Ren[E]wal
[Read at your own direction]
"Kak Aiden ayo bangun!"
Bocah kecil itu terus mengguncang-guncang tubuh sang kakak. Wajah yang sudah memerah, mulut yang ketus dan kedua tangan yang disilangkan di depan dada merupakan tanda kekesalan sang gadis kecil kepada pria yang sedang tidur pulas di atas kasur.
Dirinya pun pergi ke dapur dan kembali membawa sepasang tutup panci. Ukurannya begitu besar sampai tangan kecilnya saja terlihat keberatan membawanya.
"Dasar keledai!" Dengan penuh amarah bocah perempuan itu membenturkan tutup panci yang ia pegang dan mengarahkannya langsung ke telinga sang kakak.
Tetap saja, konser kecil yang ia buat sama sekali tidak digubris. Kakaknya masih tertidur lelap, bahkan pria itu masih bisa mendengkur setelah baru saja mendapatkan permainan opera dari sang adik.
Ia kemudian mencari cara lain untuk membangunkan sang kakak. Sebuah ide terlintas di kepalanya, tanpa membuang waktu lama ia mengambil sehelai bulu kemoceng dari kamar. Bulu itu memiliki tiga warna. Hijau di bagian atas, kuning di bagian tengah dan warna merah di bagian akhir. Sang adik pun terkesima melihat perpaduan tiga warna primer yang ia kira biasa kini menjadi indah dan memanjakan mata.
"kumohon berhasil." Ia mengarahkan bulu tersebut tepat ke arah hidung kakaknya. Pria yang sedari tadi tidak bergerak seperti mayat akhirnya membalikan badan dan mengeluarkan suara gumaman yang terdengar seperti hewan.
Bocah itu terlihat senang sekaligus kaget melihat kemajuan yang ia lakukan. Dirinya kemudian mencoba menggelitiki sang kakak di bagian kaki. Pria yang tertidur itu pun refleks menggaruk kakinya.
Ia melompat-lompat kegirangan dan tertawa kecil melihat kakaknya yang kini menggeliat seperti ulat yang akan keluar dari dalam kepompong.
Kesenangannya tiba-tiba berhenti ketika mendengar suara ketukan pintu dari dalam rumah. Gadis kecil itu kemudian mengintip ke arah jendela. Tamu yang ia tunggu akhirnya datang.
Panik melihat perempuan yang sudah ada di luar pintu, ia bergegas membereskan semua barang-barang yang berceceran di lantai.
"Waktumu sudah habis Em, ayo kita pulang," ucap perempuan itu dari luar rumah. Suara perempuan itu sangat menenangkan diikuti aksen yang dipakainya terdengar begitu khas.
Gadis itu pun menghela napas panjang, ia tidak bisa bermain dengan kakaknya kali ini, ia memasangkan bulu yang tadi digunakannya di sela kuping sang kakak. Senyumnya yang manis terpancar di wajahnya.
Tiba-tiba saja dari luar jendela terlihat sebuah benda panjang yang sedang meluncur ke arah rumah mereka dalam kecepatan tinggi. Senyum yang ia pancar telah berubah menjadi tatapan yang waswas. Mata biru yang sudah menjadi turunan keluarganya kini bercahaya.
Gadis itu mendekatinya kakaknya sekali lagi, ia memainkan jarinya layaknya seorang kondektur opera, mulutnya bergerak seperti sedang memancarkan sebuah mantra, matanya yang biru mulai berkaca-kaca.
"Ini tidak nyata, kak."
🎡🎡🎡
Aiden akhirnya terbangun dari mimpi aneh yang baru saja ia alami. Karena kesadarannya belum terkumpul penuh ia memaksakan menggelengkan kepala dan mengucek kedua mata. Setelah melakukan ritual tersebut matanya yang merah seketika membesar ketika menyadari dirinya sudah berada di sebuah ruangan.
"Tunggu, aku di mana?" ucapnya sambil memegang kepala.
Aiden memandangi ruangan yang ia tempati. Dilihat dari sturuktur bangunannya, ia bisa tahu tempat ini selamat dari gempa, tembok dan atapnya masih terlihat kokoh. Namun, bagian langit-langitnya sudah ditumbuhi beberapa fungi, lumut dan beberapa plantae yang biasa hidup di sudut ruangan. Terdapat dua buah buah ponsel yang dinyalakan sebagai penerang. Ia pun melihat ada sebuah ranjang yang berukuraran mini berada tepat di sebelahnya.
Banyak tumpukan-tumpukan buku dan sebuah lilin yang sudah padam di tengah ruangan. Aiden mengecek buku-buku tersebut, ia pun membacanya dengan cepat. Di sana Aiden menemukan gambar-gambar aneh disertai tulisan-tulisan yang tidak ia ketahui. Tulisan ini sama persis dengan simbol aneh yang selalu ditemukannya di tempat-tempat tidak terduga.
Aiden merasakan dingin di bagian kakinya, ia pun melihat ke bawah. Seseorang telah mengambil sepatu dan kaus kakinya. Di atas kasur, terdapat sebuah kotak cokelat yang diikat pita berwarna kuning. Tanpa basa-basi dan curiga, Aiden membuka kotak tersebut.
Isi dari kotak itu adalah satu setel kemeja putih lengkap dengan celana bahan berwarna hitam. Di atasnya terdapat sebuah dasi kupu-kupu lengkap dengan sepasang pakaian dalam.
Pakaian ini sangat cocok aku kenakan saat prom sepertinya.
Ketika memegang bagian bawah kotak, Aiden menyadari ada sebuah kertas yang menempel di sana. Terdapat sebuah tulisan yang tidak terlalu bagus yang menyakiti kedua mata.
"Jika kau ingin mandi, kamar mandi ada di balik tirai." Terdapat sebuah strip dan juga huruf L yang besar di bawah tulisan itu.
Netra Aiden tertuju pada sudut ruangan. Di sana terlihat ada sebuah tirai yang disebutkan di pesan yang baru saja ia baca. Dirinya pun mengarahkan langkahnya ke sana dengan membawa kotak baru yang ia miliki. Aiden melewati tirai tersebut dan kedua kakinya seketika basah.
"Hell yeah!"
Di balik tirai itu terdapat sebuah kamar mandi dengan akses air bersih. Lengkap dengan shower, sebuah wastafel, dan juga semua perlengkapan mandi. Benar-benar apa yang ia butuhkan saat ini. Tanpa menunggu bau badannya sendiri memenuhi ruangan Aiden membuka semua pakaian yang ia kenakan dan mulai berpesta ria.
Sudah berminggu-minggu ia tidak merasakan sensasi air dingin membasahi tubuhnya, terlihat dari kaca wastafel semua bukti ketika melawan para terasphober. Luka cakaran, goresan-goresan kecil, bahkan gigitan yang mirip seperti kecupan dari beberapa monster terekspos dari punggung, badan hingga kaki. Namun, bukan hal itu yang menjadi perhatiannya saat ini, ia lebih berfokus kepada sebuah tiga haris hitam dan juga lingkaran kecil yang berada tepat di bagian dadanya. Aiden tidak pernah memiliki tato, bahkan mempunyai niat untuk mengukir tato ditubuhnya saja tak pernah terlintas.
"Sejak kapan aku memiliki tato?" tanya Aiden sambil memegang simbol yang ada di dadanya. "Ah, iya. Pasti ini sebuah kutukan."
Ketika semua darah-darah kotor keluar dari goresan-goresan luka. Aiden tetap saja bingung dan melupakan rasa perih yang sedang menjalar. Ia masih berfokus kepada tato barunya yang terlihat aneh.
Ia mengusap-ngusap tato itu dengan tangan, sabun, dan juga sampo yang mempunyai estrak lidah buaya. Tetap saja tato itu tidak bisa hilang.
"Sudahlah, kapan lagi kau memiliki tato alami bukan?"
Terlihat sudah tidak peduli akan tanda yang ada di dada, Aiden memutuskan untuk menikmati waktunya di kamar mandi. Ketika melihat bak yang kini hampir habis, Aiden meninggalkan kamar mandi tersebut. Baju-bajunya yang kotor ia diamkan basah dan ditinggalkan begitu saja.
Bingung karena tidak disediakan handuk, spontan Aiden menggunakan tirai kamar mandi untuk mengeringkan tubuhnya. Tanpa merasa bersalah lelaki itu mengeringkan badannya yang basah sambil bersiul.
Di saat yang sama seorang anak kecil dengan menggunakan hoodie kebesaran masuk ke ruangan dengan membawa sebuah kardus ditangannya. Alangkah terkejutnya gadis itu ketika melihat seorang lelaki dewasa bugil sedang mengeringkan badannya menggunakan tirai kamar mandi.
"I-itu tiraiku ...." Perempuan yang malang, tirai dengan motif bunga-bunga miliknya sudah tidak suci lagi.
Akhirnya kedua mata mereka saling bertatapan. Aiden berhenti mengelap tubuhnya dan gadis di depannya terlihat terkejut seperti baru saja melihat aksi pembunuhan.
"What the- siapa kau!" Aiden dengan terburu-buru masuk ke dalam kamar mandi, ia terbelalak ketika melihat ada manusia yang masih hidup. Dirinya sendiri sama sekali tidak menyangka bahwa yang ia temukan adalah seorang bocah perempuan yang memakai sebuah hoodie pink dengan gambar unicorn di tengahnya.
Tak mungkin seorang anak kecil seperti dia bisa bertahan di dunia ini sendirian. Apalagi dengan melihat hoodienya pasti dia salah satu fans Siwa family.
Pikiran Aiden dipenuhi dengan segala kemungkinan, ia belum bisa sepenuhnya percaya dengan sebuah fakta seorang anak kecil yang masih terlihat duduk di bangku terakhir sekolah dasar bisa selamat dari gempa sebesar itu.
"Eum ... kau sudah mengambil kotak yang kuberikan 'kan?" Suara bocah perempuan itu terdengar lembut, Aiden seketika teringat dengan suara adiknya sendiri.
"Iya aku mengambilnya, kotak itu untukku 'kan?" Dengan penuh percaya diri ia berani mengatakan hal tersebut.
"Oh, wow kau sangat percaya diri. Namaku Luxie. Boleh aku tahu namamu?"
"Sebentar aku ingin memakai baju dulu, aku sudah kedinginan." Tangan dan kaki Aiden sudah mengeriput karena terlalu lama di kamar mandi.
Dalam beberapa menit, ia akhirnya selesai memakai pakaian yang diberikan oleh Luxie. Ketika selesai, Aiden berjalan ke kaca yang ada di wastafel.
"Hmm, selera yang dia miliki bagus juga ternyata." Aiden sangat suka dengan tampilan barunya, ia membenarkan dasi kupu-kupu dan rambutnya secara bersamaan. Rahangnya yang kuat dan rambut coklat yang sudah rapih terpantul jelas di cermin.
Walaupun Aiden telah diberikan baju baru, pria ini masih kurang mempercayai bocah perempuan yang baru saja ia temui. Dirinya berasumsi perempuan polos itu semacam terasphober humanoid yang bisa menyamar. Ia terus saja berdebat dengan pikirannya dan lagi-lagi menghabiskan waktu yang lama di kamar mandi.
Di sebelah ruangan, Luxie mengeluarkan semua hasil temuannya hari ini. Makanan hingga obat-obatan lengkap ia dapatkan. Tak lupa dengan gummy bears kesayangannya, gadis itu terlihat sangat bangga pada dirinya sendiri. Dirinya tidak menyangka dapat membawa barang sebanyak ini.
Menjarah sudah menjadi kebutuhan bahkan salah satu hal penting yang bisa menyalamatkanmu dari kelaparan dan juga dehidrasi jika dunia sudah seperti ini. Terlihat seperti tindak kejahatan bukan? Namu, apakah ada cara lain untuk bertahan hidup?
Perut Luxie sudah berdemo sedari tadi, suara sumbang yang dikeluarkan perutnya membuat gadis itu tertawa. Ia pun memutuskan untuk membuka makanan kaleng yang ia dapat. Tanpa ia ketahui suara tutup kaleng yang sedang dibuka segelnya mengundang kedatangan seseorang pria tampan dari dalam kama mandi. Dengan ekspresi yang datar, Aiden membuka tirai dan duduk di samping Luxie.
Mata Aiden berbinar-binar seperti kucing yang kelaparan. Luxie menatap lelaki tersebut dengan tatapan acuh, ia pun menepuk kepala pria tersebut dengan pelan. Dirinya kembali melanjutkan memakan makanan dan tidak peduli dengan kehadiran Aiden.
"Oh, ayolah kau tidak kasihan dengan pria tampan ini?" Aiden memicingkan mata dan menyilangkan kedua tangannya. Gestur itu ia tunjukan seolah-olah ia marah dengan tindakan Luxie. "FYI, aku alergi pria tampan tapi, kau bisa ambil ini." Gadis itu pun memberikan Aiden sebuah minuman.
Tanpa basa-basi Aiden menghempaskan minuman itu tersebut ke arah tembok. Luxie yang melihatnya berhenti mengunyah makanan, kedua matanya seketika menatap Aiden dengan tajam. Ketika bocah itu menarik napas yang panjang, Aiden bergegas mengambil minuman yang dihempaskannya.
"Kucing pintar." Luxie bertepuk tangan dan kembali menepuk kepala Aiden, ia pun akhirnya menawari Aiden makanan kaleng yang ia pegang.
"Aww, thanks!"
Ketika Aiden ingin mengambil makanan tersebut, dengan cepat Luxie mengambilnya kembali.
"Hei! Ayolah!"
Luxie tersenyum miring. Ia terlihat menikmati pertunjukan tersebut.
"Kau ingin ini?" tanya Luxie dengan memakan dan menguyah makanan itu dengan perlahan.
Aiden kemudian melancarkan serangan—tak—terduga. Namun sayang, Luxie dapat membaca serangan itu tersebut dengan mudah.
"Berposelah dengan gaya seolah kau ini seekor kucing. Jika bagus, kau boleh mengambil semua makanan ini, bagaimana?" Tawaran Luxie sangat menggiurkan, Aiden tidak bisa menolak makanan-makanan lezat yang di depannya sekarang.
Dengan secepat kilat, Aiden melepas dasi kupu-kupunya. Ia membuka kancing bajunya sampai dada.
Melihat hal itu, muka Luxie tiba-tiba saja memerah. Perempuan itu refleks menutupi pandangannya dengan sebuah bungkus makanan.
"Kau ini ingin menjadi seekor kucing atau penari striptis, sih?" Luxie perlahan mundur ke belakang mengambil sebuah teflon yang ada di dalam kotak yang ia bawa tadi.
"Aku bisa menjadi keduanya." Aiden tiba-tiba saja berpose seperti seorang model di atas kasur. Tangan kanannya bertugas menopang kepala pria sedangkan tangan yang satunya memegang dadanya yang terekspos, tidak sampai situ kedua kakinya ia selonjorkan dan dagunya ia angkat dan menatap tajam ke arah Luxie.
"Hei, Luxie! Can't you handle this?"
Luxie mengintip dari balik bungkus makanan.
"Feed me like one of your french cat, miaw!" Dengan suara basnya lelaki ini menggerakan tangan kirinya seperti pajangan kucing pembawa keberuntungan yang sering ada di toko. Aiden telah kehilangan dua komponen penting dari hidupnya saat ini. Akal sehat dan juga martabat.
Luxie yang melihat pose tertawa dan menjatuhkan teflon yang ada di tangannya, ia tak bisa menahan tawa melihat ekspresi wajah lelaki tersebut. Pria yang ada di depannya sangat menjiwai karakternya sebagai kucing jadi-jadian.
"O-oke kau menang. Silahkan ambil makanan ini sepuasmu." Gadis itu bertepuk dangan dan melakukan standing ovation.
Aiden kemudian langsung turun dari kasur, ia tidak memperdulikan penampilannya sekarang, dengan cepat ia membuka semua makanan yang ada di depannya. Luxie pun terlihat senang melihat Aiden melahap semua makanan yang ia dapatkan.
"Dasar siluman kucing," kata Luxie sambil tertawa kecil.
Aiden pun ikut tersenyum dengan makanan memenuhi kedua pipinya. Pria ini merasakan kembali perasaan yang beberapa hari ini ia sudah tak lama rasakan. Sebuah perasaan ketika Emily masih ada di sisinya.
~~***~~
Hallo! Jumpa lagi dengan saya. Gimana chapter tiganya? Aiden udah dikasih tau tuh gimana wujudnya wkwk. Pantengin terus DAWN ya gais! Tekan tombol bintang di kiri dan tinggalkan jejak yaw, makasi!
Sincerly, Xenon
1834 words
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro