20. Pasal Tiga
Hari-hari berlalu sama seperti biasa. Sebagaimana orang-orang sekitar mengharap kabar terbaik dari keduanya.
Semakin hari Gland maupun Cradela sama-sama lengket seperti perangko. Atau bagaikan anak ayam tak mau kehilangan induknya.
Sama seperti saat ini, Gland telah berada di area jurusan stastitik hanya ingin menemui Cradela sesuai dengan rutinitas janji temu seperti biasa.
"Nih cewek pasti lagi kabur," gumam Gland berdialog sendiri memperhatikam ruangan kelas Cradela sebagaimana gadis yang dicarinya kini entah kemana.
Bagaimana tidak bosan, coba? Gland yang terus mengikuti. Seolah tiada jeda bagi jarak antara keduanya.
Disana, Cradela yang terlebih menghindar seusai kelas berakhir, nyatanya mendapat hasil baik. Terbukti, keberadaannya saat ini tidak diketahui oleh Gland.
Lebih buruknya, kondisinya tak bisa dikatakan baik-baik saja. Lututnya kini mengeluarkan darah segar. Diperoleh dari kecelakaan kecil terburu tidak sengaja menerabas besi di tikungan.
Bahkan wajah cantik Cradela kali ini mendadak pucat pasi. Kakinya melemas, bahkan hampir tidak dapat menyanga berat tubuhnya. Selagi memperlihatkan area hidung. Beruntungnya, tidak dalam keadaan mimisan untuk saat ini.
Lengan jemarinya yang tidak sengaja terkena cipratan pula membuat Cradela harus membilasnya kembali dengan air mengalir. Cradela melepas cincin manis yang melekat di jemari manisnya sebelum terbirit kembali memasuki ke dalam bilik toilet.
Seseorang yang barusaja mengendap memasuki toilet menghentikan langkahnya di hadapan cermin wastafel. Tak ingin berlama-lama sebuah cincin di balik tas kecil yang masih terlihat keberadaannya itu menarik perhatian. Ukuran yang pas di jemari cantiknya. Meski sedikit longgar, senyuman licik terbit di baliknya.
Disana, Gland berusaha menghubungi nomer telepon Cradela namun tak kunjung mendapatkan respon.
Tak lama, panggilan dari seseorang yang sedari tadi ditunggunya menampakan diri di layar pop up. Gland pun tak ingin berlama-lama segera mengeser tombol hijau.
Yang membuatnya lebih cemas adalah suara lawan bicaranya di sambungan telepon terdengar terhisak.
"Cra ...!"
"Lo dimana?"
"Lo kenapa?"
"Ngapain?"
Tak kunjung ada jawaban, meski sambungan telepon terhubung. Membuat Gland berdecak kesal. Sebisa mungkin, ia menahan kecemasannya.
"Cra! Jawab."
"G-gue di toilet," hisak Cradela di sambungan telepon memperlihatkan sekitarnya. Sebagaimana, ia harus bersender di dinding tembok kamar mandi dengan menengelamkan wajahnya di lutut. "G-gue sakit, Gland. Gue takut."
"Diem. Tungu gue datang."
Setelah mengatakan itu, Gland menutup sambungan telepon. Lalu mendobrak pintu toilet wanita menampakan Cradela yang telah berada di lantai dengan wajah pucat pasinya.
Gland pun ikut mendongak menyamakan posisi merengkuh hangat tubuh gadis itu lalu mengendongnya keluar dari area toilet perempuan yang kebetulan tiada siapapun kecuali Cradela.
Ruang Kesehatan, kini menjadi tujuan mereka. Sebagaimana dengan sabar Gland membersihkan luka di lutut gadis itu.
"Gegara lo kabur daru gue. Rasain tuh!" Tentunya dengan ocehan khas milik Gland yang dapat merusak indera pendengaran.
"Gland!" Cradela terhisak.
"Are you okay, babe?"
Hening.
Seusai dokter yang memeriksa Cradela terlebih dahulu keluar dari ruang kesehatan, Gland pun menarik atensitas gadis itu agar menghadap ke arahnya. "Ada yang pingin lo omongin, 'kan?" tanyanya mengangkat alis.
Cradela mengambil oksigen udara sekitar dengan memejamkan mata erat, "Enggak! Gue pingin sendiri."
"Pasal tiga. Saling terbuka. Live a commitment," tangkas Gland tepat sasaran. Sebagaimana ekspresi Cradela yang terlihat gugup menyembunyikan sesuatu darinya dengan memainkan jemari tangan.
Cradela berdecak kesal menghentakan kakinya seolah posisinya saat ini, Gland berhasil menyudutkannya dengan perjanjian kontrak yang dibuatnya. Dan disahkan oleh keduanya penuh berbagai bertimbangan.
"Gue enggak maksa lo, Cra. Seenggaknya, kita bisa bagi keluh kesah."
Setelah mengatakan itu, Gland bangkit dari posisinya. Cradela pun meraih pergelangan lelaki itu menghentikan langkahnya sejenak. Gue ...," ujarnya terbata-bata setelah sekian detik terdiam.
Gland pun mendekat ke arah gadis itu berada, menyilah rambut panjangnya siap mendengarkan apa yang akan dikatakan Cradela.
"Gue hilangin cincin tunangan kita, Gland!"
Gland mengelus jemari tangan Cradela hany mengatakan kalimat, "Kita, 'kan mau buat cincin kawin," geliknya menggoda.
"Gue serius!" Cradela berdecak meningikan nada pembicaraan menjauhkan jemari tangannya dari Gland.
"Triple serius." Gland mengacak rambut Cradela dengan gemas, "Cuma cincin, Cra, enggak bakal ngaruh sama ikatan hubungan kita yang udah saling memiliki."
Enteng emang kalau cuma asal bicara.
***
Cradela tak bisa berhentinya dari area toilet. Dimana tempat kejadian yang menghilangkan cincin cantiknya di jemari tengah.
Seperti yang dilakukannya saat ini, Cradela rela alfa satu mata pelajaran demi menyelidiki eksekusi di tempat kejadian sebelumnya. Berfikirlah positif, atau bisa juga cincinnya sempat terjatuh saat ia ceroboh.
Bahkan Cradela bertindak sebagai cleaning service, agar mempermudahkan mengeledah di segala sudut tempat terpenjuru.
"Yes, this."
"This is Tian Storm."
"Tian Storm."
Cradela menyetel volume musik dengan keras. Menutup pintu toilet perempuan, diiringi dengan warning, agar tiada seorang pun yang bisa memasuki kecuali dirinya sendiri.
"Ampun, bang jago ..."
"Sorry, bang jago."
"Abang jago."
"Yeah, boom-boom-boom-boom-boom."
Seolah dunia milik sendiri, Cradela menyanyikannya dengan lantang di dalam toilet selagi berfokus pada tujuan awal. Meski kemungkinan baik dari 99% kemungkinan terburuk, ia dapatkan. Akan tetapi, keyakinannya jauh tinggi dari kemungkinan terburuk yang ia dapatkan.
Disetiap cela, bilik disposable batroom pun tak ada satu pun yang terlewat.
Cradela ingat kesehatannya juga tak sebaik orang-orang pada umumnya. Setiap dokter selalu mengatakan bahwa ia tak boleh kecapekan di sela banyak kegiatan. Penyakit mimisan, yang dibawanya membuatnya sebisa mungkin membatasi aktivitasnya. Tidak semenyenangkan itu, rupanya.
Keringat membanjiri dahinya, Cradela menghentikannya sejenak. Detik jam terus berputar, namun tak membuahkan hasil baik.
D
engan pasrah, gadis itu keluar dari toilet dengan bak air pel-pelan yang seketika membuat ototnya kembali bertenaga.
"Cra? Lo ngapain di dalam?"
"Cari barang gue ketinggalan di toilet," jawab Cradela asal mengaruk kepalanya yang tidak gatal mengelap keringat di bahu pelipisnya. Sslagi sejenak menghentikan langkahnya, seseorang mengetahui keberadaannya sebagai cleaning service. Ck.
Bastian tak bisa menyembunyikan raut ekspresi dengan dahu mengerutnya. Detik selanjutnya, ia menawari batuan. "Udah ketemu? Atau mau gue bantu cari?"
"Enggak!" tolak Cradela, "Enggak enak dilihat murid lain, kalau cowok masuk toilet cewek."
"Udah ketemu?"
Cradela terdiam. Pasalnya, emang belum ada kemajuan.
"Yaudah, ayok! Gue bantu cari," tanpa aba-aba, Bastian mendahului langkah siap sebagai cleaning service penganti Cradela.
"Barang lo, barang apaan?"
"Gue nyari ..." Cradela tak bisa menjawab pertayaan serupa. Sebagaimana, ia tetap diam tak mendeskrispsikannya. Ya, masa harus dijawab kalau cincin tunangannya hilang? Ambyar, lur!
Cradela juga tak bisa berlama-lama disini. Stok oksigen yang ia hirup semakin menipis. Mau tidak mau, ia terlebih dahulu mengakhiri. Mengambil benda apapun, yang akan menjadi pendukung alibinya. "Yeah! Udah ketemu!" ujarnya berseru mengambil tisu toilet beberapa lapis.
Bastian hanya terkekeh. Sebelum lelaki itu terlebih dahulu keluar dari toilet, Cradela meminta bantuan, "Bastian, tolongin gue! Antar ke kelas."
"Emang Gland enggak marah karena gue dekatin lo, hm?" tanya lelaki itu sebelum menuntut Cradela berjalan.
Jika Cradela bisa berjalan sendiri, ia tak akan meminta bantuan. dalam hati, Cradela berdecih mendengarkan kalimat tersebut. Seolah apapun itu, ia harus memint ijin ke Gland, yang berstatus tunangannya?Heloo!!! Masih tunangan, woi!
"Cra. Longlast sama Gland, ya! Kalau mau kawin, jangan lupa kasih undangan ke gue," cecar Bastian mengintrupsi kecangungan. "Tapi kali ini, gue ngerasa canggung dekat lo." Bastian memiringkan senyuman mengaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Lo masih suka ke gue?" alih-alih Cradela bertanya spontan mengingit bibir bawahnya.
"Tenang. Gue tau perasaan lo ke gue enggak bisa dipaksain. Tapi, gue ikut bahagia. Kalau lo udah bahagia sama pilihan lo, sendiri."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro