Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

III. Kami

Elvaretta bangun dengan keringat membasahi kaus pandanya. Napasnya tersengal-sengal, sorot matanya ketakutan. Saking takutnya, gadis itu tidak mengingat mimpi buruk apa yang menghantui tidurnya semalam, yang jelas sama sekali bukan mimpi bagus. Melirik jam dinding, tunjukkan waktu pukul empat dini hari. Elvaretta memutuskan turun dari tempat tidur tingkatnya, berniat menenangkan diri dengan membuat teh hangat setelah mengganti kausnya yang penuh keringat. Pintu dibuka perlahan, tidak ingin mengganggu Valerie yang masih memeluk gulingnya nyenyak.

Elvaretta menarik dan menghembuskan napasnya. Setidaknya dia bernapas lebih teratur ketimbang sebelumnya. Langkahnya diseret menuju dapur. Bulan tidak begitu terang. Koridor malam yang gelap ternyata menakutkan. Elvaretta mengusap-usap tangannya sendiri, kedinginan karena suhu yang menusuk kulitnya. Kurang berbelok di tingkungan dam masuk ke dapur, Elvaretta melihat secercah cahaya menembus keluar dari sela-sela pintu ruang tamu.

Penasaran, dia mendekati ruang tamu. Kakinya dipijakkan tanpa suara, takut-takut kalau mengganggu orang yang berada di dalam. Elvaretta mendorong pintu tanpa menimbulkan suara, kepalanya menyembul sedikit, ingin mengintip siapa yang ada di dalam. Elvaretta sadari satu hal, bukan cuma cahaya yang ada tetapi dari dekat terdengar samar-samar suara gitar yang dipetik. Elvaretta menyender pada pintu, berat badannya yang dibebankan pada kayu mahoni itu akhirnya mendorong pintunya terbuka lebar. Elvaretta terjerembab dengan muka duluan-dia segera bangun, menengadah ke depan dan bertemu dengan sepasang iris cokelat gelap.

"Va?"

.

.

.

Azrathea Villanuevara presents

Cursed Fate of Future

.

I own all the story plot, gain nothing from writing this story, and just write for my own sake.

.

.

Thriller | R | For mocchafrappe mini event

Warn : typo(s), plot hole(s), not as expectation, trash

.

Don't like don't read.

Happy reading!

.

.

.

Haha, sial banget hiduonya Elvaretta. Kenapa dia harus bertemu makhluk menyebalkan sepagi ini?

Elvaretta membenarkan posisinya menjadi duduk. Hidung mungilnya diusap-usap karena memerah, Elvaretta berharap tidak ada bekas memar atau apapun untuk itu. Cukup pipinya saja yang berbekas merah, hidungnya tidak perlu ikut-ikutan.

Karvion masih memandangi Elvaretta. Apa yang gadis itu lakukan, bangun dini hari dan jatuh dengan tidak eloknya?

"Apa lihat-lihat?"

Karvion mundur, berikan Elvaretta celah agar dia bisa berdiri. Elvaretta berhenti mengusap hidungnya, berpikir bahwa mengusapnyalah yang malah membuat hidungnya memerah.

"Nggak papa?"

"Hish, jatuh kayak gitu enggak sakit tau."

Nasib, kuatkan hatimu, Karvion, karena sampai kapanpun sepertinya sikap Elvaretta tidak akan berubah padamu. Dingin, cuek, ceplas-ceplos, terima saja bagaimana dia menyikapi segala tindakan dan perhatianmu ssedemikian rupa.

Elvaretta kemudian memandang Karvion. Tataoannya susah diartikan. Sorotnya menatap penuh curiga, Karvion merasakan pandangannya serasa menelik diri dan menembus sampai jiwanya-mencari sesuatu yang seolah tidak diyakininya terjadi pada si pemuda.

"Uh, Eva, kenapa kau melihatku seperti itu?"

"Di ruangan ini cuman ada kamu?"

Karvion sempat mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, "Uhm, iya?"

Elvaretta melotot, masa sih? Kalau begitu tadi-

"Jadi, yang main gitar juga kamu?"

Karvion mengangkat gitar klasik yang dipegangnya, menunjukkan jawaban 'ya' pada Elvaretta secara tersirat. Berikutnya, Karvion langsung dapatkan pandangan aku-tidak-percaya padamu dari Elvaretta. Sakit bro, Karvion mau nangis rasanya karena tidak dipercaya.

Elvaretta menahan tawanya melihat ekspresi yang dikeluarkan Karvion. Sang gadis mengangkat bahunya, "Sudahlah, lagi apa di sini sendirian, Karv?" Elvaretta mendekati sofa, mengganti-ganti acara TV seenaknya.

"Kau tidak tahu aku selalu bangun jam segini?" Karvion mendekat, ikut-ikutan duduk di sebelahnya dan menyenderkan punggunggnya santai. Elvaretta menjauh darinya, tidak mau ikut tertular virus menyebalkannya.

Berpangku tangan, Elvaretta manyun, "Mana aku tahu, bodoh, kamu nggak pernah ngasih tahu," bantahnya.

Karvion mengerling, untung teman seperjuangan, mungkin Elvaretta tidak akan diladeninya kalau hanya teman biasa. Tetapi kalau boleh jujur, Elvaretta adalah gadis yang paling dekat dengannya.

(Walaupun sifatnya menyebalkan jika bersama dirinya, Karvion tetap merasa nyaman berada di dekat Elvaretta. Karvion bangga akan hal itu, dia membanggakan sisi menyebalkan Elvaretta yang mode aktif hanya kepada dirinya. Meski terkadang saat berbincang kata-kata Elvaretta sedikit menohok hatinya.)

"Nyesel nanyain kamu, Va," cibir Karvion kembali memainkan gitar tua tersebut lihai. Jarinya menari lincah di antara senar-senar gitar, memetik nada demi nada. Sayang suaranya sumbang, Karvion mendapat nilai rendah setiap pengambilan nilai vokal, katanya sampai-sampai tidak ada yang mau berkelompok dengannya yang merusak perpaduan suara.

Elvaretta akui, permainan gitar Karvion menenangkan hati. Sang gadis melupakan tujuan utamanya bangun, kini malah bernyanyi ria diiringi Karvion. Dalam hati, Karvion iri pada Elvaretta dan suara merdunya. Tolong, jangan bandingkan suara berat terjepitnya dengan suara Elvaretta, dia sadar posisinya sendiri. Mendaki capai setingkat Elvaretta mustahil baginya.

Dua empat lagu dinyanyikan. Curi sedikit waktu mereka berdua. Elvaretta menyetop kegiatan mereka, berjalan keluar dari ruang tamu. Karvion sempat bertanya-tanya dalam benak, namin segera terjawab oleh Elvaretta yang menanyainya pendapat.

"Karv, kauingin kopi atau teh?"

"Es teh manis."

Elvaretta berdecak, kemudian melengos pergi membuatkan minum mereka berdua. Karvion harus mengatakan pesanannya sejelas mungkin, dia tidak mau menerima teh super panas atau teh tawar berdasarkan pengalaman sebelumnya.

Tak lama menunggu, Elvaretta kembali dengan dua gelas di tangannya. Satu milik Karvion dan satu lagi miliknya. Dia meletakkan minuman Karvion di meja terdekat agar tetap terjangkau, sedangkan gelasnya digenggam sendiri. Karvion mengistirahatkan permainan gitarnya, menyandarkan alat musik itu di sofa lalu mengulurkan tangan untuk mencapai gelas miliknya.

Sedikit menyeruput isinya, Karvion lega pesanannya waras. Menegak es teh manis membuat matanya segar kembali. Kelereng cokelat mencuri-curi pandang pada insan wanita di dekatnya menelusuri setiap lekuk wajah Elvaretta. Yang dilihat pun merasa dan langsung membalasnya dengan tatapan tajam, Karvion tertawa canggung menyembunyikan rasa gugupnya. Salah tingkah tertangkap basah melirik gebetan.

"Oh ya, Va, ngapain kamu bangun jam segini? Biasanya masih tidur di kamar."

Karvion basa-basi. Niatnya mengalihkan perhatian Elvaretta atas kelakuannya barusan, namun malah dapati perubahan wajah pada sang gadis. Elvaretta meremas gelasnya kuat-kuat. Sorot matanya seperti orang ketakutan. Dia menunduk dan menghindari kontak mata dengan Karvion layaknya miliki suatu serius untuk disembunyikan.

Karvion sendiri khawatir. Apa barusan kata-katanya salah? Haruskah pertanyaannya tadi ditarik kembali? Apa yang Elvaretta sembunyikan darinya? Tanda tanya besar muncul di benak Karvion, bertanya-tanya bagaimana dia akan merangkai permohonan minta maaf pada Elvaretta.

"Va?"

Elvaretta tetap menghindari tatapan Karvion. Bibirnya menorehkan lengkungan tipis, bentuk sebuah senyuman seakan semuanya baik-baik saja, tetapi Karvion tahu, semuanya tidak baik-baik saja.

Sang pemuda menaikkan sebelah alis, beri Elvaretta raut wajah tidak percaya akan ucapan gadis itu.

"Ayolah, Va, ceritakan padaku," pinta Karvion, kemudian menambahkan "Kautahu kaubisa percaya padaku."

Awalnya Elvaretta terlihat ragu. Dia mengetuk-ketukkan gelas kaca bergambar panda dengan kukunya, baru akhirnya menyerah dengan raut memelas Karvion ditambah puppy eyes yang dibuat-buatnya.

"Sepertinya aku mimpi buruk, jadi tidak bisa tidur lagi," cetusnya mencicit pelan.
"Mimpi buruk? Yang seperti apa?"

Elvaretta memutar bola matanya. Heran, Karvion ini bodoh atau bodoh? Kalau dirinya tahu dia bermimpi buruk maka tak akan ada kata 'sepertinya' dalam mengawali kalimatnya.

"Yah, pokoknya seperti itu! Aku tidak mau mengingat-ngingat lagi, ah!" ketusnya.

Karvion sweatdrop, dia mengangguk-angguk saja sebagai balasan. Dia tidak menginginkan perdebatan di pagi-pagi buta, berisik, kasihan nanti yang lainnya kalau mendengar suara cempreng Elvaretta setiap kali bernada tinggi padanya.

Berhubung sama-sama tidak bisa tidur kembali dan hanya sampai beberapa jam lagi hingga waktu kuliah mereka dimulai, keduanya menghabisakan waktu di ruang tamu untuk mengobrol. Obrolan mereka sederhana, tentang kuliah, masa depan mereka jikalau panti dihancurkan, atau tentang hal-hal kecil lainnya. Mereka tenggelam dalam kebersamaan. Forte sampai harus memarahi keduanya yang melupakan kewajiban kuliah mereka. Nasib buruknya, Forte jadi mengemban tugas beres-beres ruang tamu bekas kekacauan yang diakibatkan kedua orang itu. Elvaretta mengacir pergi ke kamarnya-tangannya mencolek-colek pundak Valerie, membangunkan gadis pemalas yang masih bergulung hangat dalam selimutnya.

Valerie bangun, mengucek-ucek matanya, "Oh, pagi, Va."

"Pagi, Rie, pastikan tempat tidurmu rapi sebelum aku keluar dari kamar mandi."

Elvaretta mengunci pintu kamar mandi, bermanja ria dengan air dingin, dan membasuh tubuhnya sebersih mungkin. Valerie selesai merapikan tempat tidur bagiannya ketika pintu kamar mandi terbuka. Sosok Elvaretta dengan rambut acak-acakkan keluar dengan wajah segar, menyampirkan handuknya kemudian menyiapkan bajunya. Valerie bergantian memasuki kamar mandi. Gadis itu agak lebih santai daripada Elvaretta karena jadwal kuliahnya lebih siang. Elvaretta menyisir rambut dan merapikan buku di tasnya lalu mengetuk pintu kamar mandi untuk berpamitan pada Valerie, baru kemudian dia mengambil sepeda kesayangannya yang diparkir di halaman depan.

Elvaretya sejujurnya merasa sedikit lega selepas berbicara anjang lebar dengan Karvion. Selama perjalanan menuju kampus, beban pikiran negatif Elvaretta seperti diangkat perlahan lantas menghilang seutuhnya kala dirinya memasuki pelataran kampus. Pemikiran negatifnya berusaha ditepis sejauh-jauhnya. Orang-orang mengatakan semakin kita memikirkannya maka hal tersebut akan terjadi sesuai pemikiran kita. Oleh karena itu, Elvaretta berlagak tetap ceria begitu memasuki ruang kelasnya, teman-teman yang disapanya juga tidak menanyakan apa-apa, berarti semuanya sudah tidak apa-apa sekarang.

Rasa-rasanya kuliahnya hari ini berjalan lebih cepat dari biasanya. Mungkin faktor beberapa dosen yang absen, membuat kelas-kelas tertentu kosong. Elvaretta yang kekurangan tidur, tentu saja memanfaatkan kesempatan emas itu untuk beristirahat. Dia berpesan agar Rosie-teman yang duduk di sebelahnya-membangunkannya kalau ada dosen pengganti atau dosen mata kuliah selanjutnya memasuki kelas. Pulang-pulang, Elvaretta menjadi lebih bersemangat dibandingkan tadi pagi.

Hari ini tidak banyak tugas, dirinya bisa membantu beberapa pekerjaan lain di rumah panti. Oh, hampir saja Elvaretta melupakan jadwalnya mengajari Vrye matematika malam ini. Lain kali Elvaretta akan mencatat kegiatan hariannya di buku, yah, kalau sempat saja sih.

Sepeda hitamnya digiring keluar dari parkiran. Elvaretta menengok penasaran, sedikit berharap bisa pulang bersama Karvion lagi karena obrolan mereka tadi pagi banyak yang belum selesai. Tetapi harapannya tidak didengar, Elvaretta harus menerima kenyataan dia pulang sendiri. Sepeda hitam ditumpanginya, membawanya keluar lingkungan kampus Athordox.

Semakin mendekat, Elvaretta mengenali figur gadis yang berdiri di depan pagar. Dia memanggul sapu lidi di pundaknya, ekspresi garang pun tak terelakkan. Elvaretta berhenti sejenak demi mempertanyakan apa gerangan yang sedang dilakukannya.

"Vy, kamu lagi ngapain? Ini panas lho, kalau enggak penting masuk aja, yuk."

Vrye menurunkan sapu lidi bertongkat cokelat dari pundaknya, "Lagi jagain depan, Kak."

Elvaretta berkedip-kedip, "Jagain gerbang dari apa?"

"Tadi mereka dateng lagi pas Kak Eva kuliah, udah aku usir tapi katanya mau balek lagi," tutur Vrye mengamat-amati sekitar dengan matanya yang melotot.

Elvareyta mau mentertawakan wajah Vrye, namun tidak jadi melihat betapa seriusnya anak itu. Senyum senang mengembang, ternyata bukan hanya dirinya yang tidak mau kehilangan tempat ini. "Masuk dulu aja, istirahat bentar, nanti boleh jaga lagi habis makan siang, oke?"

Mendengar kata makan membuat mata Vrye bersinar. Dia mengangguk dan mengekori Elvaretta dari belakang setelah menutup pintu pagar. Sepasang mata mengikuti pergerakan keduanya diam-diam, mengintai dari balik semak-semak subur di seberang jalan panti-memberikan kabar dan informasi terbaru pada pihaknya.

Elvaretta menghempaskan tubuhnya di kasur Valerie. Dia membiarkan kemalasan melarangnya naik ke kasur atas bagiannya. Sang gadis mengacak-acak rambut cokelatnya. Moodnya benar-benar hancur mendengar perwakilan Orveton datang lagi. Untung, Vrye dan adiknya Dyvo cukup dapat diandalkan untuk mengusir mereka. Bagaimanapun ibu panti pasti tertekan juga dengan kondisi mereka. Bukannya tidak ada dana lagi untuk membangun panti asuhan baru setelah yang ini dirubuhkan, hanya saja berat rasanya meninggalkan gedung yang sudaj mereka tinggali sejak lama dan melihatnya dihancurkan seenaknya. Mentang-mentang berkuasa, Orveton dengan mudahnya merebut rumah mereka dengan uang.

Saking kerasnya memikirkan persoalan yang mereka hadapi, Elvaretta terlelap tanpa sadar. Bangun-bangun, langit oranye terpapar dari luar jendela. Elvaretta mencuci mukanya, setelah keluar kamar, hidungnya mencium bau terbakar yang kuat. Curiga, gadis itu buru-buru pergi menuju dapur, takut sesuatu hangus di sana. Namun nihil, dapur baik-baik saja. Tak ada makanan gosong atau apapun itu. Elvaretta panik. Bau apa ini? Elvaretta berlari. Dia melewati lorong-lorong lantai satu dan koridor lantai dua, tetapi tetap tidak berhasil mendapati sesuatu yang janggal. Anehnya, bau yang semakin kuat mengacau-balaukan perasaannya. Dadanya sakit, untuk bernapas pun dia kesusahan. Perasaan yang menyengatnya sama seperti tadi pagi. Firasat buruknya semakin menjadi-jadi ketika bertabrakan dengan Vrye dari arah yang berlawanan.

"Vy?! Apa yang terjadi? Kenapa baunya kuat sekali?!"

Vrye terengah-engah. Napasnya sama memburunya, di sela-sela pengambilan napas dia menjawab, "Taman belakang!"

Apa? Elvaretta tidak paham. "Ada apa di taman belakang?!" bentaknya kaget.

"Kebakaran! Ada setumpuk puntung roko yang dilemparkan ke gundukan daun kering yang belum dibersihkan Forte! Sekarang apinya mulai merambat ke gudang dan sepertinya tidak lama lagi akan meluas ke lantai satu!"

Elvaretta membelalak. Api? Puntung rokok? Jangan bercanda! Siapa yang berani-beraninya membakar panti asuhan mereka?! Elvaretta mencengkram bahu Vrye, "Ungsikan bagian depan, Vy, ajak Dyvo sekalian! Aku akan memberitahu bagian belakang!" perintah Elvaretta.

Vrye sempat menggeleng, "Bagian belakangnya biar aku-"

Dan Elvaretta menolak tanpa basa-basi, "Aku mengandalkan kalian berdua!" teriaknya sebelum berlari berbalik arah. Elvaretta lebih dahulu menjauh sebelum melihat tetesan air mata Vrye. Gadis berpucuk putih mengusap-usap air matanya yang menetes, ada tugas kebih penting baginya untuk menyelamatkan teman-temannya.Pertama-tama, tujuannya adalah kamar Karvion dan Forte agar mereka membantu mengungsikan penghuni panti lainnya.

Kedua tangannya menggedor-gedor pintu kamar Karvion serta Forte tanpa ampun. Siapakah yang bisa tetap tenang dalam situasi ini? Gedoran pintu dilakukan beruntun. Kenop pintu kemudian terbuka, memunculkan pemuda tinggi dengan kaus oblong putihnya. "Apaan soh, Va?"

"Apa? Kautanya apa?! Panti asuhan kebakaran! Bangunkan Forte dan bantu yang lain pergi dari sini!"

Karvion tidak diberi kesempatan menjawab. Elvaretta meninggalkan kamarnya tanpa penjelasan lebih lanjut. Meskipun begitu, Karvion menuruti perintah Elvaretta untuk membangunkan Forte yang tertidur pulas. Dia menjelaskan kepada Forte menggunakan kalimat yang sama seperti apa yang Elvaretta ucapkan, dan perkataan Karvion membawa perubahan besar pada ekspresu Forte. Karvion sungguh tidak mempercayainya. Forte Claverad, 17 tahun, selama hidupnya baru saja menjerit histeris untuk pertama kalinya. Forte tenang kembali seusai Karvion menenangkannya sekuat tenaga.

Debuman langkah Elvaretta menggema sampai ujung koridor. Kedua tangannya memerah hebat. Dia telah mengetuk lebih dari dua puluh pintu kayu, tinggal tiga kamar paling ujung yang tersisa. Tangan pucatnya bahkan belum menggapai pintu kayu yang terlebih dakulu dibuka oleh Ziolyn.

"Kak Eva! Dari kamar kami mencium bau asap, makanya aku dan Veela keluar! Apa yang terjadi?"

Benar, sampai di sini asapnya semakin memenuhi pandangan, Ekvaretta sampai terbatuk-batuk karenanya. "Bagian belakang kebakaran, kalian cepatlah keluar!"

Ziolyn dan Veela menunjukkan roman muka yang sama. Persis seperti Elvaretya yang menerima kabar kebakaran pertama kali dari Vrye. Keterkejutan mereka tidak bisa disembunyikan, memicu kesadaran mereka menurun. Bentakan galak dari Elvarettalah yang mengembalikannya, "Hei, cepat kalian lari!"

Kedua orang yang terbengong segera sadar. Keduanya berlari menuju bagian depan, sedangkan Elvaretta melanjutkan kamar selanjutnya. Pintu kamar digedor, tak peroleh jawaban sesuai harapan, Elvaretta memutar kenop pintunya yang ternyata tidak dikunci. Di dalamnya, Elvaretta menemukan oemandangan mengerikan.

Cherla, merebah telentang di kasur bawah. Dia sudah tidak bernyawa. Kulitnya melepuh, bau daging terbakar menyengat kuat penciuman Elvaretta. Dia bisa saja muntah, namun Elvaretta menahannya mati-matian. "Latia?!" teriaknya mencari sahabat sekamar Cherla. Dari bagian atas kepala Latia menjulu-menemgok ke bawah untuk mencari seseoramg yang manggilnya.

"Kak Eva!!"

Elvaretta sontak mendongak, digigitnya nagian bawah bibirnya melihat Latia berada di kasur atas. Tempat tidur bertingkat itu sudah setengahnya terbakar. Api yang merambat dari tembok belakang kepala Cherla mulai naik. Tangga untuk turun pun hangus termakan api, bagaimana caranya menurunkan Latia dari atas? Kasihan dia kepanasan di atas sana. Elvaretta merentangkan tangannya. Idenya kali ini cukup beresiko bagi mereka, namun yang terpikir di otaknya saat ini hanya menangkap Latia yang melompat turun dari atas.

"Melompatlah, Latia! Aku akan menangkapmu!"

Latia nampak ragu-ragu. Ketika api menyala di ujung kasurnya, Latia melompat ke bawah dengan mata tertutup. Elvaretta berhasil menangkapnya, dia menutup kedua mata gadis kecil itu-mencegahnya melihat pemandangan mengerikan nasib dari sahabat sekamarnya. Sambil menggendong Latia di pelukannya, Elvaretta keluar kamar sebelum kobaran api menghanguskan mereka. Dia menurunkan Latia dan menyerahkannya pada Vrye yang kebetulan lewat.

"Tolong jaga Latia!"

"Kak Eva, kamar di bagian ujung lantai dua belum diperiksa!" lapor Vrye menggandeng Latia kecil.

Elvaretta mengangguk singkat, "Oke, aku akan memerisanya."

Elvaretta tahu, seharusnya dia tidak melanjutkan pemeriksaannya di kamar terakhir. Perasaan percaya kedua penghuni kamar terakhir masih bernyawanya luntur tak bersisa. Kamar itu sudah tidak berpintu. Mengedarkan pandangan ke dalam, Elvaretta menemukan mereka, berpelukan di sudut kamar. Keduanya telah tidak bernyawa, bahkan daging mereka sudah terbakar habis, bau anyir darah menyeruak memenuhi ruangan. Elvaretta berbalik, mengepalkan tangannya-membiarkan kuku panjangnya menusuk dan melukai telapak tangannya. Sng gadis mamaksa berlari, meninggalkan si kembar tanpa nyawa.

"Maafkan aku, Ave, Vea."

Berulang kali kalimat maaf dilantunkan Elvaretta. Tangga menuju lantai dua terasa panjang dan lebih berat dibanding biasanya. Elvaretta menumpuk cairan bening di pelupuk matanya, tidak membiarkan air bening itu menetes dari tempatnya semula. Gambaran mengenaskan kembali terulang di benaknya. Elvaretta menarik napasnya panjang, benar, dia tidak boleh menyia-nyiakan waktu tersisa yang dimilikinya. Selagi ada kesempatan, dia bertanggung jawab menyelamatkan mereka yang tinggal bertahun-tahun lamanya dengannya. Elvaretta tidak mau ada korban lagi. Cukup api merenggut tiga korban, tidak akan dibiarkannya jago merah merampas lebih banyak teman-temannya.

Elvaretta mengungsikan dua kamar di ujung koridor lantai dua cepat-cepat. Tindakan dan perkataannya semakin agresif. Elvaretta tidak mampu lagi mengontrol perasaannya. Dia cukup tersiksa melihat kematian mereka yang tidak sempat diselamatkannya. Elvaretta mengikuti tepat di belakang Zen, anak itu adalah penghuni kamar terakhir lantai dua bersama Petra yang berlari di depannya. Mereka beruntung api kamar di bawah mereka belum merambat naik, jadi tidak ada korban untuk lantai dua. Bersama-sama mereka berlari di koridor, kemudian menuruni tangga lantai dua untuk berkumpul di depan.

Vrye menepuk-nepuk punggung Elvaretta yang kelelahan. Karvion dan Forte mengabsen satu-persatu teman-teman mereka-tidak ingin ada yang tertinggal di bagian dalam. Ketika nama kegita orang itu dipanggil, Elvaretta yang mengangkat tangannya, memberikan gelengan penuh sesal kepada keduanya. Vrye juga mengangkat tangannya menjawab panggilan nama sang adik, Elvaretta menatap tidak percaya. Vrye kehilangan lagi keluarga satu-satunya? Nama yang dipanggil berkali-kali tanpa mendapat jawaban adalah Gilda. Semua orang saling berpandangan mencari sosok gadis kecil yang tak kunjung menampakkan dirinya.

Semua orang dilanda kepanikan. Jangan-jangan dia tertinggal di dalam? Elvaretta dan Karvion mengambil tindakan. Bukan bermaksud gegabah, tetapi daripada menghabiskan waktu meunggu, lebih baik mereka mengambil tindakan langsung. Karvion bagian lantai dua dan Elvaretta di lantai satu. Nama Gilda diserukan berkali-kali, namun jawaban tetap tidak didapatkan.

Elvaretta melintasi koridor penghubung taman belakang. Penglihatannya mendapati mayat insan yang dikenalnya. Dyvo, adik Vrye, bersandar di pagar dengan tubuh menghitam. Elvaretta menduga dia merupakan korban pertama semenjak tersulutnya api, pantas Elvaretta tidak biasa melihat raut Vrye ketika bertemu mengabarkan kebakaran padanya.

Elvaretta bukan mengambil arah lurus, dia berbelok di tikungan menuju ruang permainan. Gilda tidak pernah terlihat di sana, tapi entah, firasatnya mengatakan gadis kecil itu terjebak di sana. Ruang bermain posisinya tidak jauh dari gudang, Elvaretta berharap-harap cemas nyawa gadis kecil itu masih bisa diselamatkan.

Hancur.

Ruang bermain sudah berantakan.

Elvaretta ingin menyerah
Kalau saja telinganya tidak menangkap isak-tangis dari bagian dalam, Elvaretta pasti sudah menyerah. Semakin Elvaretta mendekati ruang bermain, suara isak tangis yang didengarnya semakin mengeras. Elvaretta yakin, lasti Gilda yang malang terjebak di dalamnya.

Tanpa aba-aba, Elvaretta nekat menerjang masuk ke dalam lautan api. Beberapa tempat di kulitnya tergores pinggiran meja kayu, namun luka-luka kecil itu tidak akan menghentikan Elvaretta dari keinginannya menyelamatkan Gilda. Elvaretta mencari kesana kemari, satu-satunya tempat gadis itu bisa bertahan selamat sampai sekarang dalam ruangan yang dipenuhi api adalah kamar mandi. Elvaretta lekas menuju kamar mandi, ditendangnya pintu kayu tebal sebisanya-baguslah, api yang membakarnua ikut merapuhkan kayu tersebut.

Dan disanalah Gilda, memeluk dirinya yang basah kuyup di dalam bak mandi. Isak tangisnya tetap tidak berhenti jua meskipun Elvaretta menemukannya. Elvaretta menoleh, bagian belakang pintu yang dihancurkannya benar-benar ditutupi api. Jalan menuju pintu saja tertimbun langit-langit yang terbakar.

Mencari-cari alternatif jalan keluar lain, Elvaretta menemukan satu yang cukup mungkin dipakai. Elvaretta melepas sepatunya, diangkatnya dengan sebelah tangan, lalu dihantamkan keras-keras ke jendela ventilasi kamar mandi. Pecahan kaca yang menyebar melukai alat gerak Elvaretta. Dengan darah yang deras mengucur dari lengannya, Elvaretta menggendong Gilda keluar dari bak, membawanya keluar dari ruang bermain melewati jendela kecil itu. Bersyukur, Elvarettalah yang menemukan Gilda, bukan Karvion karena pastinya si lemuda tidak akan cukup melewati jendela ventilasi yang tergolong kecil.

Ujung kaus Elvaretta sedikit terbakar ketika membelai dinding ruang bermain. Elvaretta menepuk-nepuk kausnya agar api tersebut padam, walau apinya sudah menyambar sedikit kulit pinggulnya, lebih baik dimatikan ketimbang melukainya lebih.

Karvion dan Elvaretta bertemu di pertengahan koridor, Karvion mengatakan api di lantai dua lebih cepat menyebar karena barang-barang mudah terbakar tersedia melebihi lantai satu. Elvaretta memasrahkan Gilda kepada Karvion. Lengannya yang terluka sudah tidak kuat menanggung bebannya, Elvaretta mengikuti di belakang Karvion dengan langkah yang terseok-seok. Retakan pada tulangnya mulai menagih janji, ditambah luka terbuka bekas sayatan kaca, Elvaretta tidak bisa berjalan lebih cepat.

Elvaretta sebetulnya sudah tidak kuat. Dia menghentikan langkahnya-membiarkan Karvion dan Gilda menjauh jaraknya. Di tengah koridor Elvaretta menjatuhkan dirinya. Kakinya nyut-nyutan, membiru lebih parah daripada pertama kalinya diperiksakan, mungkin kegiatannya berlari-lari menguras habis ketahanannya. Napas Elvaretta mulai terputus-putus. Asap menyebar dan mempengaruhi pernapasannya. Elvaretta tersenyum melihat Karvion berhasil keluar dari pintu depan dengan Gilda berada di gendongannya.

Ah, pemandangan ini akhirnya mengingatkannya. Mimpi buruk yang dialaminya tadi pagi-adalah pemandangan bagaimana dirinya berakhir terjebak di tengah-tengah kobaran api. Putuh asa dan tidak ada jalan keluar. Setidaknya sebelum benar-benar tiada Elvaretta mengingat mimpi terakhir yang memperingatinya.

Keselamatan dirinya bukanlah hal penting. Elvaretta menyerah, artinya tidak ada kekuatan baginya untuk melanjutkan hidup. Dia amat sangat bersyukur. Mensyukuri saudara-saudara barunya di panti asuhan Orbidch, teman-teman kuliahnya di Athordox, dan kenangan-kenangan waktunya bersama Karvion. Itu semua sudah cukup menjadi ingatan yang menyenangkan. Sekarang jikalau mati pun, tidak ada lagi yang disesalinya.

Dewa pun mengabulkan permintaan Elvaretta yang dihiasi senyum. Lantai dua rubuh, Elvaretta yang berada tepat di koridor yang tanpa perlindungan menjadi sasaran utama nan empuk. Tidak ada jeritan sengsara terdengar. Semua begitu damai, seolah nyawanya yang direnggut bukan suatu masalah besar bagi sang pemilik. Elvaretta bahagia dia menggunakan hidupnya dengan baik. Mengisi waktunya dan bahkan berhasil menyelamatkan seseorang pada kondisi ambang batasnya. Sekarang, masa lalunya terbayarkan dengan hal yang setimpal. Selamat tinggal semuanya.

***

"Haha, hidupku, benar-benar kacau. Hidup macam apa aku ini?

Masa lalu buruk, masaa depanku bahkan dikutuk oleh kehancuran.

Ini semua tidak adil, kenapa hanya aku yang diperlakukan jahat oleh takdir?

Benarkah takdir membuatku selalu membawa petaka bagi orang-orang di sekitarku?

Untuk apa aku hidup lebih lama lagi hanya untuk mencelakai orang lain?

Kenapa tidak aku akhiri saja perjalanan hidupku samap di sini? Kurasa itu lebih baik.

Semoga orang-orang yang menghancurkan takdir orang lain sepertiku selalu mendapatkan ganjarannya."

***

part 3 [3729 words.]

YEY SELESAI JUGAAA

buat tante sil (mocchafrappe) happy birthday yaaaa, wish you all the best and God bless you always tanteee, muah muah (づ ̄ ³ ̄)づ♡

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro