Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 24: Yukina vs Katsuki

Pertandingan kedua di semifinal, Bakugo melawan Tokoyami dilanjutkan setelah kerusakan akibat Todoroki-Yukina selesai diperbaiki. Tentu saja pertandingan tersebut dimenangkan oleh sang Raja Peledak secara telak, mengingat Dark Shadow sangat lemah terhadap cahaya. Pada akhirnya, Tokoyami memilih untuk menyerah.

Midnight mengangkat tangannya, "Tokoyami menyerah! Pemenangnya Bakugo!"

[Present Mic]: "Dengan ini, ditetapkan finalnya Yukina melawan Bakugo!"

Bakugo menatap tajam layar yang menampilkan foto dirinya dan Yukina. Matanya mengedar ke seluruh stadion, mencari sosok yang menjadi lawannya. Namun sayang, yang dicari tak terlihat batang hidungnya.

Bakugo mendecih kesal. Pertandingan tadi sama sekali tak membuatnya merasakan kemenangan, karena Tokoyami bukan lawan yang cocok untuknya. Ditambah Yukina tidak menyaksikan pertarungannya. Ah, lengkap sudah kombinasi menyebalkan yang membuat Bakugo semakin geram.

Ruang Tunggu Peserta 2...

Di sinilah Yukina berada ketika pertandingan semifinal kedua yang brutal terjadi. Apa yang dia lakukan di sana? Yah, namanya juga ruang tunggu, jadi sudah jelas Yukina gunakan untuk tidur, bukan? Karena tak menerima luka apapun saat melawan Todoroki, dia dapat kabur dari Recovery Girl dan langsung meluncur ke ruang tunggu untuk hibernasi.

Yukina terlelap pulas dengan kedua tangan terlipat di meja sebagai bantal. Seragamnya yang robek-robek belum diganti dengan yang baru. Tampaknya dia sama sekali tak terganggu dengan itu, karena tidur adalah prioritas utamanya.

Drrtt.. Drrt... Ponsel Yukina bergetar, tanda ada pesan masuk. Sang pemilik perlahan terbangun untuk memeriksanya. Izuwu, nama Midoriya yang terlihat di layar ponsel. Yukina memang suka menamai kontaknya aneh-aneh.

[Izuwu]:
| Pertandingan final sudah ditentukan. Lawanmu adalah Kacchan.
| Kau baik-baik saja? Karena dia takkan mengalah padamu.

'Kacchan? Terdengar sangat imut!!' teriak Yukina dalam hati. Semburat merah muncul di kedua pipinya. Bukannya takut atau cemas, Yukina malah salah fokus pada nama lawan finalnya. Siapa sangka cowok sesangar Bakugo dipanggil dengan nama seimut itu.

[Yukina]:
Ya, jangan khawatir. |
Aku akan berusaha sebaik mungkin. |

[Izuwu]:
| Aku tahu kau bisa melakukannya! Berjuanglah!

Yukina bangkit dari kursi. Matanya turun menatap tank top olahraga yang ia pakai, koyak moyak akibat api Todoroki. Helaan napas panjang dia hembuskan dengan rileks. "Bajuku tidak banyak, tahu," keluhnya.

Yukina berjalan mengambil perban dalam loker. Bukan untuk menutup luka, toh dia sama sekali tak terluka, melainkan untuk membebat dadanya. Selain agar tidak menimbulkan guncangan saat bergerak, Yukina juga tidak ingin mendapat perhatian yang tak diinginkan gara-gara bentuk tubuhnya. Terutama dari Mineta.

"Kukira seragam U.A. itu fireproof. Kalau begini, aku harus berhati-hati agar si Landak Peledak tidak menghanguskan pakaianku lagi. Mendokusai," gerutu Yukina di sela-sela ganti bajunya. Kini seragam compang-camping telah terlepas dari tubuhnya. Aneh tetapi nyata, tak ada guratan luka sedikipun meski pertandingannya melawan Todoroki begitu dahsyat. Namun...

"Aku terlalu berlebihan saat menggunakan quirk cahaya. Efeknya sedikit menyakitkan," gumam Yukina sambil mengelus lengan kanannya yang panas.

BRAAK!! Pintu ruang tunggu terbuka dengan antilembut, membuat Yukina menatap ke sumber keributan. Tampak Bakugo Katsuki yang membuka— Ah, bukan, lebih tepatnya mendobrak pintu tanpa berperikepintuan. Dibuktikan dengan kaki kanannya yang terangkat, bertahan pada ketinggian perutnya sendiri.

"Hah?"

Satu kata bernada rendah terdengar dari Bakugo saat merespon pemandangan di hadapannya. Yukina dengan ekspresi datar dalam keadaan setengah telanjang. Bakugo yang biasanya berisik langsung anteng saat itu juga. Matanya memandangi Yukina layaknya sedang bermain game mencari perbedaan, begitu cermat dan teliti.

Dan hasilnya, Bakugo takjub mengetahui tidak ada goresan luka di kulit Yukina yang putih pucat. Untuk beberapa saat dia tak dapat mengalihkan pandangannya. Entah karena masih berjuang mengungkap misteri seberapa kuat Yukina, atau malah mengagumi lekuk tubuhnya yang terbentuk sempurna.

Well... He's a man after all.

Di sisi lain, Yukina masih tenang seperti biasa, sama sekali tak terganggu dengan kehadiran Bakugo di situasi awkward tersebut. Hanya matanya yang berkedip sesekali, menyiratkan kebingungan kenapa Tuan Peledak datang ke ruangannya.

"A-apa?! Kenapa kau ada di sini, sialan?!" tanya Bakugo yang kesadarannya pulih. Namun, tak sadar bahwa dirinya sendiri yang salah masuk ruangan. Jika pintu yang Bakugo tendang bisa bicara, pasti dia akan berkata, 'Lu yang salah, kok lu yang marah?'

Yukina menelengkan kepalanya bingung, ekspresi datarnya berubah polos —namun terlihat dungu di mata Bakugo. Melihat lawan bicaranya hanya memasang wajah bodoh dan tidak segera ambil tindakan untuk menutupi auratnya, Bakugo semakin kelabakan.

"Dan juga... P-PAKAI BAJUMU, SIALAN! APA KAU TIDAK PUNYA RASA MALU?!" seru Bakugo setenang mungkin, but failed.

[Kelemahan Yukina No. 18: Malu itu apa?]

Krik.. Krik... Yukina yang semakin tidak mengerti hanya dapat mengheningkan cipta di tempat. Sementara Bakugo bagai tersambar petir di siang bolong saking kagetnya melihat Yukina yang tidak peka.

'Dia sama sekali tidak sadar dengan penampilannya!' jerit Bakugo dalam hati.

Yukina tersentak tanpa mengubah ekspresi, membuat Bakugo ikut tersentak pula. Kini Yukina tahu apa yang harus dilakukan. Dia mendehem, seperti seorang penyanyi mengambil nada untuk bersenandung, kemudian—

"Kya."

" . . . "

Niat Yukina ingin menjerit malu seperti perempuan pada normalnya, tetapi apa daya yang keluar malah nada monoton. Reaksi yang sangat lambat sekaligus gatot alias gagal total. Bakugo hanya bisa menghela napas dan—

"BERHENTILAH MEMAKSAKAN DIRI KALAU TIDAK BISA TERIAK, BODOH!"

Nah kan, malah Bakugo yang teriak. Ibarat motor, ini bukan ngegas lagi tetapi sudah ngetril.

"Setidaknya aku sudah berusaha," balas Yukina datar. Dia membuka perban di dadanya, melanjutkan aktivitas yang tertunda.

"T-TEME! Apa yang kau lakukan?!" bentak Bakugo. Sontak menutup matanya dengan tangan. Semburat merah yang menyebar semakin terlihat jelas di pipinya.

"Ganti baju. Kenapa?" ucap Yukina berbalik tanya.

[Kelemahan Yukina No. 19: (Sangat) tidak peka.]

"KAU INI BENAR-BENAR TAK PUNYA MALU, YA?! ADA SEORANG LAKI-LAKI DI SINI, BODOH!"

"Kurasa kau laki-laki yang tidak tertarik pada perempuan," balas Yukina polos.

Bakugo seperti tersetrum listrik bertegangan tinggi akibat ucapan Yukina. Belum juga bertanding, Yukina sudah menyulut emosinya. Ingin rasanya Bakugo meminta pihak U.A. untuk memajukan jadwal final agar bisa meledakkan Yukina sekarang.

"Ngomong-ngomong, bisakah kau membantuku?" tanya Yukina datar. "Tangan kananku sedikit sakit, jadi—"

BRAKK!! Bakugo langsung keluar dan menutup pintu dengan kasar, suaranya bergema ke seluruh sudut ruangan. Sepertinya dia sudah tidak tahan lagi berhadapan dengan kepolosan Yukina, atau mungkin kebodohannya.

"KUBUNUH KAU DI FINAL NANTI!" teriak Bakugo dari luar ruang tunggu. Setelahnya terdengar langkah kaki yang terentak-entak penuh emosi, kemudian memelan hingga tak terdengar lagi.

Yukina menghela napas panjang, "Aku takjub dia tidak hipertensi di usia muda."

Perhatian Yukina teralihkan. Indikator LED di ponselnya berkedip-kedip, sebuah notifikasi ada pesan masuk yang belum terbaca. Begitu Yukina membukanya, ekspresinya berubah drastis. Dari yang semula datar menjadi geram.

[???]:
| Aku melihatmu. Jangan mengecewakanku.

[Present Mic]: "Festival Olahraga U.A akhirnya memasuki pertarungan terakhir! Murid kelas satu yang berdiri di puncak akan ditentukan di pertandingan ini! Apalagi kalau bukan pertandingan F-I-N-A-L!"

Kobaran api di masing-masing sudut arena semakin membara seiring peserta final, Bakugo dan Yukina memasuki medan perang. Mereka berdiri berhadapan. Seringaian lebar terukir di wajah Bakugo, tangannya pasti sudah gatal ingin meledakkan lawannya. Sementara Yukina masih dingin seperti biasa, hanya saja... Auranya lebih gelap.

"Uwah... Kalau yang sebelumnya Perang Dingin, sekarang Perang Dunia, ya," celutuk Kaminari.

Penonton bersorak-sorai penuh semangat. Semua orang penasaran siapakah pemenangnya nanti, mengingat kedua peserta termasuk top class. Bahkan Todoroki sampai ikut menonton di kursi 1-A, membuat teman-temannya kaget bukan kepalang.

"T-Todoroki?! Kau mau menonton pertandingan final di sini?" tanya Midoriya.

Todoroki hanya ber-iya pelan dan segera duduk. Sepertinya dia sedikit berubah setelah bertarung melawan Yukina.

"Bagaimana lukamu, Todoroki?" tanya Kirishima.

"Sudah disembuhkan. Berkat dinding Cementoss-sensei, lukanya tak begitu parah," jelas Todoroki sambil menyentuh perban luka di pipi kirinya yang ditonjok Yukina dengan kekuatan gorila.

"Yukina benar-benar kelewatan! Masa' cowok se-ikemen ini ditampol, sih!" ucap Ashido kesal.

"Kurasa Yukina-chan tidak tahu apa itu ikemen, Mina-chan," sahut Asui.

[Present Mic]: "Dari prodi pahlawan, Aizawa Yukina! Melawan... Dari prodi pahlawan, Bakugo Katsuki!"

"Yo, Cewek Mendokusai," Bakugo menyapa dengan nada rendah. Tidak berteriak seperti biasanya.

"Hai, Cowok Peledak," balas Yukina dingin. "Bersyukurlah, kali ini kau takkan disoraki penonton seperti saat melawan cewek sebelumnya," lanjutnya, sejenak membuat Bakugo tertegun karena penekanannya begitu berasa.

Yukina menunjuk dirinya sendiri, "Karena cewek ini lebih kuat, jauh lebih kuat. Jangan berpikir kau bisa menang dengan mudah seperti sebelum-sebelumnya."

Bakugo mendecih, "Meski kita berada di panggung yang sama, kau masih saja bertingkah lebih heba—"

"Jangan samakan aku denganmu," potong Yukina cepat. "Setelah pertandingan ini selesai, aku akan menduduki posisi puncak dan meninggalkanmu di sini."

[Present Mic]: "Sekarang, START!"

Yukina bereaksi lebih cepat saat aba-aba selesai dikumandangkan. Dirinya langsung menciptakan hamparan kegelapan masif yang menerjang Bakugo tanpa ampun. Layaknya gelombang seismik, kegelapan menyebar ke segala arah dan menyebabkan goncangan pada permukaan tanah.

Mengetahui serangan bak tsunami hitam itu mendekat, Bakugo tak tinggal. Dia membombardir semua yang datang menggunakan kedua tangannya secara bergantian namun cepat. Tentu saja disertai sumpah serapah yang keluar dari mulutnya.

"Suffocation."

Saat Bakugo sibuk mengebom hamparan kegelapan, Yukina langsung membuat bola hitam raksasa yang melahapnya habis. Debu hitam yang beterbangan perlahan menyatu rapat, menandakan bola kegelapan mengeras. Proses yang mirip mendinginkan air menjadi es.

[Present Mic]: "Baru mulai, Yukina langsung menyerang dengan kekuatan penuh! Apakah dia ingin mengakhiri pertarungan dalam sekejap?!"

"Tidak, belum," sahut Yukina dingin. Matanya menatap tajam bola kegelapan yang berdegum dari dalam. Mengingatkannya pada jagung yang berubah menjadi popcorn.

"Dia... belum mati," lanjut Yukina.

Tiba-tiba bola kegelapan hancur pecah, meletus seperti balon yang ditusuk jarum tajam. Angin berhembus kencang akibat energi yang membentuk bola kegelapan dipaksa terlepas oleh Bakugo.

'Dia... meledakkannya seperti tikus tanah sedang menggali. Cerdik juga,' batin Yukina.

"Sekarang aku mengerti maksud kegelapanmu yang melemah," kata Bakugo tiba-tiba, membuat Yukina tertegun. "Jika aku menyerang cepat di kondisi itu, pasti bakal hancur!"

Tanpa membuang waktu, Bakugo langsung menerjang Yukina menggunakan ledakan turbonya. Yukina membuat pedang kegelapan di tangan kiri, siap menebas Bakugo dalam mode semu penerbangan. Jarak mereka semakin dekat dan nyaris berbenturan.

Tepat saat Yukina mengayunkan pedang, Bakugo menciptakan tekanan untuk mengubah arah ledakannya agar dapat menghindar. Serangan Yukina hanya memotong angin kosong karena sang target bergerak melewatinya dari atas. Mata Yukina terbelalak, gerakan Bakugo benar-benar tak terduga.

"Kau meremehkanku, ya?! Baka!" seru Bakugo saat melayang di tengah-tengah udara. Dia membuat ledakan di tangan kiri untuk mendorong dirinya mendekat, sementara tangan kanannya siap meledakkan punggung Yukina yang terbuka penuh celah.

SETT!! Belum sempat Bakugo mengeluarkan ledakan, Yukina memutar tubuhnya dengan bertumpu pada kaki kiri sebagai poros. Pedang di tangan kirinya menyusut, melapisi telapak tangannya yang menangkap -atau lebih tepatnya mencengkeram lengan Bakugo dengan kuat. Kaki kanannya yang bercahaya terangkat tinggi dalam posisi mengancam.

'Quirk-ku.. Tidak bisa aktif?!' batin Bakugo kebingungan. Dia tidak tahu begitu kegelapan bersentuhan dengan target, maka Yukina bebas ingin menetralisir quirknya atau tidak.

"Aku tahu kau selalu mengayunkan tangan kananmu saat pertama kali menyerang. Kaulah yang meremehkanku," ucap Yukina dingin.

Yukina mengarahkan tendangannya ke kepala Bakugo dengan kekuatan tanpa kira-kira akan menghancurkan tengkoraknya atau tidak. Sontak saja Bakugo terhempas ke samping karena ditendang dengan kecepatan cahaya.

[Present Mic]: "COUNTER!! Tendangan punggung yang menggantung, bagaimana mungkin Yukina melakukannya setelah memutar tubuh?! Dan apa Bakugo baik-baik saja? Tendangan itu bisa saja membuatnya terluka serius, oi!"

"Dia ini kepala batu, pasti tak berefek banyak," kata Yukina datar sambil melihat rambut durian Bakugo yang (alhamdulilah) masih utuh.

"Sakit, sialan!" geram Bakugo sembari mengelus-elus kepalanya.

Yukina merendahkan lutut, mengambil ancang-ancang untuk melesat. Detik berikutnya, dia menerjang Bakugo yang terbakar api amarah. Yukina sadar bahwa lawannya itu tidak sabaran, maka Bakugo akan menyerang balik bukan bertahan. Terbukti dari gestur tangannya yang terayun ke depan.

"SHINE!" teriak Bakugo dengan nada yang Bakugo banget.

BOOM! Ledakan hebat terjadi, terarah sempurna kepada Yukina di depan. Asap hitam mengepul pekat, disertai hembusan angin kencang yang membuat pakaian Bakugo berkibar. Serpihan semen yang hancur ikut beterbangan. Bakugo menyeringai lebar, tak salah lagi serangannya pasti mengenai Yukina secara telak.

"Ledakannya jauh lebih besar dari sebelumnya!" seru Midoriya terkejut.

"Dengan quirk pengerasanku saja ledakannya masih berefek, bagaimana dengan Yukina?" tanya Kirishima cemas.

"Padahal lawannya cewek cantik, bisa-bisanya pakai ledakan sekuat tenaga begitu. Mungkin Bakugo sudah belok, tuh," tambah Kaminari kesal.

"Mampus kau, Cewek Sialan!" seru Bakugo kegirangan.

"Huh?" Seringaian lebar Bakugo memudar, matanya mendelik kaget melihat Yukina meluncur di antara kedua kakinya. Seperti pesepak bola yang melakukan selebrasi usai mencetak gol, Yukina melentingkan tubuhnya melewati celah kuda-kuda lebar Bakugo.

'D-Dia... melewatiku dari bawah?!' batin Bakugo terkejut. Dirinya tak menyangka tukang tidur di kelas itu punya kelenturan tubuh yang sempurna. Bahkan Yukina tak sedikitpun bersentuhan dengan Bakugo di ruang sesempit itu.

"Hebat! Tubuh Yukina tidak hanya seksi tapi juga lentur!" puji Mineta yang langsung dihadiahi colokan earphone jack-nya Jiro.

[Present Mic]: "Whaaa! Yukina menghindari ledakan Bakugo dengan memerosotkan diri! Dia tidak ingin muka tripleksnya hangus, ya?!"

Sedetik setelah melewati Bakugo, Yukina memutar tubuhnya dan segera bangkit. Tangan kirinya mengepal dan bersiap meninju Bakugo. "Shine no wa omaeda!" balasnya tak kalah ngegas.

Di saat bersamaan, Bakugo berbalik dan mengeluarkan ledakan. "JAA, SHINE!" teriaknya.

"Bukan murid gue, ya gusti..." Aizawa geleng-geleng kepala dan beristigfar dalam hati melihat kelakuan dua muridnya itu. Mungkin setelah ini, Aizawa akan menggembleng Baku-Yuki untuk belajar etika kepahlawanan.

Bentrokan antarkekuatan terjadi. Yukina dan Bakugo saling terdorong ke belakang, layaknya mendekatkan dua kutub magnet yang sama. Mereka tidak memikirkan pertahanan sedikitpun dan berusaha saling menghancurkan.

"Kaulah orang pertama yang mampu mendaratkan serangan kepadaku. Kuakui, aku terkesan," kata Yukina sambil menyentuh perut kirinya. Lubang kecil di seragam olahraganya menandakan ledakan Bakugo berhasil mengenainya.

"TEME! Berhentilah bermain-main denganku!" Bakugo mulai kehilangan kesabaran. Bukan berarti dia orang yang sabaran, sih. "Kau sedang menahan diri, 'kan?!" tanyanya sarkas.

"Hah? Bicara apa Bakugo itu? Jelas-jelas serangan Yukina kuat begitu. Bagian mananya yang menahan diri?" tanya Kirishima sambil menoleh ke Kaminari.

Kaminari mengangkat bahu, "Entahlah. Mungkin kau butuh insting hewan untuk memahaminya."

Yukina sedikit menunduk, membuat raut mukanya menggelap. Tangannya mengepal kuat seakan menahan sesuatu agar tidak lepas dari genggamannya. "Aku... menahan diri? Dalam pertarungan?"

"Kau pikir aku tidak menyadarinya?" ucap Bakugo berbalik tanya.

"Selama ini, aku selalu memperhatikanmu. Kau terlihat jenuh dan menganggap semuanya membosankan. Namun, ada saat dimana kau terlihat lebih hidup, yaitu... saat kau menunjukkan kemampuan bertarungmu!"

'Karena aku dilahirkan untuk bertarung, bodoh.'

"Matamu mengatakan kalau aku akan terbunuh jika jurusmu itu mengenaiku. Ha! Coba saja, sialan! Cewek moloran macam kau takkan bisa membunuhku!" seru Bakugo mengejek.

'Dari semua orang yang pernah kulawan, kaulah yang paling merepotkan.'

Bakugo membuat petasan kecil di kedua telapak tangannya, "Pahlawan No.1, katamu? Sebelum menjadi pahlawan nomor satu, kalahkan aku dulu, Cewek Sialan! Akan kuledakkan muka tripleksmu itu sampai berkeping-keping!"

'...Dan juga paling berisik.'

Yukina tidak mengucapkan sepatah katapun untuk membalas ucapan Bakugo. Rambut hitam panjangnya berkibar seperti terbakar nyala api hitam. Perlahan wajahnya mendongak, kini Bakugo dapat melihat sepasang mata merah Yukina yang berkilat tajam.

"Yosh. Sudah kuputuskan."

Bakugo mendelik menyaksikan gadis di hadapannya. Mungkin hanya dia yang dapat merasakan tekanan di arena sekarang. Gadis yang dia kira cuma kucing rumahan yang gemar rebahan, kini telah berubah menjadi singa yang ganas.

"Bakugo Katsuki, aku akan serius melawanmu," kata Yukina dingin. Untuk pertama kalinya dia memanggil nama asli Bakugo, membuat yang dipanggil tertegun. Yukina mengosongkan pikirannya dan menarik napas.

"Kusanagi no Tsurugi."

Setelah kata itu terucap, muncul pedang Kusanagi di tangan kiri Yukina. Salah satu pusaka dari Tiga Pusaka Keramat (Sanshu no Jingi), pedang legendaris yang melambangkan keberanian. Ujung pedang itu mengacung, bukan kepada Bakugo melainkan terarah menuju dirinya sendiri.

Bakugo tersentak, 'Dia ini... Jangan-jangan—'

Jleb! Yukina menikam dirinya sendiri menggunakan pedang Kusanagi. Tanpa takut senjata tajam itu akan merobek pakaian juga dagingnya. Darah merembes ke seragamnya, jatuh menitik ke tanah dan menderas ketika hunusan pedang semakin dalam. Itu mengubah warna seragam yang semula biru tua menjadi ungu semikebiruan.

Satu stadion sontak terkejut, kompak menyerukan 'ha' dengan napas yang tertahan saking kagetnya. Beberapa dari mereka bahkan ada yang sampai menutup mata karena ngeri atau menutup mulut karena tak percaya.

"Bagaimana bisa Yukina... melakukannya tanpa ragu sedikitpun?" tanya Midoriya takjub sekaligus ngeri. "Padahal itu bisa saja melukai organ dalamnya yang vital. Mungkinkah... dia bertaruh?"

Kaminari yang mual langsung menutup mulutnya. "Ugh... Apa cuma aku di sini yang kehilangan nafsu makan?" tanyanya pada yang lain.

Todoroki tercengang tetapi masih stay cool, Kirishima malah mengagumi keberanian Yukina dengan terus berseru 'Manly sekali!', para ladies 1-A menutup mata ngeri, dan yang paling mengenaskan... Mineta pingsan dengan mulut berbusa.

[Present Mic]: "A-APA YANG TERJADI DI SINI?! Yukina menusuk dirinya sendiri, tapi kenapa malah aku yang ngilu melihatnya?!"

[Eraser Head]: "Ya jangan dilihat kalau tidak kuat."

"Kau pasti sudah gila," komentar Bakugo, menutupi rasa keterkejutannya.

Bakugo tak bisa menyangkal rasa takut terhadap Yukina kian menggerogoti keyakinannya. Bukan takut ketika Yukina menusuk diri sendiri, namun setelahnya. Pedang tercabut keluar dengan darah yang mengalir, dan Yukina sama sekali tak menunjukkan tanda-tanda kesakitan sedikitpun. Sebaliknya, dia malah tersenyum tipis.

"Aku ingin menjadi pahlawan yang menuntaskan segala kejahatan, membasmi penjahat gila yang tak terhitung jumlahnya di luar sana. Jika tidak gila, aku tidak mungkin bisa mewujudkannya, bodoh," balas Yukina sambil tersenyum.

'Ekspresi yang terlihat sangat kuat meski berlumuran darah seperti itu, sudah menunjukkan bahwa dia punya segunung pengalaman bertarung,' batin All Might.

'Sudah bisa dipastikan bahwa dia telah menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk bertarung dan mengasah kemampuannya,' pikir Aizawa.

Dia bukan manusia. Itulah yang Bakugo pikirkan tentang Yukina. Lihatlah, darah yang mengalir dari perutnya tak lagi menetes. Lukanya langsung menutup, padahal jelas-jelas pedang tadi telah melubangi tubuhnya.

"Dark Abyss. Version One: Abyss Mode."

Muncul sulur-sulur bertuliskan hieroglif aneh di sisi kiri tubuh Yukina. Seperti ular yang bergerak melilit, ornamen hitam itu menjalar dari leher menuju pipi. Seluruh tubuhnya seperti terbakar api hitam yang berkobar, lidah apinya menjilat-jilat ke udara karena enggan dipadamkan. Yukina perlahan membuka mata. Selaput beningnya berubah menghitam sedangkan irisnya merah mencolok.

"Akhirnya, aku bisa menggunakannya sekarang," kata Yukina puas.

[Present Mic]: "Whoaaa! Tampaknya Yukina telah mengaktifkan kartu asnya!"

'Dia menggunakan quirk kegelapan untuk meningkatkan kekuatannya sendiri?' batin Bakugo tak percaya. Tubuhnya bergetar hebat.


Meski ada secuil ketakutan dalam lubuk hatinya, Bakugo malah tersenyum lebar. Akhirnya Yukina menghadapinya dengan sungguh-sungguh. Bahkan lebih serius daripada saat melawan Todoroki.

"Bagus! Akhirnya kau menunjukkan dirimu yang sebenarnya, ya, Yukina?" tanya Bakugo sambil menyeringai.

"Akhirnya kau sadar kalau aku punya nama, ya, Bakugo?" balas Yukina berbalik tanya.

Yukina mengangkat pedangnya tinggi-tinggi kemudian lalu menghujamkannya ke permukaan arena, semen putih. Mata pedang merobek tanah seolah-olah itu adalah daging segar.

"Kaleidoscopic Cage."

Tanah mendadak bergetar, layaknya gempa bumi yang mengguncang stadion. Namun Bakugo masih dapat menjaga keseimbangan tubuhnya. Tak lengah sedikitpun, dia malah semakin waspada pada setiap gerak-gerik Yukina. Mendengar ada sesuatu yang muncul, Bakugo langsung menoleh ke kanan-kiri.

Setidaknya ada puluhan pilar hitam raksasa yang menyembul dari tanah. Semuanya berentetan keluar mengikuti garis putih arena. Setelah mencapai ketinggian sekitar lima meter di atas permukaan tanah, semua pilar saling berangkaian membentuk kurungan berjeruji.

Yukina mencabut pedangnya dari tanah, "Takkan ada yang bisa masuk ataupun keluar, sampai salah satu dari kita tumbang."

[Present Mic]: "Yukina mengurung Bakugo bersama dirinya dalam sangkar! Apa dia tidak ingin pertarungannya diganggu?! Kalau begini, mereka tak bisa mengeluarkan lawan dari arena, dong!?"

"Mengeluarkan lawan dari arena? Jangan membuatku tertawa. Pertarungan ini tak bisa diputuskan dengan cara seperti itu," sahut Yukina. Matanya menatap tajam Bakugo, "Pertarungan tidak berakhir saat pemenangnya diputuskan. Pertarungan berakhir saat seseorang sudah benar-benar kalah. Bukankah kau juga berpikir begitu, Bakugo?"

"Kau ternyata paham juga, ya," sahut Bakugo merasa setuju.

Yukina mengangkat tangan kirinya, "Dark Meteor."

"Huh?" Bakugo mendongak. Di atas kepalanya terlihat bola-bola hitam raksasa melayang. Sekilas terlihat listrik berwarna ungu berkilat-kilat dari kejauhan. Begitu Yukina menurunkan tangannya, meteor tersebut langsung jatuh tertarik gravitasi bumi.

"Rasakan meteor kesukaanmu itu!" seru Yukina. Dia langsung melesat maju, berniat menyerang Bakugo yang berfokus pada serangan udaranya. Bakugo langsung mengarahkan kedua tangannya ke atas.

"Stun Grenade!" Bakugo menciptakan bola cahaya di antara kedua tangannya yang meledak menjadi flash berskala besar. Sama seperti efek granat setrum yang sebenarnya, kilatan cahaya membutakan Yukina sekaligus melenyapkan meteor kegelapan.

Yukina refleks menyipitkan mata karena silau. Sejenak dia menjadi buta. Dalam mode Dark Abyss, matanya sangat sensitif dengan cahaya. Ditambah lagi asap hitam yang mengepul tinggi membuat jarak pandangnya berkurang. Kini dia sadar, Bakugo benar-benar bom hidup.

Di balik debu dan asap yang berputar-putar di arena, Bakugo tiba-tiba muncul dan meledakkan Yukina. Asap yang sudah tersingkap malah semakin bertambah akibat ledakan berantai. Diiringi suara "SHINE! SHINE! SHINE!" yang terhitung jumlahnya dari Bakugo.

"Penghabisan! SHINEEEE!" Bakugo membuat ledakan terbesar yang mengakhiri serangannya. Yukina terhempas beberapa meter akibat menerima semua ledakan tersebut.

[Present Mic]: "Ledakan tanpa ampun Bakugo membuat Yukina terjatuh dan tak bisa bangkit lagi! Apa pemenangnya sudah jelas sekarang?!"

"Sudah berakhir," kata Bakugo sambil terengah-engah. Dia memegangi lengannya yang nyeri karena terlalu banyak menggunakan quirk.

"Apa barusan kau bilang 'berakhir'?"

Bakugo terbelalak tak percaya. Yukina perlahan bangkit sambil mengusap peluh di pipi. Mata tajamnya berkilat seperti sepasang mutiara pucat yang dibenamkan dalam ter. Pakaiannya berlubang di sana-sini akibat ledakan. Namun berkat itu, Bakugo bisa melihat tidak ada goresan luka di kulit putihnya.

[Present Mic]: "NANI?! Yukina masih dapat berdiri tegap setelah menerima semua serangan tadi! Apa kalian percaya dia cuma murid kelas satu biasa?!"

'Sial! Sekarang aku benar-benar paham,' batin Bakugo. 'Sepertinya saat melawan Hanbun Yaro tadi, dia bahkan tidak mengeluarkan setengah dari kemampuannya! Kemampuannya seperti monster. Dia ini sebenarnya siapa, sih?!'

"Kau pikir setelah semua yang kualami selama ini, itu akan terasa sakit?" tanya Yukina dingin. Luka di pipinya terbakar api hitam, lalu kulitnya kembali seperti sedia kala. Dalam mode Dark Abyss, tidak hanya kecepatan dan serangannya saja yang meningkat, tetapi juga penyembuhan lukanya semakin cepat. Namun...

'Aku tidak bisa mempertahankan ini lebih lama lagi. Aku harus segera mengakhirinya,' pikir Yukina.

Yukina menarik napas dan menghembuskannya perlahan. Dia merentangkan tangannya, seperti seorang ibu yang siap memeluk anaknya sepulang sekolah. Tidak ada niatan untuk menyerang sedikitpun.

"Ayo kita selesaikan, Bakugo Katsuki!" tantang Yukina. "Saatnya mencari kebenaran siapa yang lebih kuat antara kau dan aku. Seranglah aku dengan jurus terkuatmu, dan aku akan menyerangmu dengan jurus terkuatku!"

[Present Mic]: "Whaaa! Betapa beraninya dia, Aizawa Yukina! Layaknya pria sejati, dia menantang Bakugo tanpa gentar sedikitpun!"

"HUAAA!! YUKINA, KAU MANLY SEKALI!!" jerit Kirishima yang tak bisa mengontrol dirinya.

"Kendalikan dirimu, Kirishima! Yukina itu perempuan!" sahut Kaminari sweatdropped.

Bakugo menghela napas. Tentu saja dia menerima tantangan Yukina dengan senang hati. Karena baginya, itu adalah cara terbaik untuk menentukan pemenang. Dengan begitu, kemenangan akan terasa lebih nikmat. Sensasinya berbeda dengan kemenangan sebelum-sebelumnya.

"Baiklah," jawab Bakugo pada akhirnya. Yukina mengangguk dan tersenyum tipis. Ketegangan semakin memuncak. Mereka saling bersiap untuk serangan terhebat masing-masing.

[Present Mic]: "Apa yang terjadi?! Kedua petarung menurunkan pertahanannya! Inilah suasana tenang sebelum badai!"

Bakugo dan Yukina merangsek maju secara bersamaan. Bakugo menggunakan ledakan untuk mendorong dirinya dalam gerakan memutar untuk menciptakan tornado. Tornado ini mengumpulkan oksigen untuk memicu ledakan yang datang. Dia benar-benar bagaikan proyektil manusia.

Yukina melesat dengan tubuh yang sepenuhnya terbakar kegelapan. Kedua tangannya terselimuti kegelapan pekat berwujud naga besar yang ekornya melilit di sepanjang lengan. Kobaran kegelapan semakin membara menjulur-julur karena tertiup angin tornado Bakugo.

"Lawanlah aku dengan seluruh kemampuanmu!" seru keduanya di tengah hiruk-pikuk energi yang hampir berbenturan. Mereka meraung, melepas emosi juga kekuatan sepenuh tenaga.

"Howitzer Impact!"

"Dark Dragon!"

DUAARR!! Kekuatan besar saling menghantam menggema memekakkan telinga, suara terdengar seperti dentum meriam yang ditembakkan. Seperti ada kilatan listrik yang berbenturan di tengah kekacauan itu. Entakan energinya terasa hingga radius ratusan meter. Angin mendesir hebat. Penonton berusaha menahan diri agar tidak terbang bersama angin. Sementara Midnight dan Cementoss sudah terpelanting jauh dan nyaris menjadi korban.

Pilar-pilar hitam tak sanggup menahan luapan energi dari dalam arena sehingga berhempas tak beraturan. Dinding stadion retak didorong gelombang kejut tak kasat mata. Kaca jendela di ruang MC langsung pecah, membuat Present Mic menjerit jantan saking kagetnya.

Tak lama kemudian, kekacauan tersebut berhenti. Asap hitam masih berputar dalam pusaran-pusaran besar. Namun semua pasang mata di arena dapat melihat kekacauan yang nyata itu.

[Present Mic]: "A-A-Apa-apaan ini?! Mereka bukan manusia! Aizawa Yukina melawan Bakugo Katsuki, pemenangnya jatuh kepada....?!!"

#24

A fight isn't over when a victor is decided. It's over when someone loses.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro