14. Si Terong
Dua hari berlalu, Cradela tidak berada di area kampus. Absensi menjadi alpha dengan keterangan 'S' disetiap kelas dua hari berturut-tutut.
Tinie yang tidak sengaja memperhatikan Cradela pagi ini menyambutnya dengan lambaian tangan tanpak terlihat antusias. Bahkan gadis itu memeluk Cradela seolah tak bertemu setengah abad.
"Darimana aja sih lo, Cra? Enggak undang-undang ..."
"Undang apa? Undang-undang 1945?" Cradela bertanya balik mengerutkan kening seusai Tinie melepas pelukannya.
Tinie dengan spontan menjinjing jemari kedua tangan Cradela agar tanpak kini jauh lebih jelas. Sebagaimana terlihat jelas cincin manis melekat di jemari Cradela, membuatnya sedikit mengerutkan kening menebak-nebak apa yang telah terjadi.
"Cra. Cra. Lo emang bener tunangan! Jadi ..."
Lagi-lagi kedua kalinya pembicaraan Tinie terpotong. Cradela segera menutup mulut gadis ember itu dengan permen lolipop spontan memasukkan ke dalam mulutnya.
"Tunangan? Gimana lo tau tentang tunangan itu?" tanyanya seusai Cradela menarik kembali permen lolipop yang beberapa detik lalu sengaja dimasukkan ke dalam mulut Tinie, Cradela menariknya kembali agar gadis itu menjawab rasa penasarannya.
Jika Cradela pikir-pikir, ia tak pernah membocorkannya termasuk kepada gadis dihadapannya itu, Tinie yang menjadi teman karibnya.
"Masalah sepenting itu, lo enggak ceritain ke gue?" Tinie mengibas badannya yang terasa gerah. Menandak suasana hatinya menjadi panas.
"Enggak sepenting itu juga, Tin." Cradela menghela nafas panjang beralih memperhatikan suasana sekitar. Yang lebih aneh adalah beberapa para siswi menatap ke arahnya dengan berbisik.
"Kata lo enggak penting? Kenapa lo enggak seterbukanya sama gue." Tinie mendramalisir keadaan. Selagi dibuat-buat dengan ekspresi kecewa.
Adanya beberapa siswi fakultas lain kini condong ke arah mereka dengan pandangan tertuju ke arah Cradela membuat gadis yang telah merasa menjadi objek itu pun teralih bertanya-tanya.
"Ada yang bisa kami bantu?" Cradela memincingkan mata ke arah beberapa siswi fakultas lain kini berada di antara mereka.
"Oh jadi lo yang namanya Cradela?"
"Cradela Vadeline." Cradela mengulurkan tangannya.
Tinie yang masih berada di antara pun menepuk jidatnya membisikan sesuatu kepada Cradela, "Mereka enggak mau kenalan sama lo. Mereka kesini karena gosip nyebar, kalau lo tunangan sama Gland!"
"What the ...?!" Cradela reflek berteriak lantang. "Kenapa lo enggak bilang dari tadi?!" Dengan nada yang terlihat kesal, gadis itu bersedekap dengan tampang seolah tak mengerti dengan apa yang telah terjadi.
Ini semua gegara Cradela yang tiba-tiba jatuh sakit. Tidak dipungkuri, Gland lah yang mengurus semuanya. Apalagi dengan ekspresi tidak biasanya tentu hal itu membuat tatapan tersendiri bagi keduanya yang telah berhasil mencuri perhatian beberapa murid fakultas di HighHigh Universitas.
"Ya. Lo sih. Enggak mau ngaku," jawaban Tinie agar mengakhiri perdebatannya dengan gadis itu.
"Jangan berlagak polos. Diam-diam lo rayu Gland dengan tipu muslihat lo, ye kan?" So terong, gadis berambut unggu dengan tempelan make up tak sepadam itu rupanya pintar mencari masalah.
Cradela tak bisa diam saja. Bagaimana si terong itu mengatainya merayu Gland? Bisa-bisa, Cradela muntah darah saat ini jua.
Satu tarikan dalam sekali gengam itu mendarat di rambut panjang Cradela. Sebagaimana salah satu dari mereka berhasil membuka perkara dengannya.
Jika dilihat-lihat, mereka berempat adalah siswi jurusan fisika yang nilainya kurang dari standar. Tidak terlalu terkenal di mata dosen, akan tetapi mereka sangatlah terkenal habitat mereka.
Cradela tak bisa diam saja. Gadis itu membalas jambakan yang salah satu dari mereka terlebih dahulu berikan kepada si pelaku dengan tatapan yang jauh lebih tajam. Bahkan Cradela memainkan rambut si pelaku terlebih dahulu sebelum menjambaknya ke akar-akar.
"Apa urusan lo? Kalau pun gue rayu pakek ilmu pelet kenapa ha?!" Cradela tak bisa melepas jambakan mautnya kepada si terong. Adu jambak antara mereka pun telah dimulai! Cewek, ya cewek! Kalau enggak adu jambak ya adu mulut.
Gland yang tidak sengaja memperlihatkan segerumbulan cewek--dimana adanya Cradela terlihat jelas itu, ia segera menghampiri dengan beberapa teman lainnya di satu jurusan bioteknologi.
"Ish.Ish. Gue mau lihat cewe berantem disini!" Rifai menghentikan teman-teman lainnya dengan lengan tangannya yang di rasa berukuran panjang itu.
Gland terlebih dahulu menghampiri pertengakaran antar gadis itu tampa memperdulikan Rifai, teman begonya kini mendapat toyoran dan pletakan dari teman lainnya.
"Cra. Cra!" Fokus Gland berusaha menghentikan pergerakan Cradela. Begitu juga teman lain melerai pertegkaran para gadis itu.
Gland mendekap tubuh Cradela dari belakang selagi membatasi jarak pergerakan perkelaian para gadis itu.
"Ish! Dasar lo emang suka cari perhatian." Si terong berambut ungu yang Gland ketahui bernama Sofya berusaha mendekat ke arah Cradela selagi melanjutkan adu jambaknya. Suara peluit entah datangnya dari mana siswi-siwi fans fanatik itu terlebih menghentikan pergerakan mereka.
"Kabur!"
"Eh enak banget lo main kabur!" Cradela berteriak lantang. Begitu juga dengan siswa lelaki itu madih menghalangi pergerakan mereka.
Tinie memainkan peluitnya. Peluit yang biasa ia kenakan untuk mempertenang suasana kelas agar tidak terlalu bising di indera pendengarannya, rupanya itu berhasil bagi mereka-mereka.
"Biarin mereka pergi. Enggak penting juga."
"Gland!" Cradela yang merasa tidak setuju pendapat lelaki itu merasa kesal. "Dia dulu yang mulai! Gue enggak terima kalau lo semua biarin mereka pergi tanpa eksekusi!"
"Dasar ya, lo! Tukang adu!" Sofya bersedekap masih dengan rambut berantakannya. Berbeda dengan Cradela, rambut cantiknya kini telah kembali. Sebagaimana Gland telah merapikannya.
"Lo enggak suka gue deket Gland, 'kan? Bilang sama tuh anak. Dari main keroyok kayak anak kemarin baru gede," sinis Cradela tak segan-segan menyindir gadis si terong berambut ungu itu kepada Gland, dan teman-temannya yang telah berusaha mengentikan pergerakan adu jambak mereka.
"Yaelah. Jadi kalian berantem rebutin gue?" Gland, yang sedari namanya dipanggil itu pun kini membuka suara.
Tidak jauh berbeda dengan teman-teman lainnya saling terkekeh membuat candaan.
"Kenapa ongkep banget?!" Tinie menghibas badannya dengan jemari tangannya tak menutup kemungkinnan ia sulit mendapat udara segar dikarenakan berapa banyak teman Gland itu menutup populasi udara segar.
"Biarin mereka pergi, Cra. Gue jamin enggak bakal ganggu lo lagi," bisik Gland lembut di indera pendengaran Cradela. Selagi memperlihatkan siapa gadis-gadis itu, Gland rasa ia mengenal komplotan di balik mereka. Hanya saja, Sofya si terong berambut unggu itu jauh lebih berani dari ketiga yang saat ini bersamanya.
Tidak sulit membujuk Cradela. Gadis itu hanya mengangguk menurut. Palingan Cradela melanjutkan kekesalannya saat keduanya bersama.
Usai mendapat persetujuan dari gadisnya, Gland memberikan aba-aba agar membiarkan mereka pergi.
"Hus! Hus! Sana!" Tinie menyambut kepergian mereka dengan cara mengusirnya tanpa ragu. Kini menyisahkan dirinya, Cradela, Gland dan dayang-dayang teman-teman Gland dari jurusan yang sama dengan lelaki itu.
Tinie mendekat ke arah Cradela yang masih didekap oleh Gland. Ia tak bisa memendung rasa penasarannya. Selagi masih berusaha mencari tau sebagaimana fakta kebenaran mengenai gosip yang tidak sengaja bergentayangan.
"Jangan bilang ... kalau lo kemari enggak masuk, tuh karena ada acara resepsi tunangan, 'kan, Cra?"
"Emang gue bilang gitu, ya?" Cradela bertanya balik dengan tampang polos.
Gland mendengar pembicaraan kedua gadis itu tak bisa menahan tawanya.
"Kenapa juga lo ketawa-ketiwi?" Cradela memutar bola mata malas. "Jangan jadi pahlawan kesiangan."
Setelah mengatakan itu, Cradela menarik lengan tangan Gland menjauhi tempat saat ini berada. Sebagaimana di area koridor yang tidak terlalu ramai menjadi sanksi keributan kedua remaja itu saat ini.
"Gland,'kan gue udah sering bilang jauhin gue di area kampus," decih Cradela. "Lo lupa kontrak kita?"
"Kan gue enggak pernah setuju."
Rasanya, saat ini Cradela ingin menghempaskan sosok Gland dari ambang udara.
"Kalau cewek-cewek dateng ke gue lagi gimana?! Gue cuma mau hidup gue di kampus, tentram, nyaman, dan sentosa! Tanpa embel-embel!"
"Apa gue harus jadi bodyguard lo, selama di kampus? Biar gue jamin mereka enggak bakal ganggu lo selama ada gue, Cra."
"Gak!" Cradela melanjutkan langkahnya pergi dari hadapan Gland dengan perasan kesal.
Lagi-lagi, Gland berhasil menghentikan langkahnya dengan memeluk gadus itu dari belakang selagi menyenderkan kepalanya sejenak.
"Sini, gue peluk, Cra."
Cradela menaikan senyum bibirnya sebelum membalas pelukan Gland dengan memutar balik posisinya ke arah lelaki itu berada. "Dasar buaya buntumg! Masih berani-beraninya pakek gombalan maut!"
Bukan mendapatkan balasan pelukan gratis, Cradela memukulinya tanpa ampun.
"Sakit, Cra. Jangan ngambek, dong. Aduh!" Gland menjerit kesakitan selagi membujuk gadis itu yang saat ini berada dalam mode macam.
Seseorang dari balik indera pengelihatan Gland maupun Cradela yang saat ini tidak sengaja memperhatikan interaksi keduanya dengan ekspresi yang sulit dijelaskan.
***
1321k panjang eh,
sampek chapter ini
masih chapter terpajang wkwk
so, sorry kalau
masih banyak kekurangan😭
karena ini WM, jadi aku ngejar deadline sebisa mungkin😖
kalau suka,
jgn lupa tekan bintang
di sudut bawah huhu
jgn lupa tingalin krisar,
sangat membantu😗
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro