Part 28
Yamada Souta mempersilahkan Yuza masuk ke dalam apartemen bertipe studio miliknya itu. Ketika masuk, Yuza langsung disambut dengan sebuah ruangan luas dengan satu single bed, sebuah lemari, dan dapur mini.
Saat itu Yuza tampak serius memperhatikan seisi ruangan milik pria berusia 27 tahun itu, sangat jauh dari kesan pelaku yang Haruna dan Takao sebutkan. Saat itu Yamada menawarkan untuk membuatkannya sesuatu, tapi Yuza menolaknya. Ia berkata bahwa maksudnya ke tempat itu adalah untuk menanyakan kejadian 3 tahun yang lalu. Yamada pun menjelaskannya dengan berat hati, mungkin sudah saatnya Yuza untuk tahu.
Namun, ketika Yamada sudah menceritakan semua kebenarannya kepada Yuza, Yuza malah tidak terima dengan cerita yang ia dengar, ia tidak percaya dengan semua cerita itu.
"Tidak! Tidak mungkin, kenapa Vin harus melakukannya?" bantah Yuza tidak percaya.
"Saya tahu ini memang terdengar aneh, tapi inilah kenyataannya." Ucap Yamada Souta mencoba meyakinkan Yuza.
Fakta itu tentu dengan mudah membuat sekujur tubuh Yuza melemas, entah sejak kapan saat Yamada berceerita Yuza sudah terduduk lemas di lantai apartemen Yamada. Yuza tidak ingin mempercayainya, tapi inilah kebenarannya.
Sangat menyenangkan saat mengetahui Vin masih hidup, tapi sangat menyakitkan saat mengetahui Vin adalah pelakunya.
Apa yang harus Yuza lakukan saat ini? Dia sendiri pun tidak tahu.
Apakah dia harus menyalahkan semuanya pada Vin atau malah mengampuninya begitu saja. Pilihan itu sangat sulit baginya.
"Terimakasih sudah memberitahukan semua itu padaku Yamada-san, dan aku minta maaf soal Vin—"
"Tidak, jika ada yang harus meminta maaf itu adalah saya, semua ini adalah salah saya, seharusnya saya tidak meninggalkan tuan muda Vin saat itu, seharusnya saya tidak bersembunyi seperti saat ini, semuanya akan berbeda kalau saja saat itu saya lebih dewasa, saya sangat menyesal, maafkan saya."
"Yamada-san..."
"Saat mengetahui Tuan Vin membakar rumah saya, saya menjadi sangat marah, saat itu saya bahkan ingin membunuhnya. Saya lalu pergi meninggalkannya dan lari dari semua itu dengan menyerahkan diri ke polisi sebagai pecandu narkoba. Saya pernah berjanji untuk melindungi kalian berdua, tapi apa yang saya lakukan justru sebaliknya, maafkan saya." Sesal Souta pada dirinya sendiri.
Penyesalan selalu menghantuinya selama bertahun-tahun, karena obat-obatan dia kehilangan semuanya, keluarganya, dan orang-orang yang ia sayangi. Seharusnya ia menasehati Vin, tapi ia malah meninggalkannya.
"Maaf selama ini adikku sudah merepotkanmu, terimakasih untuk semuanya, bagiku kau sudah seperti kakakku sendiri. Karena itu Yamada-san, bantulah aku untuk membawa Vin kembali." Ungkap Yuza ketika melihat Yamada Souta yang saat itu dipenhi dengan rasa penyesalannya.
“Dan juga... aku mohon panggil aku Yuza saja, tidak perlu memanggil kami tuan muda, kami bukan majikanmu lagi.” Tambah Yuza untuk sedikit menghibur Yamada Souta.
Pria itu tersenyum saat mendengarkan perkataan Yuza. Yuza sama sekali tidak berubah, dia adalah anak yang baik, dan akan selalu menjadi anak yang baik.
Yuza dan Yamada Souta kemudian berniat untuk menemui Vin, tapi sayangnya mereka sedikit terlambat, Vin sudah menyerang Takao dan membawa pergi Haruna. Dengan sangat terpaksa Souta harus mengizinkan Yuza untuk pergi sendiri, sedangkan dia harus menolong Takao yang sedang sekarat.
Terkesan sangat berbahaya, tapi saat ini mereka tidak punya pilihan lain. Satu-satunya orang dapat menarik Vin dari jalan gelap itu hanyalah Yuza, kakak yang sangat ia cintai.
***
Yuza sampai di sebuah ruangan yang merupakan ruang bawah tanah di rumahnya. Ruangan itu dahulu dijadikan gudang oleh keluarganya, Yuza dulu selalu takut masuk ke dalam ruangan itu karena di sana sangat gelap dan lembab, tapi untuk sekarang tidak ada pilihan lain bagi Yuza karena ia harus menemui dan menyadari seseorang di dalam ruangan itu.
Di depan ruangan itu ia samar-samar melihat penampakan 2 orang yang cukup ia kenali, perempuan yang bekerja sebagai pelayan di rumahnya dan ada dua anaknya. Yuza akhirnya sadar bahwa saat Yuza, Takao, dan Haruna datang ke rumah itu ternyata mereka diganggu oleh pelayan dan dua anaknya.
Mereka ternyata menyimpan dendam terhadap Vin, alasan mereka saat itu hampir mecelakai Takao dan Haruna karena mereka mengira Takao dan Haruna adalah teman Vin yang saat itu mengikuti mereka. Karena Vin yang tidak peka dan tidak memiliki perasaan, mereka jadi susah mendekatinya. Makanya saat mereka melihat Takao dan Haruna yang lumayan peka, mereka langsung menggangunya.
Mereka berdiri di depan pintu ruangan bawah tanah seakan menyambut Yuza yang datang ke tempat itu. Tanpa membuang waktunya lagi Yuza langsung membuka pintu di depannya. Di dalam ruangan itu Yuza melihat Haruna yang tersungkur di lantai, dan seorang pemuda dengan jaket bertudung sedang membelakanginya, itu adalah Vin.
"Hentikan semua ini, Vin!"
Vin pun berbalik untuk memastikan siapa pemilik suara itu, dan ia mendapati sosok Yuza, kakaknya, ada di depannya saat ini.
"Kak, kau datang ke sini? Untuk menemuiku?" perlahan air mata Vin mulai membasahi wajahnya, "kau benar-benar datang... untukku?"
Yuza menatap dalam mata Vin, dia sangat senang melihat adiknya baik-baik saja, tapi ia sangat sedih saat memikirkan kenyataannya. Semua terasa sangat sulit untuk ia percaya.
"Kak, maafkan aku karena dulu tidak mempercayaimu dan malah memakimu. Waktu itu, harusnya aku mendengarkanmu, tapi tenang saja kak, aku sudah mengurus mereka." Ungkap Vin dengan senyum puasnya.
Sedangkan Yuza hanya terdiam di tempatnya sambil terus menatap Vin.
"Sekarang aku sudah mengerti maksudmu, di dunia ini tidak ada satu pun orang yang baik. Tentu saja semua orang selain dirimu, kak." Vin terus berbicara seperti semuanya baik-baik saja.
"Semua orang di dunia ini adalah penghianat, mereka hanya akan memanfaatkan kita saja, karena itu kita tidak boleh mempercayai siapapun, ‘kan?"
"Waktu itu mereka menghianatiku, mereka hanya memanfaatkanku. Tapi, aku tidak akan membiarkan siapapun melakukannya padamu, kak."
"Ayah, Ibu, mereka melakukannya padamu, aku akhirnya tahu setelah malam itu, malam di mana kita dipertemukan setelah berpisah lama. Aku akhirnya tahu mereka lah yang telah memisahkan kita, aku akhirnya tahu mereka selama ini hanya menyiksamu, membuatmu menangis, mereka menghianatimu, tapi sekarang kau bisa tenang kak, aku sudah mengurus mereka, mereka tidak akan lagi menyiksamu atau mengurungmu di gudang."
Yuza meremas tangannya sendiri, rasanya sangat sakit mendengar perkataan itu keluar dari mulut adiknya, tapi ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang.
"Aku juga mengurus semua orang yang mendekatimu agar mereka tidak bisa menghianatimu suatu saat nanti, aku membunuh mereka sebelum mereka melakukannya," Vin lalu tertawa saat mengatakannya.
"Dan juga peramal itu, dialah yang membuatmu dipisahkan dariku, aku juga sudah mengurusnya, itu adalah balasan yang pantas untuknya."
Yuza sangat marah, tapi apa yang bisa ia lakukan? Ia sangat marah tapi terlalu sulit saat mengetahui ia harus marah pada adiknya sendiri. Yuza hanya bisa diam sambil terus menangis. Sebagai kakak, ia sudah gagal.
"Dan juga pemuda bernama Takao itu, aku sudah mengurusnya, aku—"
"DIAM KAU!! DASAR PEMBUNUH!!" teriak Haruna pada Vin.
Vin lalu menatap sinis Haruna. Amarahnya kembali meluap, rasa gembiranya saat bertemu kakaknya langsung hilang ketika melihat wajah Haruna.
Vin perlahan mendekati Haruna dengan sebilah pisau yang sejak tadi terus ia pegang. Ketika sampai di depan Haruna, "benar juga, aku hampir melupakanmu, kau juga berbahaya untuk kakakku, jadi kau harus mati."
Vin lalu mengangkat tangannya yang sedang memegang pisau dan mulai mengarahkan pisau itu tepat ke arah Haruna.
Tapi, seseorang menghentikannya. Ya, itu adalah Yuza.
Tanpa pikir panjang Yuza berlari kearah Vin dan langsung meremas sisi tajam pisau itu, mencoba menahannya. Yuza tidak peduli lagi dengan tangannya yang berdarah, ia tidak mau ada lagi yang menjadi korban.
"Kak? Apa yang kau lakukan? Tanganmu nanti terluka..." Vin terlihat panik, terlebih saat melihat darah mulai menetes dari telapak tangan Yuza.
Vin yang panik langsung melepas pisau itu, dan Yuza kemudian membuangnya. Tangannya terluka, sangat perih tapi tidak seperih hatinya.
Vin lalu merobek bajunya dan segera mengikatkannya pada telapak tangan Yuza untuk menghentikan pendarahannya.
Yuza sekilas tersenyum dan mulai membuka suaranya, "Vin, aku sangat senang karena kau masih hidup, aku sangat merindukanmu."
Vin lalu melihat ke arah Yuza, ia perlahan mulai menangis, ia sangat senang saat Yuza mengatakannya. Yuza lalu meletakkan telapak tangannya yang tidak terluka ke wajah Vin. Dirasakannya oleh Vin tangan kakaknya yang begitu hangat, sejenak dapat membuat Vin memejamkan matanya karena merasa sangat nyaman.
"Maaf selama ini aku membiarkanmu sendiri, pasti sangat berat saat menjalaninya sendiri." Ucap Yuza dengan matanya yang berair. Persis seperti apa yang Yuza katakan, kesendirian itu sangat menyakitkan, ia pernah merasakannya saat di gudang sebelum bertemu dengan Kei.
"Tapi Vin, semua yang kau lakukan itu salah, menyakiti orang lain itu adalah perbuatan yang salah, karena menyakiti orang lain tidak ada bedanya dengan yang dilakukan para penghianat itu." Jelas Yuza.
"Jika memang mereka menghianatimu, kau harus tetap bersabar, mereka pasti tetap akan mendapatkan balasannya sendiri. Dengan membalaskannya pada mereka, tidak ada untungnya sama sekali untukmu."
"Semua orang yang menurutmu akan menghianatiku, mereka adalah orang yang baik. Mereka tetap ingin menerimaku apapun kekuranganku, mereka bukan orang jahat seperti yang kau pikirkan, Vin."
"Jadi kumohon berhentilah, jangan menyakiti siapapun lagi, aku tidak ingin kehilangan siapapun lagi, rasanya sangat menyakitkan." pinta Yuza dengan nada yang lirih.
“Aku tidak ingin kehilangan Takao, Haruna, Yamada-san, Paman dan Bibi, dan tentunya... aku tidak ingin kehilanganmu lagi, Vin.”
Mendengar apa yang dikatakan Yuza, Vin mulai menyadari apa yang ia lakukan selama ini ternyata salah, ia menunduk, terlalu memalukan baginya untuk menatap mata kakaknya. Vin melepaskan tangan Yuza dari wajahnya, perlahan ia mulai berjalan mundur, menjauh dari tempat Yuza berdiri. Tampak penyesalan yang amat dalam darinya.
"Selama ini... aku melakukan kesalahan? Aku membuat kakak merasa sakit? Aku sama saja dengan para penghianat itu? Kalau begitu aku harus mati, aku tidak pantas hidup di dunia ini, aku harus mati!"
Vin kemudian membenturkan kepalanya ke dinding di sampingnya. Ia terus memebenturkannya tanpa peduli rasa sakit di kepalanya.
"Vin jangan lakukan itu! Jangan lakukan itu!" Yuza yang panik berniat untuk menghentikan Vin tapi ia baru menyadari jika Haruna saat ini berdiri di belakangnya sambil memegang pisau dengan kedua tangan Haruna.
Yuza melihat mata Haruna, amarah, kebencian, perasaan ingin membalas dendam, Yuza bisa merasakannya dari sorot mata Haruna saat ini.
"Kau ingin mati? Kalau begitu biar kuwujudkan keinginanmu." Haruna yang sudah ditutupi dengan amarahnya kemudian berlari mendekati Vin dengan pisau di tangannya.
Sekali lagi Yuza menghentikannya, Yuza mengorbankan tubuhnya. Pisau itu mengarah langsung ke tubuhnya, tusukan yang sangat dalam diarahkan Haruna ke tubuh Yuza. Haruna tidak menyadarinya karena matanya yang terpejam.
Tanpa menyadari apa yang ia lakukan Haruna malah semakin memperdalam pisau itu di dalam tubuh Yuza. Barulah saat ia membuka matanya, Haruna langsung terkejut.
"Yu-Yuza..." Haruna yang tadinya sangat marah sekarang terduduk lemas, ia sudah melakukan kesalahan, ia ketakutan.
Haruna perlahan mulai menangis. "Apa yang sudah aku lakukan? Yuza?" Haruna terus menangis.
Kaki Yuza melemas, tapi dengan segera Vin langsung menahannya tubuhnya. Wajah Yuza mulai terlihat pucat tapi tetap mencoba untuk berbicara, "Vin, hiduplah dan perbaiki semua kesalahanmu, kau mengerti maksudku, ‘kan?"
"Kak..Kak Yuza? Jawab aku Kak!" pekik Vin ketika melihat Yuza yang sudah semakin melemas.
‘Maafkan aku Vin, aku hanya tidak ingin ada lagi yang terluka.’
###
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro