Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

2.5 Nada Delapan Tahun Kemudian

Nada.

Aku dapat merasakan seluruh sarafku berhenti bekerja ketika mengenali laki-laki dengan jas warna hitam yang baru keluar dari ruangan mempelai wanita tadi.

Dalam ketersimaan yang sama kak Dhanu menatapku. Satu-satunya hal yang paling aku sadari ketika melihat laki-laki itu adalah aku ingin menangis, entah karena terlalu rindu, atau terlalu lega pada akhirnya bisa melihat wajah itu.

Percaya atau tidak, sekalipun aku berikan bahwa aku akan menyerah terhadapnya, namun diam-diam ia masih menjadi nama yang terselip dalam doaku. Aku tidak ingin berharap banyak, untuk memiliki akhir yang bahagia dengan kak Dhanu, aku hanya berharap ia sehat dan baik-baik saja.

Dan ya, dia di sini sekarang berbagi oksigen di ruangan yang sama.

Tapi ketersimaan itu dibuyarkan oleh Farel yang entah sejak kapan mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Minta di gendong.

Tak lama kemudian ka Fadli datang dan langsung menariknya ke ruang mempelai laki-laki.

Kami bahkan tidak sempat mengucapkan kata hallo.

Saat melihatnya ikut masuk ke dalam barisan, aku masih menatapnya lekat-lekat berharap bahwa ini bukan hanya sekedar imajinasiku karna terlalu merindukannya.

Tiba-tiba saja ka Fadli mengambil Farel dari gendonganku, lalu ka Thalia langsung menarikku.

"Ayo sini cepet, Dhanu nggak ada pasangannya." Langkahku terhenti saat menyadari kemana aku ditarik. Ke barisan keluarga dan panitia.

"Kan gue nggak pake seragam."

"Udah nggak apa-apa masuk aja, jelek banget kalo ada barisan bolong gitu."

Aku tak lagi bisa mengelak, ketika tubuhku di bariskan tepat di sebelah kak Dhanu.  Pelan-pelan, aku berusaha meredam debaran dalam dadaku.

Aku tidak tau, bahwa bertemu kembali dengannya, membuat waktu terasa berhenti seketika.

Kak Dhanu menoleh ke arahku, lantas tersenyum lebar, hingga matanya berbentuk bulan sabit. Ada sesak yang memenuhi dadaku, rasa hangat dan haru yang membuatku merasa bisa meledak saking bahagianya.

"Jadi, yang tadi manggil lo Bunda itu si Farel? Anaknya Thalia? " Aku mengangguk kaku.

"Dan yang tadi di belakang lo itu sepupunya Rendi? Siapa tuh namanya?"

"Kak Elang?"

"Oh iya si burung itu," wajah kak Dhanu tampak masam sesaat.  "Dia ngapain ngintilin lo? Bukannya kata Rendi, dia juga baru nikah?"

"Dia nganterin Farel, bukan ngikutin gue."

"Syukur deh." Aku tidak sempat bertanya syukur atas apa,  karena kami sudah harus berjalan mengantar pengantin ke pelaminan.

Kami tidak sempat mengobrol lagi,  karena kak Dhanu langsung di tarik oleh teman-teman sekelasnya, selepas kak Najla duduk di singasana. Aku pun tidak berharap banyak, hanya melihatnya baik-baik saja aku merasa sudah lebih dari cukup.

Aku baru mau mencari Farel untuk mengajaknya berburu cokelat, namun sayangnya anak itu masih di pinjam oleh Tantenya Kak Rendi,  cokelat ku tentu belum cukup sakti untuk merebutnya dari Tante Karina.

Aku sedang mengunyah croissant, saat tiba-tiba seseorang duduk di kursi sebelahku,  sebelah lengannya bertumpu di sandaran kursi ku. Diam-diam aku meneguk ludah.  Mata gelapnya menatap ke arahku teduh, sorotnya berupa kelembutan.

Aku pernah melihat sorot itu dulu, kala ia menatap kak Thalia. Aku menundukan kepala, tidak ingin berlama-lama terkunci dalam mata jernihnya.

Ada banyak yang harus aku jaga, terutama ekspetasi ku sendiri, aku tidak ingin kembali kecewa karena anganku terhadap laki-laki ini sekali lagi.

"I miss you." Suaranya parau, namun tenang dan dalam seperti telaga.  Ketika aku menoleh, aku tidak menemukan riak di wajahnya, tapi lagi-lagi, di matanya terdapat sorot yang membuatku ingin memeluknya.  Menangis untuk melepas rindu sekian tahun lamanya.

"Apa... kabar?" suaraku mungkin terdengar lebih parau dari miliknya, karena tenggorokan ku sendiri telah tercekat dalam waktu yang lama.

"Kacau," katanya setengah putus asa.  "gue hampir gila karena kangen sama lo."

Aku tidak menyadari apa yang selanjutnya terjadi, karena setelahnya aku telah berada dalam rengkuhannya, membiarkan sungai di pelupuk mataku mengalir begitu saja.

Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku merasa begitu dekat dengannya, lebih dekat dari pada nadi. Seolah dinding tak kasat mata di antara kami luruh begitu saja hingga melebur. Ada rindu yang berusaha di sampaikan, walau bukan dengan kata-kata.

Jika dulu pelukan terakhir kami di Changi adalah untuk mengucap selamat tinggal, maka apa arti dari pelukan ini?

"Gue sudah nyaris gila begini, kalau sampai lo udah punya suami gue bakar suami lo."

Nada suara dan isi kalimatnya berupa kontradiksi, dalam suaranya aku dengar rindu yang menggenang.

Aku tidak menjawab apapun lagi.

Dalam hati hanya berharap. Sekali ini saja, tolong biarkan kami bahagia.

Selamat datang kembali, Matahari ku.

-----

A/n: Yes, yuhuuuu, hallow akhirnya w update extra part. Masih ada yang nungguin nggak sih?

Harusnya sih kemarin, tapi gue ribet banget kemarin.

Maaf kalau kelamaan, karena memang gue lebih suka endingnya yang kemarin, extra part ini pun, tidak termasuk bagian dari novel ya, hanya extra chapter demi kalian dan demi rasa terima kasih gue terhadap Dhanu x Thalia x Najla, karena mereka berhak bahagia.

Oh iya. Buat yang nungguin If Only,  i have to say so sorry, kalian yang ngefollow ig gue mungkin tau, kalau hp gue yang kemarin hilang (lagi) :( dan fyi, tulisan yang harusnya tinggal di publish pun lenyap, gue nggak tau kenapa, padahal biasanya tetap ada gitu kan di draft, tapi ini nggak ada, moodboard Kiana pun hilang begitu juga dengan nomor dan semua tugas gue di HpJangan ditanya gimana sedihnya, tugas cuy, tugas.

Jadi maaf banget, gue lagi berusaha nulis ulang tapi jadwal gue juga lagi padat banget. Dua hari kemarin, gue berangkat nyubuh pulang malem terus. Dan emang lagi persiapan acara ini itu.

Jadi, di mohon dengan sangat pengertiannyaMaaf banget :(

Yaudah itu aja.

Gue menyelesaikan extra part ini. Dengan harapan, bahwa Dhanu x Thalia x Najla bisa menutup lembaran lama buku mereka dan membuka lembaran baru.

See u when i see u.

Salam sayang.

Naya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro