Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 5 : Perasaan


Naruto membuka matanya yang entah kenapa terasa begitu berat untuk dibuka. Rasanya ia benar-benar mengantuk hingga tak ingin meninggalkan futon sedikitpun. Ia menyadari jika dirinya tengah memeluk sesuatu yang nyaman dan hangat, berbeda dengan guling yang biasa dipeluknya.

Jari Naruto meremas sesuatu yang dipeluknya dan ia meringis. Ia tak mengerti sejak kapan guling bisa memiliki bagian yang keras seperti tulang. Dan kini sesuatu yang dipeluknya itu menepis tangannya secara refleks.

Naruto cepat-cepat membuka matanya dan ia menguap. Namun ia segera berjengit dan menjauhkan tangannya ketika menyadari apa yang baru saja ia sentuh. Ia baru saja menyentuh bagian pinggang Sasuke yang hanya memakai yukata dan memeluk lelaki itu dengan erat. Sepertinya tadi Naruto meremas pinggang Sasuke hingga lelaki itu tidak nyaman dan langsung menepis tangannya secara refleks meski sedang tidur.

Naruto cepat-cepat bangun dan menggulung kasur lipatnya meski ia sendiri masih mengantuk. Semalam entah mengapa Sasuke malah meletakkan futon bersebelahan dengan futon nya sehingga mereka berdua bisa saling menatap saat hendak tdur. Saat itu jantung Naruto berdebar lebih keras, entah karena ia memang gugup atau karena efek alkohol yang ternyata rasanya enak sehingga ia minum beberapa gelas hingga kepalanya pusing.

"Hn?" terdengar gumaman lemah dari Sasuke.

Naruto cepat-cepat menjawab, "Kenapa? Sebaiknya kau kembali tidur saja, teme."

"Kau meremas pinggangku dan memelukku, hn?"

Naruto mengangguk dengan wajah memerah, "Iya. Kupkir aku sedang memeluk guling. Dan ternyata itu malah kau. Gomen."

"Ingin menggodaku, hn?"

Wajah Naruto sedikit memerah karena malu. Saat ini juga merupakan saat yang tidak tepat karena tubuhnya sedang terasa tegang, hal yang wajar dialami pria normal manapun. Ia bahkan tak bisa melepaskan pandangan dari dada Sasuke yang sedikit tersingkap.

"Tidak, teme. Kau salah paham, bukan begitu maksudku."

Sasuke bangkit berdiri dan berjalan mendekati Naruto dengan langkah yang agak sempoyongan. Ia segera menyentuh bahu Naruto dan berhenti melangkah. Iris onyx nya menatap iris sapphire Naruto yang memantulkan bayangan dirinya sendiri.

"T-teme? Kau mau apa?"

Tanpa mengucapkan apapun, Sasuke segera mendekati wajahnya ke wajah Naruto hingga ia bisa melihat wajah Naruto dengan jelas dan merasakan hembusan nafas hangat lelaki itu. Sasuke menatap bibir merah muda yang menggoda milik Naruto dan entah kenapa ia berpikir untuk merasakan bibir yang terlihat lembut itu.

"Te-me?"

Sasuke mendekatkan bibirnya hingga hanya berjarak beberapa sentimeter dengan bbir Naruto. Rasanya ia ingin melumat bibir itu.

Naruto memejamkan mata dan merasakan bibir Sasuke yang perlahan mendekat. Namun ketika bibir mereka hampir bersentuhan, Sasuke segera menjauhkan wajahnya dan membuat Naruto membuka matanya.

"Kau berpikir aku benar-benar ingin mencium bibirmu, hn?" Sasuke menyeringai dan mengacak-acak rambut Naruto.

Naruto cepat-cepat menggelengkan kepala. Ia merasa malu terhadap dirinya sendiri, bagaimana bisa ia berharap Sasuke akan menciumnya? Ia bahkan tak tahu jika Sasuke adalah heteroseksual atau homoseksual. Sasuke menutup rapat-rapat setiap kisah romansanya sehingga Naruto tak pernah tahu.

"Tidak. Mana mungkin aku berpikir kau ingin menciumku? Kau ini kan, ayahku."

"Aku hanya ayah angkatmu," goda Sasuke sambil tersenyum. "Lagipula wajahmu menunjukkan sebaliknya, dobe."

"Benar juga, ya. Tapi, kita kan tetap saja tidak bisa memiliki hubungan romansa. Bagamana, sih?"

"Bisa saja, kalau kau dan aku bersedia," jawab Sasuke dengan nada yang terkesan cuek.

Ucapan Sasuke seolah memberikan harapan bagi Naruto. Ia terdiam sesaat, berusaha memberanikan diri untuk mengutarakan pertanyaan yang hendak ia ajukan.

"Kalau misalnya aku bersedia, bagaimana?"

Sasuke terdiam. Ia menyadari jika Naruto berusaha menyatakan perasaan secara implisit. Namun ia tak ingin percaya pada kesimpulannya sendiri. Rasanya sulit untuk percaya jika Naruto adalah seorang homoseksual. Namun lebih sulit lagi membayangkan jka Naruto tertarik padanya. Ia tak menemukan alasan mengapa Naruto mungkin tertarik padanya.

Sasuke tak tahu apa yang harus ia katakan. Ia sendiri tak begitu yakin dengan orientasi seksualnya. Ia tak yakin dirinya homoseksual, namun ia juga tak yakin jika dirinya heteroseksual. Sejujurnya ia bahkan tak pernah bercinta dengan siapapun. Bukan berarti Ia tak pernah merasakan gairah, hanya saja ia merasa tak ingin melakukannya. Ia hanya ingn melakukan dengan seseorang yang menarik dan membuatnya nyaman namun ia sama sekali belum menemukannya meski usianya telah menginjak pertengahan tiga puluhan.

Sampai beberapa minggu yang lalu, Sasuke tak terlalu memikirkan perasaannya yang tak ingin melepaskakn Naruto. Ia berpikir jika perasaan yang dirasakannya hanyalah perasaan yang dirasakan setiap orang tua yang tak ingin kehilangan anak yang tumbuh dewasa. Namun pagi ini ia menyadari jika ia sendiri sebetulnya juga ingin menjadikan Naruto miliknya seutuhnya dan merasakan tubuhnya. Mungkinkah ia seorang pansekual?

"Mengapa kau bersedia memiliki hubungan romansa denganku? Aku tak habis pikir, mengapa seseorang ingin memiliki hubungan romansa dengan pria tua sepertiku? Kalau kau menginginkan uang, kau bisa memilikinya tanpa memiliki hubungan romansa denganku."

Sasuke merutuki dirinya sendiri setelah selesai mengucapkan apa yang ia ucapkan. Rasanya ia ingin mengulang waktu dan menghentikan diri mengutarakan apa yang ia pikirkan secara terus terang. Ia terkesan menuduh Naruto sebagai orang yang materialistis, dan kini ia khawatir jika hubungannya dengan Naruto yang sudah agak membaik akan berubah menjadi semakin buruk.

"Ah, maaf. Aku tak menganggapmu orang yang seperti itu, dobe."

Naruto tersenyum meski hatinya terasa agak sakit. Ucapan Sasuke barusan terkesan seperti menolaknya secara halus. Dan ia merasa bodoh telah berharap. Sikap Sasuke saat ini pasti akibat dari alkohol yang dminumnya semalam dan kondisi lelaki itu yang sedang lelah sehingga melantur.

"Haha... kau serius sekali menanggapinya. Padahal aku juga tidak serius."

Sasuke menepuk kepala Naruto dan menepuk-nepuknya dengan lembut. Ia tak mampu menghentikan dirinya sendiri untuk tak menunjukkan kasih sayang pada Naruto melalui sentuhan fisik.

"Hentikan, teme. Usiaku sebentar lagi dua puluh. Mau sampai kapan kau terus menyentuhku seperti ini? Bisa-bisa orang salah paham dan mengira kita adalah pasangan."

"Aku tak peduli, tuh."

Sasuke merangkul Naruto dan meremas bahu Naruto sedikit keras, "Cepat mandi. Setelah ini kita akan sarapan dan pergi ke shopping centre."

"Oke."

Naruto segera meninggalkan Sasuke dan membuka kopernya untuk mengambil pakaian. Sentuhan-sentuhan Sasuke membuat hatinya terasa menghangat dan mood nya semakin baik.

.

.

Naruto tak dapat berhenti memikirkan pertanyaan Sasuke. Sebetulnya ia bahkan sudah mengajukan pertanyaan yang sama pada dirinya sendiri.

Mengapa ia tertarik pada Sasuke? Apakah karena lelaki itu memiliki banyak uang? Karena wajahnya tampan dan tubuhnya bagus? Atau mungkin karena berkepribadian bagus dan terlihat keren serta digilai banyak wanita sehingga timbul rasa ingin memiliki untuk menunjukkan eksistensi dirinya? Rasanya tidak.

Seandainya Naruto ingin memiliki kekasih bertubuh bagus, ia bisa saja mengencani model. Jika mengenai uang, rasanya tanpa menjadi Sasuke pun ia sudah mendapat banyak uang dari lelaki itu. Dan jika ia hanya melihat kepribadian semata, rasanya akan lebih masuk akal jika ia tertarik pada Itachi yang memperlakukannya dengan baik dan hangat sejak mereka pertama kali bertemu.

Naruto sendiri bahkan tak tahu dengan alasan ia tertarik pada Sasuke. Awalnya ia hanya senang melihat lelaki itu. Kemudian ia mulai memikirkannya dan berharap bisa lebih sering bersama Sasuke. Dan perasaan itu bertumbuh hingga ia memiliki keinginan untuk memiliki dan dimiliki oleh Sasuke.

Meski Sasuke adalah orang yang dingin –meski belakangan ini bersikap hangat padanya-, tertutup, dan bermulut tajam serta blak-blakan, namun Naruto menganggapnya sebagai lelaki yang baik dan sejatinya adalah orang yang hangat dan penuh perhatian. Ia bisa merasakan ketulusan dari lelaki itu dibalik setiap perkataan maupun tindakannya.

Entah kenapa, setiap kali Sasuke menepuk kepala Naruto, merangkulnya, mengelus rambutnya, ia malah merasa senang dan nyaman, seolah dicintai. Ia bahkan tak keberatan ketika Sasuke melakukannya dihadapan Itachi ataupun teman-temannya sekalipun.

Bahkan ketika Sasuke memanggil 'Dobe' sekalipun, ia dapat tertawa meskipun arti sebenarnya merupakan ledekan yang agak menyakitkan. Ia malah menghargai panggilan khusus yang diberikan Sasuke dan merasa senang ketika Sasuke memanggilnya dengan sebutan itu.

Perasaan yang dimiliki Naruto terhadap Sasuke membuatnya merasakan berbagai emosi yang tak dirasakannya ketika bersama orang lain. Terkadang ada ketakutan jika Sasuke akan menemukan seseorang yang spesial dan tak bisa menghabiskan banyak waktu bersamanya. Namun di sisi lain, ia merasa harus berbahagia atas kebahagiaan Sasuke.

Naruto tersadar, apapun yang terjadi, ia harus mendukung kebahagiaan Sasuke, meski ia sendiri tak bahagia.

.

.

Sasuke mengambil sendok dan perlahan meminum kuah ramen di salah satu restoran ramen di Kyoto. Tatapannya tertuju pada Naruto yang sedang menyeruput ramen keras-keras dan menikmati ramen itu dengan antusias.

Jika saja keluarga Sasuke yang masih feudal melihat hal ini, mereka tentu saja tidak akan senang. Bahkan Sasuke pun awalnya jengkel ketika Naruto makan dengan cara yang tidak sesuai dengan standarnya. Namun kini ia bahkan tak peduli dengan cara makan Naruto selama lelaki itu tidak makan dengan cara yang seenaknya dihadapan orang tua Sasuke.

"Ingin tambah ramen lagi, dobe?"

Naruto mengangguk dengan antusias. Mulutnya bahkan masih mengunyah ramen.

"Wah. Kau bisa membaca pikiranku?"

Sasuke tersenyum tipis. Ia sudah menghabiskan satu dekade bersama Naruto dan sudah memahami kebiasaan Naruto.

"Kau selalu memesan tambahan ramen setiap pergi ke kedai ramen, tentu saja aku tahu. Kau pikir aku ini 'dobe', hn?"

Naruto tertawa mendengar ucapan Sasuke, "Oh iya, benar juga, ya. Dasar maniak tomat."

Sasuke tersentak. Ia tak menduga jika Naruto menyadari apa yang ia sukai meski ia tak pernah mengatakannya. Itachi pasti sudah bercerita macam-macam mengenai Sasuke pada Naruto.

"Hn? Aku normal-normal saja, tuh."

Naruto mengerucutkan bibir. Ia mengangkat tangan dan seorang pelayan menghampirinya. Ia segera memesan dua porsi ramen tambahan sebelum menatap Sasuke.

"Normal apanya? Buktinya kau pernah makan bruschetta tomat, lasagna, spaghetti dan minum jus tomat. Ekspresimu ketika bertemu hidangan tomat bahkan sangat lucu. Kau terlihat seperti ini, lho," Naruto meniru Sasuke tersenyum lebar sambil mengulum sudut bibirnya dengan mata yang berbinar-binar.

Sasuke berdecih kesal, "Aku tidak seperti itu."

"Oh, ya? Mungkin seharusnya aku memfotomu diam-diam."

"Coba saja. Aku tidak mungkin seperti itu."

Naruto tersenyum lebar, merasa senang berhasil menjahili Sasuke. Rasanya sungguh konyol, ia bahkan merasa senang mengetahui fakta kecil mengenai lelaki itu.

Sasuke berdecih kesal. Ia merasa malu, seolah kehilangan harga diri dihadapan Naruto. Ia merasa kalah setelah tanpa sadar memperlihatkan kelemahan-kelemahan yang bahkan tak disadarinya.

Namun di sisi lain Sasuke juga merasa senang dengan Naruto yang menyadari fakta-fakta kecil mengenainya. Ia merasa Naruto mempedulikannya hingga memperhatkan hal-hal semacam itu.

Sasuke menatap Naruto lekat-lekat. Ia tak dapat menghentikan dirinya sendiri untuk tidak merasa penasaran terhadap kebenaran atas perasaan yang dirasakan Naruto terhadapnya serta alasan Naruto memendam perasaan padanya.

"Kalau aku menikah suatu saat nanti, kau akan bagaimana?"

Naruto tersentak. Raut wajahnya memperlihatkan keterkejutan. Namun sesaat kemudian raut wajahnya telah kembali seperti biasa dan ia tersenyum, "Wah... Kau berencana untuk menikah? Tentu saja aku akan sangat senang. Kalau kau merasa senang, bukankah sepatutnya aku juga ikut merasa senang, teme?"

Sasuke menggelengkan kepala, "Bahkan aku belum memiliki kekasih, dobe."

Naruto menatap Sasuke dengan khawatir, "Ya ampun. Padahal untuk ukuran lelaki sekalipun, kau termasuk sudah sangat matang. Bukankah kau sebaiknya segera menikah? Atau kau menyukai gadis yang seusiaku? Perlu kukenalkan dengan teman-temanku? Mereka pasti mau kalau dengan-"

Sasuke memutus ucapan Naruto sambil menggelengkan kepala, "Aku hanya mau menikah dengan orang yang kucintai. Bahkan walaupun laki-laki sekalipun aku tidak mempermasalahkannya."

Naruto membelalakan mata, tak menyangka jika Sasuke akan menjawab seperti itu. Namun ia segera tersenyum, "Tak kusangka ternyata kau adalah orang yang seperti ini. Kau melankolis juga, ya?"

Sasuke tak mengiyakan atau menyangkal. Ia memiliki sisi melankolis yang tak disadari kebanyakan orang yang berada di sekitarnya, juga kelemahan-kelemahan dibalik topeng kesempurnaan yang diperlihatkannya pada orang-orang.

Tatapan Naruto dan Sasuke seketika tertuju pada seorang pelayan yang mengantarkan dua mangkuk ramen pesanan Naruto dan meninggalkan meja mereka. Naruto menatap Sasuke dan berkata, "Kau ingin tambah? Makan saja ramenku."

"Tidak," sahut Sasuke, "Aku hanya ingin mencicipinya sedikit."

Naruto menyerahkan semangkuk ramen pada Sasuke. Tatapan Sasuke tertuju pada asap yang mengepul dari ramen itu serta wangi dari kaldu babi yang digunakan untuk membuat ramen itu.

Sasuke mengambil sumpit serta memakan ramen itu dengan cara menyeruputnya, meski ia merasa agak risih dengan suara ribut yang ditimbulkan dirinya sendiri. Ia hanya ingn menikmati ramen dengan cara yang sama dengan Naruto.

"Bagaimana? Ramennya enak?" Tanya Naruto, masih dengan senyum yang terpatri di bibirnya.

Sasuke mengambil kuah ramen dengan sendok kecil dan tersenyum tipis. Ia seolah baru tersadar jika ramen sebetulnya merupakan makanan yang sangat enak meski sebetulnya ia tidak terlalu menyukai ramen.

"Sangat."

"Tuh, kan," sahut Naruto sambil terkekeh. "Sekarang kau juga mulai menjadi maniak ramen."

Sasuke memalingkan wajah sejenak, merasa agak malu setelah meledek Naruto sebagai maniak ramen untuk kesekian kalinya dan kini iapun berakhir dengan menjadi pecinta ramen.

Entah mengapa, ketika seseorang yang disukai menyukai sesuatu, orang cenderung ikut menyukai sesuatu dan melakukan berbagai hal dengan cara yang sama dengan orang yang disukai dengan harapan memiliki sebanyak mungkin kesamaan dengan orang yang disukai. Dan kini Sasuke mulai berusaha menyukai hal-hal yang disukai Naruto dan melakukan hal-hal dengan cara yang sama dengan yang dilakukan Naruto.

-TBC-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro