Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

2. CTRL + X

Jenna melihat satu per satu detail yang ada di aula besar itu. Tidak ada yang menduga kalau wanita yang sedari tadi sibuk memantau pemasangan dekorasi merupakan calon mempelai. Gelagatnya lebih mirip event organizer yang sedang bertugas.

Acara pertunangan itu tadinya akan digelar secara sederhana, tetapi orang tua Jenna bersikeras untuk menggelar acara besar. Mengingat ketidaksukaan Ayah pada calon tunangannya, Jenna tidak menduga kalau keluarganya akan mengadakan acara di tempat mewah ini.

Ruangan itu terlihat cantik dengan rangkaian bunga asli yang bertengger sepanjang jalan utama. Penataan kursi tamu yang dibuat privat untuk lima sampai enam orang, sudah sesuai dengan keinginan Jenna. Wanita berambut panjang itu berjalan hingga ke podium, memandang sekeliling dan tersenyum karena sebentar lagi mimpinya menjadi nyata. Saat senyum Jenna tengah mengembang, Ayah dan Bunda tiba di pintu depan. Bunda melambai dan Jenna langsung menghampiri orang tuanya.

“Gimana persiapannya? Semua aman?” Ayah bertanya setelah memeluk Jenna singkat.

Wanita berlesung pipi itu mengangguk sambil tersenyum.

“Saka mana, Sayang?” Bunda bertanya sambil menatap sekeliling. “Bunda nggak lihat. Bukannya kalian ada janji buat periksa finishing dekornya?”

Jenna berusaha mempertahankan senyumnya untuk menutupi rasa kecewa yang sedari tadi berusaha ia buang jauh-jauh. “Saka lagi ada rapat penting, nggak bisa ditinggal.”

Wajah Ayah berubah masam. Mata cokelatnya menatap Jenna dengan tatapan mengasihani.

“Aku nggak apa-apa, Yah. Jenna bukan anak kecil, cek begini, sih, sendiri juga bisa.” Jenna langsung berusaha mencairkan suasana.

“Bener, nggak apa-apa?” Ayah bertanya masih dengan tatapan yang sama.

Jenna memaksakan senyumnya. “Beneran, kami nggak berantem. Ayah tenang aja.”

Ayah berdecak setelah mendengar jawaban putri tunggalnya.

Bunda langsung menarik Jenna untuk berkeliling. “Udah, kayak nggak tahu Ayah aja. Dia memang masih sensitif banget sama Saka.”

“Iya, Bun. Nanti Bunda temenin aku fitting, ya? Saka udah kirim jasnya ke rumah karena nggak bisa ikut.”

Bunda menatap Jenna dengan tatapan serupa dengan Ayah sebelumnya.

“Bun, jangan lihat aku pakai tatapan menyedihkan gitu, dong. Kalau Bunda nggak mau, aku bisa minta Gia buat temenin aku.”

Bunda memeluk Jenna singkat. “Enggak, Bunda yang bakal temenin kamu. Gia juga pasti sibuk sama kerjaannya.”

“Jenna.” Ayah memanggil Jenna yang tengah tersenyum karena lampu hias dan dekorasi yang ada di hadapannya. Wanita dengan blazer hitam itu menoleh dan masih mempertahankan senyumnya. Flash kamera yang menyala membuat Jenna langsung tertawa.

“Ayah. Kalau mau foto bilang-bilang, dong. Aku belum siap.”

Ayah tersenyum, tetapi matanya berkaca-kaca. “Anak Ayah besok sudah jadi tunangan orang.”

“Mulai, deh, dramanya.” Bunda menggeleng ketika melihat Jenna dan Ayah berpelukan seperti tidak ada hari esok untuk mereka.

***

Yujin mengepalkan tangannya dan menatap wanita yang ada di hadapannya. Wajahnya memerah dan mulutnya terkunci rapat. Matanya mulai berkaca-kaca. Namun, ekspresi pria bermata sipit itu langsung berubah dingin ketika pintu kamarnya dibuka.

“Ngapain, lo?” Gia langsung menghempaskan tubuhnya ke ranjang.

Yujin menatap wanita berambut tergulung itu dengan sinis. 

Gia tertawa ketika melihat tampilan di layar laptop Yujin. “Sejak kapan lo suka nonton drama begini?”

Gia telah memonopoli laptop milik Yujin sepenuhnya.

“Kak, mending lo langsung ke intinya aja. Nggak usah repot pakai tingkah sok ramah begini.” Yujin menarik tubuhnya menjauh dari wanita yang mengganggu me time-nya.

Gia meyeringai dan menutup laptop yang ada di pangkuannya dengan cepat. “Bantuin gue pilih baju.”

Pria berkulit pucat itu meremas bantal yang ada di sampingnya. Ia menarik napas berat, lalu bertanya, “Jangan bilang lo ganggu gue cuma untuk pilih baju. Jangan bercanda.”

Wanita berbibir tipis itu tersenyum penuh arti. Gia bangkit dari sana dan segera membawa laptop Yujin keluar.

“Giasefana! Balikin laptop gue sekarang!”

“Heh! Nggak sopan.”

“Balikin nggak? Gia!” Yujin sudah tersulut emosi. Ia melompat dari tempat tidur dan segera mengejar pencuri laptopnya.

Tanpa bisa dihindari, sepasang saudara sepupu berusia hampir kepala tiga itu berlarian di ruang keluarga.

“Lo cuma diminta buat bantu gue aja nggak mau. Adik durhaka!” Gia melancarkan makian ketika Yujin berhenti mengejarnya karena ia tengah memegang laptop Yujin dengan satu tangan dan dia mengarahkan benda persegi panjang itu ke luar.

“Awas lo, ya! Jangan berani-berani lepasin laptop gue. Ini lantai dua!”

Melihat respons adiknya yang menggemaskan, Gia malah mengayun-ayunkan laptop Yujin dengan seringai di wajah. “Bantuin gue atau …?”

“Oke, gue bantuin lo.” Yujin akhirnya menyerah.

Kamar besar dengan cat putih itu sempat membuat Yujin terperangah. Ia tidak ingat kapan terakhir kali ia menginjakkan kaki di ruangan itu. Yang jelas, penampakannya terlihat jauh berbeda dari apa yang ia ingat.

Gia tengah berdiri di depan lemari besar yang pintunya saja berjumlah setengah lusin. Yujin berdiri di belakangnya. Setelah beberapa menit, wanita itu melemparkan banyak baju ke atas tempat tidurnya.

“Oh, wait. Tumben lo ngeluarin baju model begini?” Yujin cukup heran karena Gia mengeluarkan banyak gaun.

“Gue mau kondangan dan sekarang gue lagi nggak punya pacar. Jadi, gue harus memanfaatkan adik cowok gue satu-satunya buat pilih baju.”

“Tumben cerdas. Acara apa?” Yujin bertanya sambil menggeser beberapa baju dan duduk di atas ranjang. Ia duduk bersila dan menunggu Gia yang sedang mengganti pakaiannya.

Gia keluar dengan dress hitam dan heels berwarna senada. “Tunangan. Nggak ada dresscode, sih. Gimana?”

“Lo gila? Ini acara tunangan dan siang, tapi lo kayak orang mau ngelayat tahu nggak?” Yujin segera mengusir Gia dengan gerakan tangan.

Gia kembali dengan dress merah menyala dan potongan rendah di bagian dada. “Gimana?”

Yujin mengerutkan dahi. Ia sampai harus mengubah posisi duduknya untuk memaki Gia dari dekat. “Beneran gila, lo! Kalau Mami lihat, abis lo.”

“Gue pernah, kok, pake ini ke acara nikahan temen gue.”

“Kak, lo bukan mau ke pub. Oke? Bentar, gue aja yang pilih.” Yujin beranjak dan memilih satu gaun berwarna biru muda. "Ngomong-ngomong acara siapa sih? Lo sampe heboh gini."

"Acara teman gue, kebetulan orang tuanya juga temen Mami. Lo mau ikut?"

"Enggak, makasih. Gue ada rencana ketemu sama Joel."

"Oke, deh. Sebagai bayaran udah bantu gue, gue bakal kasih satu info rahasia. Mending lo cabut habis sarapan, kalau nggak mau dipaksa ikut sama Mami. Semalem Mami udah berencana bakalan pamerin lo ke temen-temennya di acara nanti." Gia mengacak rambut Yujin dan tersenyum setelahnya.

"Oke. Thanks, Kak." Yujin bergegas ke kamarnya dan segera bersiap untuk pergi.

"Ternyata adek gue ada gunanya."
Gia

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro