yang tak biasanya ia lakukan.

Naruto tertegun ketika kembali merasakan sentuhan dari Sasuke. Malam ini ia merasa begitu nyaman bersama Sasuke hingga ia tanpa sadar menyentuh tangan Sasuke yang menyentuh puncak kepalanya.

"Hn?"

Naruto tak mengucapkan apapun. Ia menyentuh punggung tangan Sasuke yang lembut dan membuatnya nyaman entah kenapa. Pandangannya mulai berkunang-kunang dan rasanya ia mulai sulit berpikir jernih.

"Arigatou, teme."

Sasuke mengernyitkan dahi, tak mengerti dengan maksud perkataan Naruto, "Apa maksudmu?"

"Aku merasa nyaman bersamamu. Kalau saja aku tak bertemu denganmu, aku tak tahu bagaimana hidupku saat ini."

Sasuke menatap Naruto lekat-lekat. Wajah lelaki itu sudah memerah dan aroma alkohol mulai menguar dari mulut lelaki itu.

"Kau mabuk, dobe. Berhentilah minum."

Naruto mulai kehilangan kesadarannya ketika ia mulai bangkit berdiri dan menghampiri Sasuke serta mendudukkan diri di samping lelaki itu. Ia segera memeluk tubuh Sasuke dari samping dengan erat, hal yang takkan pernah dilakukannya ketika ia masih memiliki kesadarannya.

"Mungkin aku tak memiliki siapapun selain kau, teme. Sepertinya ucapanmu mengenai Karin memang benar. Dia bilang padaku jika ia sedang hamil saat orang tuaku meninggal sepuluh tahun yang lalu, namun Shin berumur sembilan tahun dan berulang tahun di bulan mei. Itu aneh, kan?"

Sasuke tertegun. Tak ada satu katapun yang terpikir olehnya untuk ia katakana pada Naruto. Ia mengelus-elus punggung Naruto dengan lembut tanpa peduli dengan tatapan aneh dari beberapa orang yang kebetulan melihatnya.

"Aku tak mengerti mengapa sekarang dia mau menemuiku lagi? Apa sebetulnya dia dulu tak menginginkanku dan kini menginginkanku untuk uang? Itu tidak mungkin, kan? Pasti aku hanya berpikir negatif, kan, teme?"

Sasuke terdiam. Intonasi suara Naruto terdengar sama seperti biasa, namun ia bisa melihat kesedihan dibalik tatapan Naruto yang ditujukan padanya. Bahkan seseorang yang ceria seperti Naruto juga bisa memiliki pikiran negatif seperti ini.

"Mengapa kau berpikir begitu, dobe?"

"Aku bertemu dengannya untuk memberikan oleh-oleh, dan dia bilang dia harus pindah bulan depan. Katanya dia tidak memiliki uang, jadi aku bertanya berapa yang dia butuhkan? Katanya dia memerlukan satu juta yen. Aku sebetulnya ragu, namun pada akhirnya aku tetap mengatakan akan mentransfer uang ke rekeningnya. Aku boleh pakai uang bulananku untuk kuberikan sebagian pada Karin-nee, tidak?"

Sasuke menatap Naruto, sepertinya lelaki itu mulai merasa curiga dengan sikap dan perkataan Karin. Ia tak memiliki pilihan selain mengiyakan Naruto. Toh uang itu merupakan milik Naruto, dan Naruto juga sudah berjanji akan memberikan uang itu pada Karin.

"Terserah. Itu uangmu, dobe."

"Teme," Naruto menatap Sasuke lekat-lekat, "Kau tahu sesuatu mengenai Karin, kan? Kumohon beritahu semuanya padaku."

Sasuke berpikir keras, jika ia memberitahu segalanya mengenai Karin, pemuda itu pasti akan sangat kecewa dan sakit hati. Saat ini ia merasa menyesal telah membiarkan Naruto minum begitu banyak alkohol hingga mabuk. Ia tak tahu Naruto adalah tipe orang yang akan bercerita apapun dengan jujur seolah tak berpikir sama sekali ketika sedang mabuk, sama seperti dirinya sendiri.

Sasuke tak pernah memberitahu mengenai alasan Karin yang mendadak menuntutnya atau alasan mengapa ia melarang Karin bertemu dengan Naruto. Namun di sisi lain ia berpikir untuk memberitahu kenyataan yang sesungguhnya pada Naruto, tak peduli jika kebenaran itu hanya akan menyakiti Naruto. Pemuda itu perlu mengetahui kenyataan dan berusaha menghadapinya.

"Karin menawarkan dirimu untuk diadopsi, dan aku menyetujuinya. Namun setelah orang tuamu di kremasi dan aku ingin membuat surat adopsi di pengadilan, Karin malah mendadak memintamu kembali. Tentu saja aku tidak memberikannya-"

Sasuke memutus ucapannya. Ia ingin berkata jika sebetulnya Karin berniat meminta Naruto kembali ketika mendengar adanya uang asuransi dan sebuah rumah yang akan diberikan pada Sasuke selaku calon wali Naruto. Ia masih ingat betapa tidak tahu malunya Karin yang langsung melakukan intervensi di pengadilan dan mengatakan jika ia berubah pikiran setelah mendengar harta yang akan didapat calon wali Naruto. Kini Sasuke masih merasa agak jengkel ketika mengingat reaksi wanita itu di pengadilan. Ia belum pernah bertemu orang yang begitu tebal muka seperti Karin.

"Kenapa kau tak membiarkanku bersama Karin-nee? Aku penasaran mengapa seorang lelaki lajang sepertimu malah mengadopsiku? Kau bahkan hampir tak pernah berinteraksi denganku dan mengabaikanku. Aku masih ingat ketika berlibur dan kamar kita bersebelahan, namun kau malah meminta pengawal-pengawal untuk menemaniku kemanapun yang kuinginkan. Saat itu kau bahkan hampir tak pernah mengajakku bicara selama liburan."

Sasuke tersentak. Mabuk membuat sikap Naruto berbeda dibandingkan biasanya. Lelaki itu begitu terus terang dibandingkan biasanya. Sasuke merasa benar-benar bersalah setiap kali mengingat awal ketika ia mengadopsi Naruto. Saat itu ia merasa tak nyaman dengan orang asing yang memasuki hidupnya dan tak tahu bagaimana caranya memperlakukan seorang anak, karena itulah ia bersikap dingin pada Naruto.

"Maafkan aku, dobe. Aku bukan ayah yang baik," ucap Sasuke dengan serius. Ia tak pedui jika harga dirinya mungkin akan menurun seketika. Ia memang bersalah telah mengabaikan Naruto di saat lelaki itu begitu membutuhkan seseorang di sisinya.

"Aku tak ingin wanita yang hanya menginginkan harta orang tuamu mengasuhmu. Aku tak ingin wanita itu memperlakukanmu dengan buruk, meskipun aku juga tak memperlakukanmu dengan baik."

Sasuke merasa agak aneh berbicara panjang lebar mengenai perasaannya. Ia merasa tidak nyaman, namun ia berusaha keras menahan perasaan tidak nyaman yang ia rasakan. Ia mengambil gelasnya yang telah berisi alkohol dan segera menghabiskan isinya, berharap jika ia akan lebih rileks setelahnya.

"Harta? Apa yang dimiliki orang tuaku? Kau tak pernah bilang apapun padaku."

Sasuke menepuk kepala Naruto, "Sudahlah. Sebaiknya kita pulang. Aku akan menjawab apapun pertanyaanmu ketika kau sudah sadar. Oke?"

"Teme," Naruto mengeratkan pelukannya pada Sasuke, membuat lelaki itu terkejut, "Kau tidak akan meninggalkanku, kan?"

Sasuke terkejut. Seharusnya ia yang bertanya seperti ini pada Naruto. Ia tak ingin mengakuinya, namun ia agak khawatir jika Naruto akan meninggalkannya.

"Hn."

-TBC-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro