24. BACK SPACE
Seminggu telah lewat sejak kedatangan Caca ke rumah. Jenna berusaha untuk bersikap biasa saja ketika bertemu dengan rekannya itu di kantor. Namun, sikap wanita itu berubah drastis. Tidak ada sapa atau secangkir kopi seperti biasanya. Rapat mereka juga terasa seperti perang. Seolah mendukung, jadwal rapat tim Jenna dengan tim wanita itu juga terjadi tiga kali dalam minggu ini.
"Bu Jenna." Wanita berambut pendek yang berdiri di depan Jenna menjentikkan jari.
Jenna sempat gelagapan. "Oh, iya."
Tyas menggeleng. "Ibu tadi panggil saya. Ada apa, Bu?"
Jenna terdiam. Akhirnya, ia ingat mengapa memanggil Tyas ke ruangannya. "Kalau saya tanya hal di luar pekerjaan, nggak apa-apa?"
Tyas tersenyum cerah. Ia menggeser kursi yang ada di seberang Jenna. "Ibu pasti mau tanya tentang Kak Caca, 'kan?"
Ini orang udah kayak dukun. Jenna diam karena sedang sibuk berbicara pada dirinya sendiri.
"Seminggu ini, saya lihat, Ibu dan Kak Caca nggak seakrab biasanya. Kayaknya kalian lagi perang dingin. Ini pasti karena suami Ibu."
Jenna langsung menempatkan telunjuk ke bibirnya begitu mendengar kata suami.
Tyas melipat tangan di dada. "Saya siap menjawab pertanyaan Ibu."
Jenna berpikir sejenak. Ia memang sangat penasaran, tetapi ia juga ragu untuk menanyakan hal ini pada Tyas yang notabenenya adalah orang asing. "Kamu kenal Caca udah lama?"
Tyas kembali tersenyum. "Sekitar lima tahun, mungkin. Saya sama Kak Caca masuk ke kantor ini di angkatan yang sama. Dulu, kami cukup dekat, tapi karena suatu hal. Ya, seperti yang Ibu tahu sekarang."
"Kamu tahu kenapa Caca putus sama Jin Tomang, eh, maksud saya, suami saya?" Jenna bertanya sambil menautkan tangannya. Entah mengapa, ia menantikan jawaban dari Tyas.
"Yang saya tahu, Kak Caca selingkuh. Nggak cuma sekali, tapi tiga kali. Ya, wajar, sih. Soalnya dulu mereka sempat LDR, 'kan? Setahu saya, suami Ibu dulu tinggal di Jepang."
Sejauh apa dia tahu tentang mereka? Jenna kembali bertanya pada dirinya sendiri.
"Saya nggak kenal suami ibu secara pribadi. Saya cuma dengar ceritanya aja." Tyas langsung menyiapkan tameng pertahanan.
Jenna memijit pelipisnya. Ia memang dekat dengan Caca, tetapi ia tidak pernah tahu tentang kisah cinta wanita itu. Begitu selesai memijit pelipisnya, Jenna melihat Tyas yang kini sibuk mengetikkan sesuatu di ponselnya sambil tersenyum.
"Ibu mau kopi apa? Bang Joel mau mampir ke sini karena kami mau makan siang bareng." Tyas bertanya dengan antusias.
"Nggak usah, nggak apa-apa." Jenna menggeleng dan tersenyum sopan.
"Oke, ada pertanyaan lagi, Bu? Kalau nggak ada, saya mau siap-siap soalnya sudah mau jam istirahat."
Jenna melirik jam tangannya sekilas. Benar, sudah hampir tengah hari. "Saya rasa cukup. Kalau saya tanya-tanya lagi, boleh, ya?"
"Tentu, apa, sih, yang nggak boleh buat temannya Bang Joel? Permisi, Bu." Wanita berambut pendek itu berjalan keluar. Namun, sebelum tangannya berhasil menyentuh knop pintu, Jenna kembali bertanya.
"Kamu sama Joel, benar pacaran?" Jenna merutuki dirinya sendiri. Bisa-bisanya ia menanyakan hal itu tanpa berpikir.
Tyas mengangguk.
"Saya turut bahagia untuk kalian." Jenna tersenyum, tetapi ia tetap tidak percaya kalau Joel benar-benar sudah memiliki pacar.
Pintu ruangan itu ditutup dari luar. Jenna menghela napas panjang setelahnya. Ia menyandarkan tubuhnya di kursi yang sudah diatur lebih rendah. Wanita itu melepaskan high heels-nya dan meluruskan kaki. Sejenak, ia memejamkan mata untuk menenangkan diri.
Belum lima menit, ekspresi tenang di wajah Jenna berubah menjadi pahit. Ia mendengkus begitu mendengar ponselnya berbunyi. Meski kesal, ia tetap menjawab panggilan itu.
"Lo di mana?" Suara Gia tidak terdengar jelas. Sepertinya wanita itu tengah berjalan dengan buru-buru.
"Di ruangan. Kenapa? Gue pengen tidur siang." Jenna menjawab jutek.
"No, no. Lo harus makan. Gue ada di kantor lo sekarang. Kita ketemu di kantin, ya."
Telepon tersebut dimatikan. Jika dalam mode begini, Jenna percaya kalau Yujin dan Gia adalah saudara. Kedua orang itu benar-benar menyebalkan dengan caranya sendiri.
Jenna menghela napas kasar, tetapi ia tetap bangkit berdiri dan mengambil tasnya yang tergantung. "Gue juga butuh makan, buat mikir."
Suasana kantin benar-benar ramai. Hampir seluruh meja terisi. Suara yang terdengar dari dekat pintu masuk membuat Jenna tersenyum. Namun, senyumnya langsung luruh ketika melihat ada orang lain di meja yang sama dengan Gia.
"Gue udah pesen. Nasi ayam kremes favorit lo." Gia berbicara dengan penuh kebanggan.
Jenna duduk dengan canggung. Ia terpaksa duduk di depan wanita yang mengenakan name tag serupa dengannya karena hanya itu satu-satunya kursi yang tersisa.
"Udah lama banget kita nggak makan bareng." Gia menatap Jenna dan Caca bergantian.
Jenna memaksakan senyum. Mereka makan sambil mendengarkan cerita Gia tentang Brian yang mengajaknya balikan setelah dua minggu mereka putus. Keramaian di kantin sudah mulai berkurang. Kini ada beberapa meja yang kosong.
"Gue denger, Jenna nikah sama adek lo? Kok, gue nggak diundang?"
Pertanyaan Caca membuat Jenna menatap Gia nanar.
"Oh, itu." Gia berusaha menangkap sinyal dari Jenna. "Acaranya memang buat keluarga aja. Nggak buat acara gede-gedean."
Jenna mengembuskan napas lega. Untungnya Gia hanya berbicara sebatas itu.
"Gue nggak tahu kalau Jenna pacaran sama Yujin. Bukannya dia tunangan sama Saka?" Caca semakin berani mengajukan pertanyaan. Wanita itu mengajukan pertanyaan seperti itu dengan senyum yang menyebalkan.
Gia menatap Jenna lebih lama dari yang seharusnya. Jenna segera memberi kode agar Gia menghentikan pembicaraan itu.
"Kayaknya ada yang kalian sembunyiin dari gue. Apa Jenna sama Yujin menikah karena dijodohin?" Caca meletakkan sendoknya, lalu menatap Gia dan Jenna bergantian.
"Mereka nggak dijodohin. Lo aja yang nggak tahu kalau mereka pacaran." Joel muncul tiba-tiba. Di sampingnya, berdiri Tyas yang menggandeng tangan pria jangkung itu.
Caca langsung terdiam. Perlahan tatapan menghakiminya berubah menjadi tatapan tidak percaya. Mata wanita itu kelihatan kehilangan fokus.
"Katanya mau makan siang ke luar? Kok, malah ke kantin?" Jenna bertanya pada Tyas yang masih menggandeng tangan Joel.
"Kata Bang Joel, dia suka makanan di kantin sini. Makanya kami ke sini. Lagian, jadi banyak waktu buat ngobrol, dan aku nggak akan terlambat balik ke kantor."
"Ey, gue nggak nyangka lo seperhatian itu." Jenna mengejek.
Ejekan Jenna malah dibalas tawa oleh Joel.
"Memangnya lo tahu dari mana kalau makanan di sini enak?" Seperti biasa, rasa penasaran Jenna tidak bisa tertahan.
"Dari seseorang yang sering makan di sini."
Jenna melihat arah tatapan Joel. Pria jangkung itu terlihat menatap Gia. Dalam. Seolah ada maksud lain dari kalimat yang baru ia lontarkan.
Gia yang sedari tadi hanya buang muka dan tidak berminat masuk ke obrolan, tiba-tiba bangkit berdiri. "Gue cabut duluan."
Jenna mengangguk. Setelahnya, ia kembali memperhatikan Joel yang menatap kepergian Gia tanpa berkedip. Yang Jenna tahu, di dunia Joel hanya ada Gia.
Aloha!
Ada apa sama Gia dan Joel?
Jenna mulai, deh, ovt.
Terima kasih sudah membaca dan berkenan vote.
Joel dan segala rahasianya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro