03. Supermarket
Happy reading...
Jung Chaeyeon memasuki penitipan anak yang terlihat sepi. Sepertinya tinggal Haechan sendiri yang belum dijemput. Ia berusaha menenangkan dirinya sendiri dan menarik bibirnya tersenyum.
"Maaf bu, karena saya harus bekerja jadi merepotkan sampai malam." Kata Chaeyeon sopan pada Ibu pengasuh yang sedang menggendong Haechan.
"Nggakpapa bu, tugas kami memang begini. Ini Haechan baru bangun tidur bu."
Chaeyeon mengambil Haechan dari gendongan Ibu pengasuh tadi dengan sayang.
"Pinter loh anak Ibu, tahu banget kalo Ibunya kerja jadi nggak nyusahin." Kata Ibu pengasuh sambil tersenyum ramah.
Chaeyeon tersenyum manis, "Iya bu, Echan emang anak pinter dari kecil. Tapi agak susah beradaptasi." Kata Chaeyeon sambil memasang gendongan dipundaknya.
"Iya, tadi awalnya nangis nggak berhenti-berhenti bu. Lama kelamaan main sendiri anaknya."
"Echan, kiss bye dulu sama Ibu perawat."
Jung Haechan dengan mata yang masih mengantuk menempatkan tangannya di mulut dan melambaikannya pada Ibu perawat.
"Makasih ya bu, permisi.."
Ini semua karena Mamanya masih memilih pengasuh yang baik untuk Haechan sampai harus dimasukkan ke penitipan anak. Ya, demi kebaikan Haechan juga sih.
Chaeyeon mengingat pesan yang dikirimkan Mamanya pagi tadi yang mengatakan bahwa apartment nya sudah dibersihkan, padahal Chaeyeon tidak suka orang asing menyentuh miliknya.
Dua hari ini Chaeyeon dan Haechan tinggal dirumah Mama karena apartment nya yang kotor karena tidak ditinggali dua tahun lamanya.
"Echan mau biskuit?" Kata Chaeyeon mengeluarkan biskuit kesukaan Haechan dari tasnya.
Haechan tersenyum senang saat melihat biskuit yang ada ditangan Chaeyeon.
"Ini pegang sendiri."
Mereka berjalan sambil menikmati malam di Korea. Jung Chaeyeon sengaja tidak membawa mobilnya, ingin merasakan angin malam bersama Jung Haechan dalam dekapannya.
"Echan, kita mampir supermarket dulu ya.. Beli popok sama belanja sekalian."
"Aket?"
Chaeyeon mencubit gemas pipi Haechan, "Iya, supermarket."
Chaeyeon mengambil troli dan berjalan mengitari supermarket. Membeli semua kebutuhan mereka untuk satu bulan kedepan.
"Echan mau biskuit rasa apa?"
Haechan tertawa sambil bergumam tidak jelas.
"Rasa ini aja ya, apel orange!" Putus Chaeyeon bersemangat.
Seperti inilah kehidupannya dua tahun belakangan, dunianya yang penuh hura-hura berubah menjadi seperti ini.
Rasanya tidak nyata.
Chaeyeon mengelus pipi Haechan. Nyata.
"Bunda pengen ramyeon," Chaeyeon mengambil salah satu merek ramyeon kesukaannya.
Sebuah tangan besar tiba-tiba mengambil ramyeon yang sama membuat Chaeyeon tersentak.
"Eh?"
Chaeyeon membulatkan matanya melihat siapa yang sedang berada dihadapannya.
"Si-silahkan diambil saja Pak." Kata Chaeyeon sedikit terbata.
"Pak? Why? Aku terlihat tua?" Tanya orang itu dengan senyuman jahil yang sangat Chaeyeon ingat.
"Ti-tidak. Permisi."
Jung Chaeyeon mendorong troli meninggalkan pria itu.
"Huaaa.."
Jung Haechan menangis.
Tiba-tiba saja hati Chaeyeon sakit sekali.
Mengapa Haechan harus menangis disaat-saat genting seperti ini?
"Uh, sayang. Echann sayang." Kata Chaeyeon mengayunkan gendongannya, mencoba menenangkan Haechan.
Jung Chaeyeon semakin dibuat panik saat Haechan menangis tambah kencang. Tidak biasanya.
"Haechan.. Jung Haechan.. Anak bunda, sayang."
Peluh membasahi tubuh Chaeyeon. Semua orang sedang menatapnya dengan tatapan terganggu? Atau entahlah. Ia tidak perduli.
Tubuh Haechan sepertinya sedang tidak baik. Chaeyeon memeriksa suhu tubuh buah hatinya dengan tangannya.
Panas.
Pantas saja, Haechan yang biasanya cerewet hari ini tampak lesu.
"Jung Echan, kita kerumah sakit ya." Putus Chaeyeon yang masih berusaha untuk tenang. Walaupun kenyataannya ia sangat panik sekarang.
"Shit. Aku tidak membawa mobil hari ini." Umpatnya saat sudah berada diluar supermarket meninggalkan belanjaannya begitu saja.
Ia berdiri dipinggir supermarket. Mengayunkan tangannya berkali-kali saat taxi melewati mereka, tapi nihil. Tidak ada yang berhenti.
Tangisan Haechan bertambah kencang. Jung Chaeyeon mengepalkan tangannya erat. Sekali ini saja.
Chaeyeon memasuki supermarket kembali, mencari pria yang terlihat sedang membayar belanjaannya.
"Pak Johnny, bisa saya minta tolong?" Tanyanya dengan berat hati.
--
"Jung Haechan sepertinya alergi obat." Kata dokter yang ada dihadapannya.
Chaeyeon terlihat sedang tidak fokus. Kakinya terus bergerak, keringat dingin masih mengucur deras.
"Obat apa ya dok?"
Bukan Chaeyeon yang bertanya, melainkan Johnny. Entah apa yang sedang dilakukan pria itu mengikutinya masuk ke ruangan dokter ini.
"Dilihat dari zatnya ini adalah obat penenang. Jung Haechan mengalami demam dan sedikit sesak napas karena obat itu."
"Kau memberinya obat tidur?" Tanya Johnny pada Chaeyeon.
Chaeyeon menggeleng.
"Hari ini Haechan masuk ke penitipan anak, karena pengasuhnya belum datang." Kata Chaeyeon lirih.
Hatinya sakit.
Melihat Haechan tidak berdaya dengan inpus ditangannya, dadanya terasa sangat sesak.
"Sadarlah! Anakmu sedang tidak baik-baik saja!"
Teriak Johnny tiba-tiba membuat Chaeyeon terkaget menatapnya. Johnny sangat geram pada Chaeyeon yang sedari tadi terlihat seperti kehilangan nyawa, sedangkan dokter sedang menjelaskan hal yang penting.
Mata Chaeyeon berkaca-kaca, siap untuk menetes. Pikirannya kacau. Hatinya sakit. Ia takut.
"Oke, oke Haechan baik-baik saja. Sekarang sadarlah dulu Jung Chaeyeon! Haechan sudah tidak apa-apa."
Air mata pertamanya jatuh. Jung Chaeyeon sudah tidak kuat menahan sakit didadanya.
Johnny entah mengapa merasa sangat kasihan. Rasanya dadanya juga ikut merasa sesak. Refleks, ia memeluk Chaeyeon. Menenangkan wanita yang terlihat sangat kasihan itu dalam pelukannya.
"Tidak apa-apa, semua baik-baik saja."
Chaeyeon semakin terisak.
"Iya, menangislah. Semua baik-baik saja Jung Chaeyeon."
Johnny membiarkan bawahannya ini meminjam dadanya. Untuk hari ini saja.
Bersambung...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro