Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Ko-ee NO YO-kan' (2)

"Putri, bukankah Yang Mulia Kaisar teramat baik karena membantu Anda mencari pasangan?" Salah seorang dayang yang membantuku menata rambut tiba-tiba saja berucap sambil memandangi refleksi wajah di cermin.

Aku tersenyum masam, tawa hambar mengudara yang menimbulkan raut bingung di wajah Keryth.

"Ada apa, Putri?"

"Tidak. Hanya ingin tahu ... apa kau pernah berpikir untuk meninju wajah seseorang?"

Keryth tercengang, tangannya seketika kaku dan menggantung di udara. Buru-buru ia kembali melakukan aktifitasnya menyisir rambutku sambil berkata, "Tentu saja tidak, Putri."

"Omong-omong, apa yang kau ketahui soal Hawk? Kemarin aku mendengar Thierus menyebutnya di ruang kerja Kaisar. Jika sampai seperti itu, berarti memang sesuatu yang tidak bisa ia tangani. Hingga harus berunding, " Kusebut James dengan gelarnya, sebagai bentuk rasa tidak enak karena 'kurangnya hormat' kepada sang penguasa tersebut, “katakan semua yang kau tahu Keryth.”

Sebagai seorang Lady-in-waiting, Keryth dengan dua dayang lainnya sudah seperti mata dan telinga bagiku. Mereka banyak membantu mengumpulkan informasi dan melakukan apa-apa yang kuperintahkan. Sebagai gantinya, semua tindakan mereka adalah tanggung jawabku. Para dayang adalah cerminan dari tuan mereka dan sang tuan harus bertanggung jawab atas apa pun yang mungkin bisa mereka lakukan di kemudian hari.

"Dia ... bandit, Putri. Kudengar dari pada prajurit istana, mereka adalah orang-orang Hespen yang berhasil bertahan hidup dari perang dan sekarang luntang-lantung di jalanan kota Antalusia.”

"Mereka?" Sebelah alisku terangkat, seperti seorang guru yang tengah mengoreksi jawaban salah muridnya.

"Benar, Putri. Hawk adalah salah satunya, itu ... nama julukan. Saya tidak yakin berapa jumlah anggota mereka yang sebenarnya. Namun, sepertinya tidak banyak. Mungkin kurang dari sepuluh orang."

Aku mengangguk. “Baiklah. Aku mengerti.”

Yah, walau jika kupikir-pikir. Para bandit ini setidaknya membuat ibu kota Asnington lebih hidup. Sudah lama sekali rasanya, mungkin saat aku masih kecil, kali terakhir kudengar ada bandit yang berkeliaran di kota Antalusia. Kota itu aman-aman saja selama ini, desa-desa di sekitar kerajaan juga.

"Saya dengar, sudah hampir genap dua tahun lamanya mereka beraksi." Dayangku yang lainnya, Citrus, mengangkat sebuah tiara dan meletakkan benda berbentuk cincin itu di atas kepalaku. Keryth kembali merapikan jalinan rambut yang menurutnya sedikit berantakan di antara pinggiran tiara.

"Ah, kalau soal itu aku sudah tahu. Mengapa Iggvol bisa sampai gagal dalam tugasnya, ya? Tidak biasanya. "

"Bu-bukan, Putri. Para bandit itu memang sangat cakap dan cekatan. Mereka membuat para Khaddey kita kewalahan." Dayang yang merapikan gaunku adalah putri Thierus, namanya Trivus. “Iggvol kerap melakukan pertemuan rutin dengan Jenderal Thierus. Sepertinya mereka berdua memang sama-sama dibuat bingung, tetapi mereka sedang mengembangkan rencana baru untuk menangkap bandit-bandit itu.”

Khaddey adalah istilah untuk para kesatria yang melindungi perkotaan dan pedesaan. Kelompok Khaddey dipimpin oleh Kepala Khaddey bernama Iggvol. Seorang pria yang merupakan tangan kanan Thierus. Disebut juga sebagai mata kirinya, semenjak mata milik jenderal kerajaan itu mengalami malfungsi.

Aku berdeham. "Kau tahu banyak ya, Trivus. Kurasa, ini menandakan kalau hubunganmu dengan Iggvol baik-baik saja." Godaku dengan senyum kecil, wajah Trivus merona hebat.

"Ka-kami hanya teman, Putri," jawabnya sepelan cicitan tikus.

Para dayang tertawa kecil.

Pada saat itulah penjaga pintu mengumumkan kedatangan James dan Thierus. Pintu kamarku lantas terbuka. Membuat tubuhku secara otomatis berputar selagi dua sosok yang diumumkan berjalan masuk. Spontan para dayang bergerak mundur secara teratur ke balakang tubuhku sambil menunduk dan membungkuk dalam-dalam.

"Sudah selesai persiapannya? Ini lebih lama dari yang kubayangkan." Nada bicara James seolah sedang menuding etos kerja para dayangku dan itu membuatku sedikit tersinggung.

Kujawab dengan anggukan, seraya berjalan menjauhi meja rias. Gaun yang hanya sepanjang mata kaki itu sama sekali tidak menghalangi langkahku dan sangat nyaman dikenakan. Bahannya ringan dan lembut, berwarna biru langit. Ketika berdiri, terlihat seolah bahannya memang bagian dari langit yang dijahit menjadi pakaian. Kuakui selera James memang tinggi.

"Aku sudah selesai," kataku sambil tersenyum kepada lelaki berambut merah tersebut.

James tersenyum puas, ia mengangguk. "Baiklah." Ia mengulurkan lengan, tangan kuselipkan di antara sikunya dan kami berjalan bersama. Di belakang, Thierus dan Keryth selaku dayang paling senior mengikuti langkah kami menuju kereta kuda.

Dalam diam, pikiranku jauh melayang-layang ke dalam pelosok kota Antalusia. Tempat para bandit itu mungkin berkeliaran.

Hawk.

℘ɧąŋɬąʂıą

Perjalanan menuju Lemurian memakan waktu selama tiga hari dan dua malam dan telah dimulai beberapa saat yang lalu. Iring-iringan kami terdiri dari enam kereta yang ditarik oleh dua belas ekor kuda.

Aku menempati kereta ketiga, di tengah. Kereta terdepan diisi para kesatria istana, kereta kedua dipenuhi barang-barang keperluan, dua kereta di belakangku untuk stok konsumsi dan kereta dayang, sementara yang paling buntut adalah sekelompok Khaddey.

"Apa aku akan dikenalkan dengan centaur, ya?"

Jika Asnington terkenal dengan kekuatan tempurnya; senjata-senjata perang dan kapal-kapal terbang yang bisa membawa seluruh negeri meninggalkan bumi, juga kemampuan elementalis individu tertentu. Lemurian dikenal sebagai kerajaan paling magis, tempat segala ras berkumpul dan membangun kerajaannya.

Tiba-tiba saja kereta kami melewati sebuah gundukan besar yang membuat tubuhku tersentak dari bangku. Saking kerasnya, kepalaku menabrak langit-langit dan jatuh ke lantai.

Aku menggosok-gosok kedua tanganku sambil meringis pelan. Ada bunyi kegaduhan dari luar selama beberapa menit. Baru saja hendak meraih tuas untuk melihat apa yang terjadi, pintu itu terbuka sendiri.

Kupikir wajah dayang atau kesatria yang akan kulihat. Nyatanya, pria berambut hitam ini sangatlah asing. Ia mengerling jenaka dengan seulas senyum. “Ternyata hanya seorang gadis!” serunya, entah pada siapa.

Sebelum sempat menanyakan identitasnya, pintu kereta ditutup cepat. Kuraih tuas dan kudorong pintu itu dengan keras, berharap pria barusan terpukul atau setidaknya tersenggol ayunan pintu kereta, tetapi nihil. Hanya ruang hampa yang diterpa pintu tersebut.

Cepat sekali.

Laki-laki bertudung hitam tadi sudah menghilang bersama angin yang berembus masuk. Semak-semak belukar sejauh beberapa meter dari depanku membentuk celah seperti baru saja dipijak.

Perlahan, aku menuruni tiga anak tangga kereta. Aku mengedarkan pandangan, keadaan di luar ternyata telah kacau.

Orang-orang yang diutus James untuk menemaniku terpejam, dengan kondisi terikat dan disandarkan di dekat kaki-kaki kuda. Para pengawal istana, kelompok Khaddey, kusir dan pelayan-pelayan. Kereta stok makanan dan barang-barang sudah kosong melompong.

Aku berjongkok, meraih sejumput bubuk gelap bercampur pasir di dekat kaki Citrus. Lantas langsung menyadari benda apa itu.

Kulihat jejak-jejak sepatu yang mengarah ke dalam semak belukar menuju hutan pinus. Orang-orang yang melumpuhkan bawahanku dengan bubuk tidur ini, sudah memperhitungkan cuaca panas berangin kerajaan sehingga tidak takut meninggalkan jejak sebab yakin bekas itu akan lekas ditimpa pasir.

Kenapa mereka melepasku?

Kulepas tiaraku, meletakkannya di atas pangkuan Keryth. Sepatu berhak tinggi yang kukenakan, kutukar dengan sepatu tanpa hak milik Trivus. Otakku mendapat ide gila untuk mengejar dan menangkap para bandit tersebut, sekaligus membatalkan perjodohan dari James.

Tanpa berlama-lama, kupacu langkah memasuki hutan pinus. Pelatihan berkemah dan bertahan hidup di hutan yang kuterima sebagai seorang putri akhirnya menunjukkan manfaat. Berbekal ilmu yang kuterima setahun lalu, aku bisa membaca arah gerakan sekelompok orang dari bekas kakinya di atas tanah, ranting, tumpukan daun, dan semak-semak.

Lariku melambat saat tiba di sebuah lahan kosong berbentuk persegi panjang yang lebar. Wilayah di sekelilingnya ditumbuhi pepohonan menjulang berdaun rimbun yang menghalangi cahaya matahari. Aku tidak mengerti, kenapa hanya wilayah ini yang tidak ditumbuhi apa pun.

Dengan napas terengah-engah, kutatap gaun biruku yang sudah sobek sana-sini dan ternoda tanah juga lumpur. Kuusap keringat yang menetes ke bawah dagu dengan punggung tangan lecet akibat berlarian sembari menyingkirkan ranting dan semak liar.

Angin berembus, berbunyi seringan gemerisik dedaunan. Dahan pohon yang berkeretak terdengar dari balik tubuhku. “Are you lost, Princess?

Dengan napas tertahan, aku berbalik.

Pria bertudung hitam yang menyergap kereta-kereta istana, kini tengah berjongkok di atas dahan salah satu pohon. Tudung yang ia kenakan menyembunyikan wajah di baliknya dengan baik. Namun, aku yakin sekali bahwa pria itu tengah tersenyum.

"No. I'm sure the best run away route is this way. I appreciate the concern, though," balasku. Pria itu tertawa singkat.

Ia kemudian berdiri di atas dahan, lalu melompat dari pijakannya ke tempatku berdiri. Tubuhnya terlihat ringan saat melambung di udara, melenting indah sambil melakukan salto dan sedetik sebelum ujung sepatu kulitnya menyentuh tanah, aku bersumpah melihatnya mengambang terlebih dahulu. Gerakannya tadi tampak ringan sekaligus kuat.

“Ternyata benar. Anda Tuan Putri," ujarnya dengan raut berseri-seri. Wajahnya terhitung mulus untuk ukuran seorang bandit, alis gelap di atas sepasang mata biru yang menimbulkan kesan kenapa dia dipanggil Hawk, elang. Kulitnya berwarna kuning langsat dengan bibir merah muda tipis.

Berdosa sekali, dia buronan tampan!

Pria ini mengenakan kain hitam yang menutupi dada dari bahu kanan ke pinggang kiri. Lengan bajunya panjang berwarna sama. Ikat pinggang kulit melingkari bawah perut dengan celana kain hitam yang agak longgar, kedua kaki jangkungnya dilesakkan ke dalam sepatu hitam panjang.

Buronan itu membungkuk, dengan gerakan perlahan yang sangat elegan. Seperti bunga yang tengah menunduk ketika dihinggapi serangga. Seolah ia telah menghabiskan banyak waktunya hanya untuk mempelajari cara memberi hormat kepada seorang putri dengan benar.

Aku pun melakukan hal yang sudah kulakukan hampir sepanjang hidup; mengulurkan tangan kanan ke arah depan dan berakhir dikecup punggungnya. Etiket kerajaan dasar yang kupelajari selama bertahun-tahun; bagaimana caranya melangkah, menyantap makanan, tertawa, menatap, tersenyum, bahkan mengulurkan tangan.

Pria asing itu menjauhkan bibirnya, ia punya sorot jenaka dan hangat seperti orang-orang kota Antalusia. Mungkin, jika dirinya berbaur dengan orang-orang kota atau desa; tinggal, makan, dan bekerja bersama mereka. Tidak akan ada yang menyadari seberapa panjang sudah catatan kriminalitasnya di tangan Iggvol. Aku menarik tangan dari genggamannya.

Parasnya itu bukan wajah-wajah menyeramkan yang dimiliki para tahanan kerajaan Asnington. Wajah miliknya dapat disandingkan dengan calon tunanganku kemarin, Duke-siapa-namanya-aku-lupa atau pemuda-pemuda yang dikagumi oleh gadis-gadis.

"Kau yang merusak kereta-keretaku?"

Pria itu mengangguk-angguk dengan mimik lugu.

Apa dia pikir aku tidak akan menghantam wajah tampannya hanya karena ia mengaku seperti orang bodoh? Sama sekali tidak. Terlebih atas semua lonjakan kerugian yang diakibatkan perbuatannya pada kota kami. Sebagai akuntan kerajaan, keberadaan para bandit jelas menambah tumpukan pekerjaanku.

Suatu saat pasti akan kulakukan. Untuk sekarang, ia dibutuhkan.

“Dengar, aku tidak tahu dan tidak ingin mengahui bagaimana caramu melakukannya.”

"Ya?" Ia masih menatapku dengan wajah ramah disertai senyum. “Katakan saja apa yang membuat Anda mengejar-ngejar saya, Putri," tambahnya antusias.

“Jadi kau tahu aku mengikutimu?”

Dia mengangguk-angguk.

“Lantas kenapa malah berhenti dan memperhatikanku?" Mulanya juga kupikir mustahil untuk mengejar. Namun, justru dia sengaja membuat diri terkejar lalu menunggu di sini.

Pria itu tertawa keras, membuatku terheran-heran sekaligus terkejut.

"Memangnya kapan lagi saya akan dikejar-kejar oleh wanita cantik?” katanya berterus terang. “Ini jauh lebih baik daripada dikejar-kejar oleh sekelompok Khaddey dan pria berambut abu-abu itu," tambahnya sambil menarik turun tudung, menyisir rambut hitamnya ke belakang karena gerah.

Rasanya aku kenal ciri-ciri itu. "Maksudmu Iggvol?"

"Hm? Iya. Namanya Ivol." Dia mengangguk yakin dan mantap.

“Iggvol.”

“Ivol, kan?”

"Iggvol. Igg-vol. Dengan dua huruf G sebelum -vol," Jelasku sedikit gemas. Baru beberapa menit kami bertukar dialog, rasanya aku akan frustrasi jika lebih lama lagi.

"Oh." Dia kembali terbahak-bahak tanpa rasa bersalah.

Mengabaikan tawanya, aku berkata, "Dengar, aku ingin kau melakukan sesuatu?"

"Hm?" Alis kirinya terangkat dengan tatapan penasaran sekaligus tertantang. "Apa itu?"

Dengan satu tarikan napas panjang, kutatap iris biru penuh minat di depanku. Bahkan aku belum tahu namanya untuk sekadar kembali berpikir tentang keputusan yang kini sudah berada di ujung lidah. Setidaknya, ia tampak lebih jujur daripada para buronan dan tahanan kerajaan lain.

"Dengar, aku ingin kau menculikku."

"Hah?"

℘ɧąŋɬąʂıą

01/08/2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro