45. Another Chance
Fadli.
Dhanu brengsek! Dia bikin gue terpaksa janji apa yang tidak bisa gue tepati. Bagaimana bisa gue nggak ngomong apapun ke Thalia kalau sejak kemarin, cewek itu kelihatan linglung.
Setelah gue membeli dua kaleng minuman, gue sempat melihat Dhanu memeluk Thalia sebelum melepaskannya dan pergi begitu saja dan sejak itu lah, Thalia seperti terpisah raga dan jiwanya.
Mau beratus-ratus kali gue menahan diri, bagaimana bisa gue melihat Thalia berantakan karena 'cinta datang terlambat'.
Udah gila mungkin Dhanu, atau sebenarnya justru gue yang sudah tidak waras. Sekalipun gue bilang gue nggak tega melihat Thalia hancur karena terlambat menyadari perasaannya, gue juga belum siap sebenarnya kalau harus melepaskan Thalia.
Iya, ketawain aja, gue memang sok pahlawan.
Thalia sendiri terus diam setelah menelepon Najla tadi, pandangannya bergerak liar, tampak gelisah.
Gue memacu kendaraan secepat yang gue bisa, menyelinap pada setiap celah, sesekali makian dan klakson terdengar dari mobil lainnya.
Pada cewek di samping gue ini, gue akan bersikap gentle, layaknya si lucky bastard yang sudah memporak-porandakan pikiran Thalia. Gue akan melakukan hal yang sama, melepaskan Thalia demi kebahagiaannya.
Tapi, jangan salah ya. Gue nggak sebego Dhanu, gue akan memperjuangkan Thalia sampai akhir.
Jika memang Thalia bukan takdir gue, dengan lapang dada gue bersedia melepaskan Thalia demi orang yang benar-benar ia anggap sebagai rumah. Tapi, jika semesta tidak mengizinkan Thalia untuk bertemu dengan Dhanu, maka gue akan berusaha menghapus Dhanu seutuhnya dari hati Thalia.
Ketika kami tiba di Bandara, Thalia langsung berhambur keluar dari mobil, tanpa menunggu gue berhenti. Ia berlari menuju terminal keberangkatan luar negeri.
Di antara padatnya orang di sana, Thalia tampak kebingungan, matanya terus bergerak liar, mengikuti arus manusia. Gue membuang napas lalu menghampirinya.
Tidak ada gunanya mencari Dhanu di lautan manusia ini, jadi gue menggandeng Thalia menuju pusat informasi.
Setelah menyebutkan maskapai serta nomor penerbangan yang gue lihat di tiket milik Dhanu tempo hari, petugas di sana tersenyum dan mengatakan bahwa pesawatnya baru saja lepas landas lima menit yang lalu.
Tepat ketika petugas tersebut mengatakannya, gue merasa seperti nyawa gadis di samping gue baru saja melayang. Gue menggandeng Thalia, menjauh dari pusat informasi.
Thalia memang tetap melangkah, menuruti tangan gue, ia tidak menangis, tidak bersuara, tapi tatapannya kosong.
Sampai pada akhirnya kami sampai di samping pilar, tanpa gue sangka, Thalia jatuh terduduk, meluruh di lantai dan selanjutnya yang mampu gue dengar adalah tangisannya yang pecah.
Gue paham ini akan terjadi, tapi gue berharap ledakan itu dapat tertahan setidaknya sampai di mobil. Gue mendekati Thalia, tidak memeluknya, hanya menutupinya dari pandangan orang-orang.
Sekalipun pada saat tersulit, gue tidak ingin seorang pun menyaksikan kejatuhan Thalia. Mereka memang tidak mengenal Thalia, namun tetap saja ingatan tentang gadis yang menangis di Bandara akan membuat Thalia terlihat menyedihkan.
Gue tidak menginterupsi Thalia, tidak juga berusaha menghentikannya. Selama hanya gue yang menyaksikan kejatuhannya, maka tidak apa-apa Thalia menangis sebanyak yang ia mau.
Mungkin gue sedikit kurang ajar, tapi yang saat ini tertanam di pikiran gue adalah, gue sudah sepenuhnya berusaha menjadi gentleman, namun ternyata semesta begitu baik, memberikan gue kesempatan yang lain.
Kepergian Dhanu serta tangisan Thalia kali ini, apa artinya gue harus mempertahankan Thalia selamanya? Sampai Dhanu benar-benar lenyap dari pikirannya hingga tidak ada Dhanu-Dhanu yang lainnya?
Pada hakikatnya, siapapun bisa menjadi rumah bagi orang lain, entah dengan usaha, atau kehendak semesta dan gue bukan orang yang hanya bergantung pada alur, tanpa berusaha.
Karena, tidak pada tempatnya manusia menangis untuk apa yang tidak pernah ia perjuangkan.
-----
A/n: Hi, pendek ya? Haha sori, nanti Jum'at ketemu lagi kok.
Tenang, ini belum akhir, belum ada yang tau kan lebih keras kepala mana Fadli atau Thalia? Haha
Tbh, gue lebih suka karakter Fadli dari pada Dhanu, dia lebih realistis dan nggak sebodoh Dhanu.
Dia tau cara mencintai tapi juga nggak lantas pasrah gitu aja.
Dhanu squad sorry, di dunia nyata pun gue sering ngebodoh-bodohin Dhanu (btw, bentar lagi dia baca bagian ini dan ikut blg 'iyaya Dhanu kan emang bego nay')
Emang Nu, untung lu sadar! Haha
Yasudah lah, see u tomorrow, besok w update If Only, jangan lupa baca ya! CU
Mwa
InnayahP
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro