Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 3 : Kekecewaan

Naruto duduk di ruang makan dengan Sasuke yang berhadapan dengannya. Ia berusaha keras tak menatap Sasuke dan hanya fokus dengan makanan yang sudah tersaji dihadapannya meskipun sebetulnya ia ingin menatap wajah Sasuke.

Ia masih merasa marah pada Sasuke sejak malam ketika ia mendengar ucapan Sasuke megenai Karin. Namun ia tak berani mengekspresikan kemarahannya dan hanya bisa memendamnya di dalam hati. Ia tak ingin dianggap sebagai orang yang tak tahu diri. Ia sadar jika ia tak mampu menghidupi dirinya sendiri untuk saat ini dan membalas semua hal yang telah dilakukan Sasuke, terkecuali jika ia melakukan pekerjaan kotor. Itupun jika ada yang mau memakai jasanya.

Naruto memutuskan untuk mempercepat makan dan meninggalkan Sasuke. Ia yang biasanya ingin menghabiskan waktu selama mungkin dengan Sasuke dan sangat cerewet kini hanya diam saja dan hanya berbicara jika menurutnya penting. Jika ditanya, ia juga hanya menjawab sekedarnya.

Sasuke mengernyitkan dahi dengan reaksi Naruto. Sudah lebih dari seminggu Naruto bersikap seperti ini. Ia selalu menyelesaikan sarapan lebih dulu daripadanya. Lelaki itu bahkan tak lagi berisik seperti biasanya. Ia bersikap benar-benar tenang dan membuat Sasuke merasa heran.

Seharusnya Sasuke menikmati ketenangan yang akhirnya bisa ia nikmati di rumahnya setelah kehadiran Naruto. Namun entah kenapa kesunyian Naruto malah membuatnya merasa tak nyaman, seolah menusuk hatinya dari dalam meskipun ia berusaha tak memedulikannya.

Semula ia berpikir jika Naruto hanya sedang dalam suasana hati yang tidak baik dan bersikap diam. Memang agak aneh bagi Naruto yang biasanya akan bercerita apa saja padanya dan bukan tipe orang yang mudah bad mood, namun kemungkinan akan tetap ada.

Kini Sasuke merasa tak tahan lagi. Ia yakin jika Naruto sedang marah dan menghindari dirinya meskipun Naruto terlihat biasa-biasa saja.

"Jam berapa kau masuk kuliah hari ini?"tanya Sasuke pada Naruto yang baru saja bangkit berdiri dari kursinya.

"Jam delapan."

Sasuke melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan nya. Jam baru saja menunjukkan pukul tujuh lewat lima belas menit. Jarak dari rumah ke universitas hanya lima belas menit, tidak biasanya Naruto berangkat sepagi ini.

"Kau pulang jam berapa?"

"Jam enam. Hari ini ada pertemuan UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa)."

"Tidak usah ikut pertemuan UKM hari ini. Kita akan berangkat ke Kyoto besok. Persiapkan barang-barang yang akan kau bawa."

Naruto membelalakan mata. Ia tak mengira jika Sasuke akan mengajaknya berlibur mendadak. Biasanya lelaki itu akan mengumumkan rencana berlibur sejak berbulan-bulan sebelumnya.

"Hah?! Kita akan menginap? Sudah pesan hotel nya?"

"Akan kupesan sekarang. Kau tidak sedang ujian, kan?"

"Tidak, sih."

Sasuke menganggukan kepala. Ia mengeluarkan ponsel nya dan mengecek aplikasi untuk memesan tiket dan hotel.

Ia segera mengecek tiket kereta dan tak lama kemudian harga tiket yang ia inginkan muncul di layar ponsel nya.

"Aku akan pesan tiket pukul setengah delapan pagi untuk besok. Kau keberatan?"

Naruto menggelengkan kepala. Selama ini ia hampir tak pernah menolak apapun yang diinginkan Sasuke. Sesekali ia ingin mencoba menolak dan melihat reaksi lelaki itu. Namun ia terlalu takut untuk melakukannya.

"Kita akan menginap berapa lama?"

"Berapa lama yang kau mau, dobe?"

Naruto terdiam dan tak mengucapkan apapun meski mulutnya terbuka. Sasuke selalu menentukan segala hal sendiri mengenai berlibur, termasuk tanggal dan durasi berlibur.

"Umm... kalau boleh tahu, mengapa kau mengajak berlibur tiba-tiba? Bukankah kau seharusnya bekerja? Bagaimana dengan pekerjaanmu?"

Sasuke terdiam sejenak. Sebetulnya ia mengajak Naruto berlibur untuk memperbaiki mood lelaki itu. Selain itu ia juga berharap agar Naruto dapat kembali mendekat padanya dengan berlibur bersama.

Namun ia tak ingin memberitahukan alasan yang sebenarnya. Ia tak ingin terkesan emosional.

"Cuti," sahut Sasuke tanpa berniat menjawab pertanyaan Naruto mengenai alasannya memutuskan berlibut secara mendadak.

Naruto mengangkat bahu nya. Sasuke benar-benar aneh dengan sikapnya yang tak biasa, bahkan bertentangan dengan sifat nya yang selalu melakukan apapun dengan rencana yang matang.

"Aku berangkat," ucap Naruto seraya mengambil tas ransel nya.

Tanpa menunggu jawaban dari Sasuke, ia segera berjalan menuju pintu dan meninggalkan rumah. Ia malas menghabiskan lebih banyak waktu bersama Sasuke.

.
.

Sasuke merebahkan dirinya di sofa dan melirik jam dinding. Jam masuk kantor sudah lama berlalu, namun ia terlalu malas untuk pergi ke kantor dan berkutat dengan pekerjaan nya. Ia tak peduli, wakil direktur bisa menggantikan untuk mengurus pekerjaan nya selama ia cuti.

Ia tak pernah membayangkan jika ia akan memiliki masa dimana ia bisa menjalani hidup dengan santai seperti ini. Sebelum bertemu Naruto, ia mendedikasikan hidupnya hanya untuk bekerja dan tak pernah cuti seharipun. Ia akan bekerja hingga ia akan tidur dan memulai hari dengan bekerja.

Namun setelah bertemu Naruto, ia memutuskan untuk mengurangi waktu bekerja. Ia tak lagi bersedia pulang ke rumah dengan membawa setumpuk dokumen. Seluruh waktu di rumah ia habiskan hanya untuk Naruto.

Dan kini bertahun-tahun telah berlalu dan Naruto telah dewasa. Namun entah kenapa Sasuke merasa seolah Naruto ialah anak kecil yang masih harus ia lindungi. Ia tak pernah mengatakan secara langsung, namun inilah yang ia rasakan.

Ia yang semula merasa tak nyaman dengan kehadiran orang asing di rumah nya dan menghabiskan banyak waktu bersama Naruto kini merasa benar-benar nyaman dengan keberadaan Naruto. Ia malah merasa seolah ada sesuatu yang hilang ketika tak ada Naruto.

Sasuke bertanya-tanya dalam hati. Wajarkah perasaan yang ia rasakan? Mungkinkah tanpa ia sadari ia mulai merasa sayang pada Naruto hingga rasanya tak ingin berpisah? Atau mungkin, ia malah sudah jatuh cinta?

Rasanya tidak mungkin. Ia tidak mungkin seorang homoseksual meskipun ia sendiri tak pernah tertarik pada wanita yang menurutnya merepotkan.

Ponsel Sasuke berdering dan ia segera mengangkat telepon.

"Konnichiwa, Sasuke-sama."

"Hn. Konnichiwa."

"Maaf. Bisakah anda datang ke kantor sekarang? Menurut jadwal, seharusnya anda menghadiri meeting pukul setengah tiga sore untuk menggantikan Itachi-sama. Wakil direktur meminta tolong kepada saya untuk menghubungi anda."

Sasuke menghembuskan nafas jengkel. Ia sedang ingin bersantai di rumah dan menikmati waktu liburan tanpa diganggu dengan pekerjaan.

"Hn? Bukankah aku sudah meminta wakil direktur untuk nenggantikanku?"

"Benar, Sasuke-sama. Namun siang ini beliau menggantikan anda untuk menghadiri pertemuan untuk membahas proyek resort bintang lima di Okinawa sesuai permintaan anda beberapa hari yang lalu."

Wajah Sasuke agak memerah. Ia merasa agak malu seakan kehilangan wibawa nya. Ia tak ingin terkesan sebagai pemimpin yang tidak bertanggung jawab.

"Aku akan tiba dalam lima belas menit."

"Baiklah, Sasuke-sama. Saya akan menungu anda."

Sasuke mematikan telepon dan segera  bangkit berdiri. Ia berharap rapat dapat selesai secepat mungkin.

.
.

"Kau akan pergi ke Kyoto? Enak sekali," ucap seorang gadis berambut pirang

"Ya," sahut Naruto dengan lesu sambil menatap gadis berambut pirang itu.

Ino, si gadis berambut pirang itu, menatap Naruto dengan heran, begitupun dengan Sakura, gadis berambut merah muda yang duduk di sampingnya.

"Lho? Mengapa kau malah terlihat lesu begitu? Bukankah malah bagus?"ucap Sakura sambil mengernyitkan dahi.

Kiba yang sedang bermain game di smart phone nya ikut menimpali, "Benar, tuh. Enak sekali kau bisa bersantai di Kyoto ketika kita harus mengikuti kelas dari jam delapan hingga lima sore selama tiga hari berturut-turut mulai besok."

"Tidak juga. Siapa yang lesu?" Sahut Naruto sambil tersenyum.

Naruto melirik Kiba dan berkata, "Kau ingin berlibur juga? Ikut saja denganku."

"Kalau bisa aku juga akan ikut. Tapi aku juga tidak enak pada 'kakak' mu tahu. Aku kan tidak pernah bertemu dengan nya."

"Masa, sih? Aku pernah sekali bertemu dengan kakak nya Naruto, lho. Orang nya tampan, kelihatannya perhatian pula walaupun agak dingin. Kalau saja perbedaan umur kita tidak sejauh itu, aku pasti akan mendekatinya," sahut Sakura dengan lesu di akhir.

Naruto terdiam. Ia merasa lelah mendadak setelah mendengar reaksi yang ditunjukkan teman-temannya. Ia tak mengerti mengapa teman-temannya sampai berpikir jika Sasuke adalah orang yang perhatian dan menyenangkan. Sasuke memang terlihat perhatian, namun tidak pada awalnya. Lagipula untuk apa memiliki 'ayah' yang perhatian namum berusaha menghancurkannya dari dalam.

Naruto masih ingat beberapa bulan pertama saat ia tinggal di rumah Sasuke. Ia yang saat itu masih berduka sering menangis dan terlihat sedih.

Namun Sasuke malah memperlihatkan ekspresi jengkel dan memberitahukan sejumlah peraturan yang ada di rumah. Ia diharuskan bangun pagi dan belajar setiap hari serta mengikuti berbagai kursus yang sebetulnya tidak ia inginkan.

Bahkan ia hanya bertemu Sasuke setiap makan pagi yang hanya diisi dengan kesunyian, atau pertanyaan Sasuke yang biasanya mengenai prestasi akademik Naruto di sekolah.

Sasuke memang mengajaknya berlibur hampir setiap waktu liburan. Namun biasanya ia memesan hotel dengan dua kamar dan Sasuke tidur sendirian di salah satu kamar. Lelaki itu seolah membangun tembok dan tak membiarkan Naruto untuk melewatinya.

Naruto masih ingat ketika ia berlibur bersama Sasuke untuk pertama kalinya. Sasuke mengikutsertakan Naruto ke acara city tour bersama beberapa body guard ketika ia sendiri entah melakukan apa di hotel.

Mengingat saat itu membuat Naruto semakin sebal pada Sasuke yang membuatnya menjalani hidup bagaikan neraka di tahun pertama ia tinggal di rumah lelaki itu.

"Ah, Naruto, coba tanyakan pada Sasuke-nii deh. Dia perlu seorang adik perempuan tambahan tidak? Aku bersedia dijadikan adik angkat lho," timpal Ino sambil tersenyum.

"Dasar. Padahal kau ingin mengincarnya,kan?" Sahut Naruto yang dibalas dengan kekehan oleh Ino.

"Ah tahu saja, kau," jawab Ino dengan wajah tersipu dan menatap kekasihnya yang duduk di samping Naruto dengan wajah masam. "Tapi aku sudah punya Sai-kun, sih."

Naruto menatap teman-teman nya dengan jengah. Seandainya mereka tahu sosok Sasuke yang sebenarnya, akankah mereka masih memuji lelaki itu?

.
.

Jam telah menunjukkan pukul tujuh lewat lima belas menit ketika rapat akhirnya selesai. Sasuke merasa benar-benar jengah dengan para pemegang saham yang begitu keukeuh mempertahankan pendapat mereka mengenai direktur keuangan baru yang akan dipilih untuk menggantikan direktur keuangan lama yang melarikan uang perusahaan.

Terdapat dua nama yang diajukan dengan masing-masing lima puluh persen pemegang saham yang memilih nama tersebut. Bahkan terdapat keributan yang terjadi diantara pemegang saham yang memaksa agar nama yang mereka ajukan terpilih.

Sasuke memijit pelipisnya dan menyentuh keningnya yang terasa panas. Rapat kali ini merupakan rapat terlama yang pernah dipimpinnya dan ia harus berkali-kali mendamaikan para pemegang saham yang cekcok.

Rasanya benar-benar melelahkan, baik secara fisik dan mental. Sasuke tak habis pikir bagaimana bisa Itachi atau ayahnya mampu menghadapi hal seperti ini saat rapat?

Kalau saja Sasuke tahu ia akan menghadapi rapat yang seperti ini, ia tak akan mau mengiyakan permintaan Itachi untuk menggantikannya memimpin rapat meski lelaki itu memohon-mohon atau mengancam sekalipun.

Sasuke tak mengerti mengapa ayahnya bersedia membuat perusahaannya tersedia di bursa saham sehingga harus rapat bersama para pemegang saham meskipun sebetulnya mereka masih memiliki modal yang cukup untuk melakukan ekspansi tanpa menjual saham.

Ia sendiri memiliki beberapa perusahaan yang masih tergabung dengan Uchiha Group namun tidak menjual saham ke publik sehingga ia tak perlu berurusan dengan pemegang saham.

Tatapan Sasuke tertuju pada layar ponselnya yang tiba-tiba menyala. Ia segera membuka ponselnya dan mengecek pesan baru.

---------------------------------------------------------
From : Itachi

Sasuke, terima kasih sudah menggantikanku rapat.
Akhir bulan nanti gantikan aku rapat lagi, ya.
Ada rapat pembahasan kinerja perusahaan selama kuartal ketiga. Materi presentasinya sudah dikirimkan ke email mu.
---------------------------------------------------------

Sasuke mendengus jengkel dan mengenggam ponselnya erat-erat. Ia tak sudi menghabiskan lebih dari dua jam untuk rapat bersama orang-orang yang menyebalkan.

Sasuke tak segera membalas pesan Itachi dan tatapannya tertuju pada pesan dari Naruto yang belum ia balas.

Ia segera menekan tombol untuk membaca chat dan meremas tangan nya sendiri. Ia tak sadar jika ia sebelumnya meminta Naruto untuk menunggunya di rumah dan ia akan menjemput lelaki itu untuk makan malam bersama pada pukul enam sore. Kini lebih dari satu jam telah berlalu dan Naruto sama sekali tak menghubunginya.

Ia segera menekan tombol telepon untuk menghubungi Naruto. Terdengar nada tunggu dan tak lama kemudian terdengar suara Naruto di telepon.

"Dobe, kau sudah makan malam? Aku baru saja selesai rapat."

"Belum. Bukankah kau memintaku untuk menunggumu, teme?" Ucap Naruto dengan suara yang seolah tercekat diakhir kalimat.

Sasuke terdiam sejenak. Ia merasa bersalah telah membiarkan Naruto menunggu lebih dari sejam tanpa memberi kabar apapun. Maka ia ingin menyenangkan Naruto sebagai kompensasi.

"Hn. Kalau begitu pilihlah restoran yang kau inginkan."

"Aku? Kau saja yang tentukan, teme."

"Hn? Ichiraku Ramen bagaimana?"

Sasuke berpikir jika ia mendengar sorakan di seberang telepon seperti biasanya. Namun berbeda dengan kali ini. Reaksi Naruto tak seantusias biasanya.

"Baiklah."

Telepon dimatikan dan Sasuke memasukan ponsel ke saku celana nya. Ia segera berjalan menuju lobi dengan perasaan yang semakin memburuk.

Apakah ia terlalu lelah hingga emosional akhir-akhir ini? Rasanya sikap Naruto normal-normal saja, namun ia merasa seolah Naruto menghindari dirinya dan sedang kesal padanya.

Perasaan ini terus menganggu Sasuke selama beberapa hari belakangan ini. Ia bahkan tak mengerti apa yang membuat Naruto bersikap seperti ini padanya.

Mobil Sasuke berhenti di depan lobi dan ia segera masuk ke dalam mobil ketika pintu terbuka.

"Selamat malam, Sasuke-sama.  Kemana tujuan anda selanjutnya?" Tanya sang supir dengan sopan.

"Kita akan menjemput Naruto di rumah. Setelah itu antarkan aku ke Ichiraku Ramen dan kau boleh pulang setelahnya," sahut Sasuke seraya memejamkan mata dan membaringkan tubuhnya di atas jok mobilnya.

"Baiklah, Sasuke-sama," sahut supir itu seraya menganggukan kepala.

.
.

"Itadakimasu," ucap Naruto ketika ramen telah dihidangkan diatas meja.

"Hn. Itadamimasu."

Naruto menghabiskan mie dengan cepat dan meminum kuah ramen. Perasaannya terasa agak membaik setelah ramen pertama masuk ke dalam mulutnya. Dan perasaannya semakin membaik saat kuah kaldu ramen yang hangat menuruni kerongkongannya.

"Bolehkah aku memesan lagi?"

Sasuke mengernyitkan dahu mendengar pertanyaan Naruto. Tanpa perlu bertanya, tentu saja Sasuke akan mengiyakan. Ia sudah mengatakan pada Naruto untuk memesan apapun yang ia inginkan sejak kali pertama Naruto menginjakkan kaki ke rumahnya.

"Hn."

Naruto tersenyum tipis dan mengangkat tangan. Seorang pelayan segera menghampiri Naruto dan Naruto segera memesan satu porsi ramen yang sama dengan pesanan pertamanya.

"Arigatou," ucap Naruto dengan nada suara yang lebih ceria dibandingkan sebelumnya.

Sasuke hanya menganggukan kepala sebagai reaksi atas ucapan Naruto. Ia memakan ramen dengan perlahan dan tenang, berbeda dengan Naruto yang begitu terburu-buru.

"Sasuke," ucap Naruto seraya menatap Sasuke lekat-lekat. Ia memberanikan diri menatap Sasuke dan mengajukan sebuah pertanyaan yang selama ini menganggu benaknya.

Ia merasa benar-benar kecewa pada sikap Sasuke yang seolah berusaha 'menghilangkan' keluarganya yang tersisa. Namun ia masih tak paham dengan alasan Sasuke melakukan hal itu. Bahkan, ia tak mengerti dengan alasan Sasuke yang bersedia membesarkannya.

Apakah Sasuke memang menikmati penderitaan Naruto dengan berpura-pura bersikap baik? Atau lelaki itu akan memanfaatkannya suatu saat nanti?

Sasuke mengangkat wajahnya dan membalas tatapan Naruto, "hn?"

"Bolehkah aku meminta bantuanmu?"

Sasuke mengernyitkan dahi sejenak dan menganggukan kepala.

"Bolehkah kau mempertemukanku dengan Karin-nee? Aku merindukannya," ucap Naruto dengan memberanikan diri untuk menatap Sasuke. Ia sengaja bertanya seperti ini hanya untuk menguji Sasuke. Mungkin saja reaksi Sasuke dapat mengubah opini Naruto untuk menjadi lebih positif terhadap lelaki itu.

Sasuke tersentak dengan pertanyaan Naruto. Matanya membulat secara refleks dan ia hampir tersedak dengan makanan di mulutnya.

Ia benar-benar terkejut dengan permintaan tak terduga dari Naruto. Ia tak mengerti mengapa Naruto membahas wanita biadab itu setelah bertahun-tahun tak pernah membahasnya.

"Mengapa?" Ucap Sasuke dengan tenang meskipun ekspresi wajahnya tak lagi datar.

"Kami tak bertemu selama bertahun-tahun. Dulu Karin-nee pernah berjanji akan menemuiku jika aku bersedia diadopsi. Karena ia tak menemuiku, kupikir aku harus menemuinya sekarang."

Sasuke terdiam. Permintaan Naruto mengingatkannya akan ucapan Itachi beberapa hari sebelumnya. Haruskah ia mempertemukan Naruto dengan Karin?

Sasuke tak ingin Naruto dimanfaatkan oleh wanita itu. Bukan tak mungkin jika Karin berusaha menarik simpati Naruto dengan kemiskinannya dan memanfaatkan Naruto untuk mendapatkan apapun yang diinginkannya.

Sasuke telah bertahun-tahun bersama Naruto dan mengenali tabiatnya. Kelemahan terbesar Naruto ialah sikapnya yang terlalu mudah kasihan dan berpikir terlalu positif. Jika Naruto sudah menyayangi sesuatu, maka ia akan melakukan apapun untuk seseuatu yang disayanginya, termasuk melindunginya. Dengan sifat Naruto yang seperti ini, Karin dapat dengan mudah memanfaatkan Naruto.

Bagi Sasuke, Karin tak pantas untuk menerima kebaikan Naruto. Wanita itu terlalu busuk, terlalu menjijikan untuk menerima kebaikan seseorang yang tulus

Saat inipun Sasuke akan melindungi Naruto dari Karin. Ia tak akan membiarkan Naruto bertemu Karin, apapun alasannya.

"Mungkin dia sudah pergi ke tempat yang sangat jauh? Atau dia melupakan janjinya tanpa sengaja, dobe?" Sahut Sasuke dengan berharap jika Naruto akan melupakan wanita itu.

Terlihat jelas jika Sasuke berusaha mengelak dan berniat menghentikan percakapan. Namun Naruto dengan sengaja kembali bertanya, "Kalau tidak merepotkan, bisakah kau mencarinya, teme?"

"Maaf, dobe. Aku tak tahu dimana dia," tolak Sasuke seraya mengangkat tangan.

Seorang pelayan segera menghampiri Sasuke dan ia berkata,"Pesan satu porsi gyoza."

Pelayan itu segera mencatat pesanan dan meninggalkan meja. Pelayan lainnya mengantarkan ramen pesanan Naruto dan menundukkan kepala dengan sopan.

Naruto menatap ramen yang dihidangkan dengan tatapan tak bernafsu. Antusiasme nya hilang begitu saja setelah mendengar ucapan Sasuke yang jelas-jelas berbohong dan membuatnya kecewa.

"Tidak masalah. Aku mengerti, teme," jawab Naruto sambil tersenyum meskipun hatinya terasa nyeri.

Sasuke menepuk kepala Naruto dengan lembut dan tersenyum tipis.

Sentuhan yang biasanya membuat Naruto merasa nyaman kini terasa menyakitkan entah mengapa. Ia tak lagi merasa senang dengan sentuhan lembut dari Sasuke.

-TBC-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro