Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

2.1. Fadli Delapan Tahun Kemudian

Delapan tahun kemudian...

Fadli.

"Ini kok begini, sih? Cepetan ganti!" suara Thalia terdengar ke seluruh ruangan, teriakannya beradu dengan bunyi hak yang bersentuhan dengan lantai. Gue menggelengkan kepala, Najla tidak perlu WO sebenarnya, dia punya Thalia yang siap mengatur seluruh tetek bengek pernikahannya hingga mencapai kata nyaris sempurna.

"Mama alak, mama alak," anak laki-laki berumur dua tahun yang menggelengkan kepala. Gue tertawa geli melihat Farel yang sekarang bersikap sok tua.

Yeah, I'm the winner!

Pada akhirnya, gue berhasil menyematkan nama belakang keluarga gue di nama Thalia. Menjadi laki-laki yang berdiri di sampingnya. Menjaganya selayaknya rusuk yang menjaga jantung.

Tepat di hari wisuda Thalia, gue menepati janji gue. Lamaran itu hanya di saksikan oleh kami berdua, pohon Pinus dan kunang-kunang yang berterbangan di sekitar kami.

Saat ini, Thalia telah bertransformasi menjadi seorang ibu dari jagoan kecil gue. Farel Admiral.

Tapi, melihat segala hal dalam diri Thalia, kadang gue masih tidak percaya kalau dia sudah menjadi istri sah gue.

Thalia tidak terlihat seperti wanita 26 tahun yang memiliki 1 anak. She looks like Thalia 18 years old.

Hanya saja, garis wajah Thalia sedikit lebih tegas sekarang, gerakannya lebih halus dan anggun, meskipun otaknya masih sama gilanya seperti delapan tahun yang lalu.

Gue pasti tidak akan lupa kejadian tiga tahun yang lalu, tepat seminggu sebelum pernikahan kami, Thalia menghilang tanpa jejak.

Gue nyaris frustrasi karena mengira kalau Thalia kabur gara-gara nggak mau merit sama gue, tapi langsung bersyukur saat tau Najla juga menghilang tanpa jejak.

Sehari sebelum pernikahan kami, dengan wajah tanpa dosa Thalia muncul di hadapan gue, mata berkilat-kilat nakal.

Gue tentu saja protes, tapi dengan santainya dia menjawab;

"Aku cuma ke Korea say, sama Najla, single party sebelum kita merit. Kamu nggak lupa kan, cerita aku tentang janji aku sama Najla?"

Ke Korea Selatan itu cuma katanya. Dia nggak tau aja gue sampai mengemis-ngemis sama nyokap gue agar pernikahan kami tidak di batalkan.

Thalia dan Najla masih sesinting dulu, dan mungkin tidak akan pernah sembuh.

Dan berbicara tentang Najla, she's fine, not just okay.

Walaupun satu bulan yang lalu gue sama Thalia nyaris menyeret dia lagi ke Dokter Dina.

Bayangin aja geez, hari Minggu pagi, dia tiba-tiba muncul di rumah gue, dengan gayanya yang super santai, dia nyeletuk;

"Bulan depan gue merit sama Rendi."

Thalia melongo, gue tersedak. Waktu seperti berhenti seketika.

Bukan, bukannya kami tidak senang atau tidak setuju. Tapi gue dan Thalia tidak pernah lupa bagaimana Najla mendeklarasikan dirinya akan menjadi single happy women selamanya. Dia tidak akan menikah meskipun Lee Min Ho atau Adam Levine yang memintanya.

Just for your information, laki-laki yang akan dinikahi Najla pun bukan dua pria idamannya itu, melainkan seorang Rendi Bramantya. Cowok itu cuma gue dan Thalia kenal sebagai senior Najla yang kebetulan bertemu lagi dengan Najla sebagai PR dan Reporter di sebuah konferensi pers.

Jadian nggak, tiba-tiba mau nikah, gimana Thalia nggak cerewet.

Tapi gue rasa begitulah takdir mengaturnya.

Dhanu menepati janjinya untuk benar-benar menghilang. Setahun setelah kepergian Dhanu, Thalia dan Najla sempat pergi ke Hamburg, namun Hamburg bukanlah Grand Indonesia yang bisa mereka jelajahi seluk-beluknya. Thalia dan Najla pulang tanpa hasil.

Gue tetap rajin mengirimi Dhanu email, mengabarkan setiap kejadian penting dalam hidup kami. Namun, komunikasi itu hanya berlangsung satu arah. Itu kampret satu nggak pernah membalas email sekalipun.

Kami bertiga menjalani hidup kami dengan baik. Thalia dan Najla kuliah di kampus yang sama dengan jurusan yang berbeda. Thalia, berkat terinspirasi dari Dokter Dina akhirnya mengambil psikologi sebagai major-nya, karena baginya kedokteran adalah hal yang mustahil.

Sedangkan Najla berhasil menembus gelar sarjana Komunikasinya dalam kurun waktu tiga setengah tahun

Saat ini, Najla bekerja di perusahaan konsultan PR swasta, sedangkan Thalia harus puas menjadi kepala HRD di firma arsitektur yang di pimpin Mas Tio.

Farel berlari lincah, beberapa kali ia tersandung kakinya sendiri, tapi dengan cepat ia kembali bangkit lalu kembali berlari menuju Thalia, tangan kecilnya menarik ujung gaun Thalia, menghentikan omelan perempuan itu.

"Mama janan alak-alak, ael atut," mendapati siapa yang menginstrupsinya, senyum Thalia merekah, dikecupinya pipi Farel gemas.

"Papa mana? Katanya Ael mau main mbem-mbem sama Papa?" tanyanya seraya mengancingkan kancing jas Farel yang terlepas.

"Tuh Papa," jemari gemuk Farel menunjuk ke arah gue yang berada di balik tubuh Thalia, dengan gerak halus Thalia bangkit dan berdiri.

Bertahun-tahun mengenal Thalia, gue tidak bisa tidak terpesona saat melihat senyumnya.

"Keep calm by, sebentar lagi tamu datang, loh." Kalimat gue membuat Thalia otomatis melirik jam tangannya, wajahnya sontak mengeruh. Hanya empat puluh lima menit lagi, sampai resepsi ini di gelar.

"Aduh, kamu jagain Farel dulu deh ya, aku mau cek katering sama Najla dulu." Mendengar kalimat Thalia, Farel kembali menarik-narik gaun Thalia.

Thalia pun berjongkok, hingga wajahnya setara dengan wajah Farel, dalam sesaat ia telah bertransformasi menjadi malaikat tanpa sayap.

"Farel sama Papa dulu ya sayang, Mama mau ke mom Najla dulu, nanti Mama bilang biar mom Najla beli mbem yang banyak." Mendengar kata mbem-mbem-- yang mana artinya adalah mobil-mobilan dalam kamus Farel, matanya membulat.

"Enelan ya? Bilang mom belinya segini,"   Farel merentangkan lima jarinya, namun langsung meralat. "Eh, no no no, belinya segini aja." Farel kini merentangkan kesepuluh jarinya membuat gue terkekeh.

Dasar oportunis.

"Iya, nanti Mama bilang biar mom belinya segini." Thalia melebarkan sepuluh jarinya. Setelah mengangguk bersemangat, Farel mengulurkan tangannya pada gue.

"Endong atas dong," jarinya bergerak-gerak, gue berjongkok, lalu menggendong Farel di atas pundak gue.

"Aku mau cek list keluarga Najla dulu, kamu bisa cek keluarga Rendi nggak, say?" gue menggangguk, sebelum membiarkan Thalia berlalu.

Saat gue masuk ke ruangan mempelai pria, Rendi sudah rapih dengan jas-nya, senyum tercetak jelas di bibirnya, membuat gue teringat betapa bahagianya gue tiga tahun lalu, ketika berhasil meresmikan Thalia sebagai Nyonya Thalia Admiral.

"Thanks, bro," ujar Rendi dengan bibir terkulum senyum. Dari jarak seratus meterpun semua orang bisa merasakan kebahagiaannya.

"Calm, dulu gue pernah diminta seseorang untuk ngejagain Najla, berarti sekarang amanahnya pindah ke elo ya, tolong di jaga baik-baik sohib bini gue."

"Iyalah! Gue nungguin dia lama-lama, nggak mungkin lah, udah dapet gue sia-siain," mata Rendi tampak cemerlang, ia tersenyum lebar sebelum kembali bergumam, "masih nggak percaya gue bisa ngejadiiin Najla istri sah gue."

"Lama? Bukannya lo cuma jalan sama dia sebulan?" alis gue berkerut, bukan berniat iseng sob, tapi, gue pun kadang nggak percaya Najla yang sudah berikrar will stay forever, bisa bertekuk lutut di hadapan cowok ini dalam kurun waktu sebulan.

"Gue naksir dia dari jaman kuliah, tapi karena gue tau track recordnya yaudahlah, gue tunggu aja sampai siap merit, eh ternyata ketemu lagi, nggak gue sia-siainlah langsung aja lamar."

"Hebat juga lo bisa naklukin ratu ular," gue berdecak kagum, sementara Rendi terkekeh geli.

"Gue harus bisa lah, Najla itu semacam apa ya..." Rendi bergumam sesaat, matanya menerawang lalu tersenyum penuh sorot memuja. "Gue nggak bisa mendeskripsikannya, she's too perfect for any words. Gue hanya tau, ketika gue melihat dia, gue mau dia. Titik."

Gue tersenyum bersyukur, dalam hati meyakini bahwa Najla memilih orang yang tepat. Najla adalah perempuan dengan ego yang tinggi, harga diri adalah segalanya bagi Najla, she's the queen, with a big crown. Raja-raja yang berusaha menggapainya tidak pernah cukup kuat untuk menopang mahkota Najla, tapi Rendi tidak, Rendi tidak berusaha menopang ataupun meraih mahkota Najla, ia justru memakaikannya. Membiarkan Najla menjadi Ratu di dunianya, hingga Najla bisa bergantung padanya as her king. Dia mencintai Najla tanpa tapi, dan tanpa gengsi.

Karena bagi Rendi, harga diri Najla adalah harga dirinya sendiri.

It was beautiful mind.

Setelah berbincang-bincang sebentar, dan memastikan semua yang Rendi butuhkan telah tersedia, gue keluar dari ruangan, hendak mencari Farel yang sudah menghilang beberapa waktu yang lalu.

MasyaAllah, sifat petakilan Farel yang turun dari Thalia kadang bikin gue geleng-geleng kepala sendiri. Di ruangan Rendi tadi saja, sudah dua gelas jadi korban pecicilannya Farel.

Tidak lama gue menangkap sosok Farel sedang berada di tengah-tengah keluarga besar Rendi, mulutnya sibuk mengunyah cokelat, sedangkan tangannya memegang hot wheels yang entah ia dapat dari siapa.

Gue pun menggelengkan kepala, lalu menghampirinya, belum sempat gue mengajak Farel, salah seorang Tantenya Rendi yang gue kenal sebagai Tante Karina pun langsung menghalangi.

"Fadli, Farelnya Tante pinjam dulu dong, gemas banget, mirip sama Elang waktu kecil," kata perempuan itu seraya mendekap Rendi, "tuh pipinya gembul, tinggal dipakein kaus kutang sama celana dalam, pasti udah persis deh."

"Mommy apaan, sih?!" Elang protes, membuat istrinya tergelak.

"Apanya yang enggak sih, sweetheart? Masa perlu mommy bikin meme puberty kamu?"

"Iya, ya Mom, Cessa baru sadar, foto Elang waktu kecil mirip banget Farel, pantas aja Farel keliatan familiar!" Cessa, istrinya Elang turut berseru, ia tertawa geli seraya menjadikan pipi Farel gemas.

"Mana mirip sih, Cess?!" seru Elang tidak terima. Gue hanya terkekeh geli, Farel memang sudah cukup terkenal di keluarga Najla, mengingat gue dan Thalia yang juga turut menjadi panitia pernikahan, belum lagi Rendi-Najla yang sering 'meminjam' Farel kalau bertandang ke rumah sanak saudara.

"Yaudah, Tante, Fadli titip Farel dulu ya, mau ngecek ke ruangannya Najla."

Dengan anggukan yang kelewat bersemangat Tante Karina merespon. "Iya tenang aja Fadli, mommy pasti jagain Farelnya!"

Gue pun akhirnya meninggalkan Farel di antara keluarga besar Elang, namun kemudian mendapati Nada sudah berdiri di antara para tamu.

Gue tidak sempat menyapanya, hanya tersenyum singkat.

Semenjak kepergian Dhanu, Nada memang dekat dengan Thalia dan Najla, cukup dekat untuk menjaga Farel setiap kali gue dan Thalia ada kepentingan, namun tentu tidak sedekat hubungan Thalia-Dhanu-Najla. Mereka bertiga sudah menjadi formasi permanen yang tidak bisa di ganggu gugat, sampai Indonesia punya 4 musim.

Si kampret yang pernah menyuruh gue menggantikan posisi dia mungkin tidak pernah sadar, bahwasanya ada dia atau tidak, dia hidup atau mati, bahkan kalau Dhanu hilang di segitiga bermuda, posisi dia di mata Thalia dan Najla tidak akan pernah berubah.

Dengan kesadaran tersebut, gue akhirnya menjaga dua cewek itu tanpa menembus dinding transparan yang mereka ciptakan. Menjalani amanah yang dia titipkan tanpa mengubah formasi segitiga tersebut.

Setelah memastikan semuanya baik-baik saja di keluarga Rendi, gue beranjak ke ruangan Najla. Gue sempat menghentikan langkah melihat siapa yang berdiri di depan Thalia. Pria itu mengalihkan pandangannya pada gue, lalu tersenyum.

Gue pun menghampirinya, berdiri tepat di samping Thalia.

"Sori nih, bro," ujarnya, sedetik sebelum menarik tubuh istri gue ke dalam dekapannya.

Gue pingin tonjok, tapi temen.

Nu, nu, untung gue inget lo siapa.

-----

A/n: cie yang kangen sama elang, udah nongol tuh kesayangannya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro