Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Anothe[R] Side

[Read at your own disrection]

"Xibalba merupakan tempat tergelap dan sumber dari segala kejahatan di bumi, tempat ini ... hei! Bisa-bisanya kau tertidur!"

"Hah-hah? Unicorn? Di mana?" Gadis itu langsung saja terbangun ketika ditepuk pundaknya oleh Aiden.

Karena kejadian tadi Luxie akhirnya memiliki ide untuk mengetes kemampuan baru Aiden dengan menyuruhnya untuk membaca isi dari salah satu buku miliknya yang penuh dengan Bahasa Yucatan. Entah ini kutukan atau sebuah pemberian dari Tuhan. Dalam sekejap mata sang pria pemburu terasphober kini bisa membaca bahasa kuno Suku Maya.

"Aku sudah membaca seperempat dari buku ini, tetapi belum juga menemukan cerita mengenai dua orang kembar yang kau katakan. Informasi yang kutemukan hanyalah bagaimana dunia ini terbentuk, daftar nama dari semua dewa-dewa yang ada, dan juga alasan-alasan mereka menyembah matahari. Buku ini lebih mirip dengan sebuah ensiklopedia dibanding buku cerita yang kau bilang."

"Dalam lima menit kau bisa melakukan semua itu?" Kedua alisnya beradu, mulutnya terbuka seperti ikan koi, hidungnya memekar seperti kembang kol. Gadis itu sangat terkejut.

"Kau tertidur selama tiga puluh menit, Lux. Kau salah jika meninggalkan sebuah buku bersamaku dalam waktu selama itu."

"kukira kau tidak ingin membangunkanku, ternyata ekspetasiku terlalu tinggi ...." Kedua telunjuknya mengelap kantung mata yang hitam seolah dirinya telah menangis. Tangan kanannya ditaruh di atas dahi sebagai pelengkap drama yang sedang dimainkannya. Luxie pun menjatuhkan tepat di atas kasur.

"Too dramatic, skip. Aksiku menjadi kucing dengan pose Titanic lebih bagus dibanding aktingmu."

"Cih!"

Tidak memedulikan kekesalan bocah dengan akting yang terlalu dramatis Aiden lebih berfokus untuk mencari ransel hitamnya yang selalu ia bawa. Sejak tadi lelaki itu tidak melihat benda kesayangannya di sekitar ruangan.

"Lux, kau melihat ransel hitam milikku tidak? Aku tidak bisa menemukannya di mana-mana.

Luxie yang sedang murung di pojok kasur menoleh ketika pria itu memanggil namanya. Namun, setelah mendengar kata ransel ia pun kembali membalikan badan.

"Lux?"

"I-Iya?"

"Kau tidak membuang ransel hitamku bukan?"

"T-tidak ...."

Kilas balik ketika dirinya memakai ransel hitam sedang diputar. Bulir-bulir keringat yang jatuh dan juga perasaan tidak mau disalahkan menyelimuti tubuh gadis kecil itu.

Sesekali Luxie menengok ke arah belakang untuk memastikan Aiden tidak menatapnya. Namun sayang, Aiden terlihat telah menyilangkan kedua tangan dan sudah siap memarahi dirinya.

"Lux ...."

"Oke-oke aku teledor, aku tidak sengaja meninggalkan ransel itu di bagian hardware."

"Tunggu di bagian hardware? Maksudmu di sebuah mall?"

"I-iya ...."

Aiden mengembuskan napas panjang. Amarahnya kian memudar ketika wajah Luxie sudah memasang wajah "puppy face" terlebih dulu. Matanya yang bundar dan hidung minimalis yang ia miliki membuat pria di hadapannya luluh seketika.

"Pack your things kita akan berangkat ke mall itu." Kedua alisnya menjadi turun menandakan Aiden sedang serius. Salah satu barang yang ada di dalam tas itu lebih berharga dibanding apa pun di dunia ini. Ia tidak boleh kehilangannya.

Mendengar hal itu Luxie pun sudah tahu maksud Aiden, ia mengambil tas jaring, memasukan makanan, dan juga obat-obatan hasil jarahannya.

"Ini milikmu 'kan?" tanya Luxie sambil memberikan tongkat baseball milik Aiden yang dirinya simpan di bawah ranjang tidur.

"Iya." Aiden mengambil tongkat itu tanpa menengok ke arah Luxie. Pria itu sedikit lega melihat tongkat kebanggannya itu masih bisa ia pegang.

"M-maaf," lirih Luxie pelan. Dirinya takut sekaligus merasa bersalah terhadap atas apa yang ia perbuat.

"Semua orang pernah lupa akan sesuatu daripada murung dan merasa bersalah lebih baik kita mencarinya." Aiden mengelus rambut Luxie mencoba menenangkan sang gadis. Hal itu sering ia lakukan ketika adik kecilnya membuat suatu kesalahan.

Luxie pun menggangguk pelan. Dirinya tiba-tiba ingat akan sebuah benda yang ada di bawah kasur.

"Kak Ai, anggap saja ini sebagai permohonan minta maaf." Luxie memberikan sebuah kotak hitam dengan logo putih bergaris tiga di atasnya.

"Kak? Tumben sekali kau. Masih kecil sudah berani menyogok orang ya. " Aiden membuka kotak dan terkejut dengan sebuah benda di dalam kotak yang ia pegang.

Sepasang sneakers berwarna hitam dengan sepasang tali berwarna putih yang selama ini ia inginkan sudah berada di pangkuannya. Aiden sangat tahu sneakers yang ada di kotak ini bernilai ribuan dolar yang merupakan barang yang sangat langka.

"B-bagaimana k-kau mendapat sneakers ini?" ucap Aiden terbata-bata.

"Aku mendapatkannya sekitar seminggu yang lalu ketika aku sedang berjalan-jalan di Westgate. Karena aku tahu sepatu itu sangat hype dikalangan orang-orang borjuis, jadi aku memutuskan untuk mengambilnya. Kau suka 'kan?"

"A-aku tak tahu apakah harus menerimanya."

"Oh, ayolah kak Ai masa orang sepertimu tidak pernah mempunyai sepasang sneakers."

Aiden bergeming. Kenyatannya adalah pria ini tidak pernah memiliki sepasang sneakers sebelumnya. Bahkan semua barang dan pakaian yang ia miliki hanya bersumber dari dollar store. Dia masih merasa bahwa dirinya belumlah pantas memakai barang dengan harga yang sangat tinggi. Apalagi jika bukan dari hasil jerih payahnya sendiri.

"Kau tidak menyukainya ya?" Luxie pun ikut menjadi sedih melihat ekspresi Aiden yang seperti itu.

"Ah, bukan itu. Hanya saja aku merasa belum pantas memakai sepatu ini ...."

Luxie terlihat jengkel mendengar balasan dari Aiden, lelaki itu tidak tahu bahwa gadis berumur empat belas tahun ini tidak suka melihat orang-orang yang bersikap seperti pecundang di hadapannya.

"Apakah semua orang harus menjadi orang kaya terlebih dahulu untuk mendapat label pantas memakai sneakers? Haruskah semua orang menjadi sengsara jika ingin mendapatkan sebutan miskin? Itu hanya perspektif orang-orang yang mudah ditindas oleh orang lain. Aku tahu kau bukan orang yang seperti itu. Kau bukan orang yang tidak pantas."

Aiden tertawa canggung mendengar ucapan Luxie, ia tak menyangka dia akan disadarkan oleh seorang anak kecil.

"Tidak ada hal yang lucu tau!" bentak Luxie sambil memukul bahu Aiden.

"Hei-hei maafkan aku!" Aiden pun memakai sneakers pemberian Luxie. Sepatu itu dengan mudah masuk ke kaki Aiden, ukurannya pun pas. Sebuah pikiran pun terlintas di kepala laki-laki itu.

Bagaimana dia tahu soal ukuran sepatuku?

"Sudah siap?" tanya Luxie sambil merapihkan bajunya.

"Let's go!" Tanpa memberitahu Luxie Aiden melewati gadis itu dan berjingkrak-jingkrak bahagia.

"Kau lupa membawa senter!"

🎡🎡🎡

Setelah keluar dari ruangan itu. Aiden dan Luxie menuruni sebuah tangga yang melingkar. Udara yang dingin seperti menusuk mereka hingga ke pori-pori. Cahaya remang dari senter masih menjadi penerangan untuk keduanya.

Bangunan-bangunan kota tidak berpenghuni, jalanan yang sepi, dan tak lupa statusnya yang masih sendiri adalah situasi Aiden yang sudah biasa ia jalani. Mr. Lonely, sebutan yang sangat cocok untu pria jenius yang sekarang bisa membaca simbol Yucatan tertera di tembok yang berada di hadapannya.

Cahaya akan datang, korban ritual sudah ditemukan!

"Oke, itu menyeramkan."

"Ada apa?"

"Tidak-tidak aku hanya sedang mengimajinasikan sesuatu," tukas Aiden mengalihkan topik pembicaraan.

"Kau sedang memikirkan para unkown?"

"Unknown? Sebutan untuk mahluk apa lagi itu?" tanya Aiden dengan wajah seriusnya.

"Itu sebutan yang ku buat untuk makhluk hitam berbentuk tidak simetris yang sering aku temui ketika akan berpergian. Walaupun mereka tidak menyerangku atau semacamnya, tetap saja mahkluk hitam tersebut sering membuntutiku ke mana-mana. Stalker much."

Aiden memegang alis kanannya, ia mulai menerka-nerka bahwa deskripsi monster yang baru saja Luxie katakan termasuk golongan terasphober bertipe abstract.

"Oh, itu dia salah satunya." Luxie menujukan jari telunjuknya ke belakang Aiden. Di sana terlihat seekor makhluk berbentuk seperti bulu babi dengan duri di sekitar tubuhnya, melayang, dan juga menyala dalam gelap. Makhluk itu tidak memiliki mata, hanya dua garis sejajar seperti simbol terhias di wajahnya yang berwarna merah.

"Hm, dia mengingatkanku kepada lampu taman yang berada di sekolah."

Sebuah duri tiba-tiba melesat ke arah Aiden. Dengan koordinasi yang stabil lelaki itu menepuk kedua tangan dan berhasil menghentikan pergerakannya sebelum mengenai wajahnya yang mulus.

Dengan ekpresinya yang datar dan sama sekali terlihat terkejut Aiden menoleh ke arah Luxie. "Kau bilang mereka tidak berbahaya ... pembohong."

"Mungkin mereka sudah bisa mengenali orang yang memiliki banyak dosa, jadi ...."

"Kurang ajar kau. By the way, kita akan jalan?"

"Tidak juga."

Luxie mengambil kunci mobil di saku hoodie-nya. Ketika ia menekan salah satu tombol, sebuah mobil dari kejauhan merespon dengan mengelurakan bunyi klakson dan cahaya merah dari kejauhan. Mobil itu perlahan melayang dan membalikan posisinya sendiri. Semua ban yang dimiliki mobil itu kian merubah poros menjadi kesamping. Dalam hitungan menit mobil itu melesat cepat dan berhenti tepat di hadapan keduanya.

"Sejak kapan bocah sepertimu bisa mengendarai hover car?" tanya Aiden dengan mulut yang menganga.

"Ini tahun 2120, semua orang bisa melakukan segalanya sendiri. Aku ini sudah berumur empat belas tahun! Sudahlah, cepat masuk!"

Luxie mengambil kursi kendali dan Aiden duduk di sebelahnya. Tombol-tombol aneh dengan bentuk yang bervariasi menghiasi bagian kemudi. Aiden menatap ke belakang, terdapat dua kursi dengan sabuk yang menyala. Karena penasaran Aiden memegang bagian atas mobil dan seketika sebuah domino effect pun terjadi dan terbukalah atap mobil dan juga keluar empat buah music box kecil di sudut-sudut kaca.

"Damn ...."

Di bagian tengah terdapat sebuah tombol merah yang terlihat sangat satisfying, bentuknya berwarna dibalur warna ruby yang berkelap-kelip dengan tambahan giltter.

"Jangan pencet tombol merah itu," ucap Luxie sambil memegang kemudi. Gadis itu seolah tahu tangan lelaki di sebelahnya akan menekan tombol itu jika tidak ia larang.

Luxie kemudian memetikan jari. Aiden yang masih dalam posisi menghadap ke belakang benar terdorong ke bagian depan, kepalanya terbentur bagian depan kaca mobil.

"Sial. Ganas sekali mobil ini."

Lelaki itu pun membenarkan posisi tubuhnya. Sebuah benda hitam mirip sabuk pengaman melilit tubuh Aiden dan cahaya berwarna biru terpancar dari bagian bawah yang ia tempati sekarang. Perasaan bingung, takut, bahkan takjub menjadi satu ketika Aiden menaiki mobil tersebut.

"Lux, ini aman kan?"

Luxie tak menjawab, ia sibuk menekan tombol untuk menyalakan mobil ini. Ketika sudah menekan beberapa tombol di depannya kini gadis kecil itu sudah siap dengan memegang persneling mobil.

"Siap untuk terbang?"

Suara mesin yang dinyalakan terdengar. Lampu depan mobil menyala. Hologram spidometer terlihat di ujung kanan kaca mobil. Luxie menggeser hologram tersebut. Tampilannya berubah menjadi peta Kota Oxford. Luxie menginjak gas dan mobil yang mereka tumpangi melesat cepat melintasi Kota Oxford.

~~***~~

Huft! Akhirnya chapter empat update juga!! Terasphober jenis apa yang bakal Aiden dan Luxie temuin?

Jangan lupa buat vote klik bintang di pojok kiri dan tinggalkan jejak! (Lebih bagus masukin library sih biar bisa up to date 👀)
Thank you!

Sincerly, Xenon

1572 Words.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro