22). Ask For Dating?
Tell me why
Why are you brushing against my hands
Make my heart flutters
-Y.P.
*****
"Soal lo bilang tadi, tentang mempertimbangkan lo sebagai gebetan. Gue juga akan berusaha."
Yoga membolak-balik halaman salah satu buku referensi, berpikir mungkin saja dia bisa lebih fokus tetapi ternyata tidak. Kata-kata yang dia ucapkan pada Yoana jadi mirip chorus lagu yang dinyanyikan secara berulang-ulang. Selama setengah jam cowok itu duduk di kursi belajar dengan laptop terbuka, layarnya memamerkan wallpaper windows yang menunggu perintah selanjutnya.
Lamunan Yoga terpecah saat pintu kamarnya menjeblak terbuka. Dia sudah bisa menebak siapa pelakunya, tetapi kepalanya tertoleh secara spontan saat mendengar suara cewek.
"Yoga."
"Denger suara cewek, ternyata bisa auto respons juga." Virga menyeletuk, menyusul langkah Nara yang mendekati Yoga. "Atau jangan-jangan... lo sempat ngira yang manggil itu Yoana?"
"Udah lama nggak ngobrol sama lo, Ga. Gue kangen," timpal Nara, menghalangi niatan Yoga untuk menjawab Virga.
"Nara!" tegur Virga dengan tatapan penuh celaan, tetapi segera berubah saat Nara membalas tatapannya. "Yaaa... kamu selalu gitu kalo deket-deket Yoga. Dia udah dipatenkan sama Yoana loh, ya."
"Kangen itu bukan berarti mau berebut gebetan sama sahabat aku kok. Plis deh," kilah Nara kalem, lalu mengalihkan atensinya pada Yoga. "Ga, lo nggak keberatan kan kalo kita ngobrol? Eh, terhitung berapa lama sih gue nggak mampir ke kos lagi? Sebulan? Dua bulan?"
"Mungkin lebih, soalnya yang terakhir kan waktu Ferdian pindah kampus trus Yoga dapet julukan sadboy." Virga menyahut santai, tetapi mengaduh kesakitan saat Nara mengetuk sudut kepalanya. "Astaga, Nara! Sakit, tau!"
"Siapa suruh nggak mikir dulu kalo mau nyeletuk?" Nara bertanya dengan santai, memandang pacarnya tanpa merasa bersalah.
"Yoga aja nggak permasalahin. Bener kan, Ga?"
"Gimanapun, hatinya pasti sakit kalo dikatain sadboy." Lagi-lagi Nara menjawab, sehingga Yoga tidak perlu mengeluarkan suara, kesannya malah jadi terwakilkan. "Sama kayak kamu yang dikatain bucin akut sama mahasiswa lain. Sakit, kan?"
"Iya, sih. Tapi bucinnya aku kan bermakna kalo aku bahagia. Makanya harapanku... aku ingin Yoga cepet-cepet punya pacar."
"Biar apa? Biar status bucinnya bisa barengan?"
"Ho oh, tau aja Nara-ku Sayang."
"Setuju sih, apalagi kalo Yoana yang jadian sama lo." Fokus Nara kembali lagi ke Yoga, membuat cowok itu balas menatap jengah.
Namanya berpacaran, sudah lumrah hukumnya kalau vibes antar pasangan bisa bertukar satu sama lain. Tingkah Nara seperti ini jadi mirip Virga yang bersemangat menjodoh-jodohkan Yoga dengan Yoana.
"Yoana itu tipe setia, Yoga, jadi bukannya tanpa alasan--"
"Iya, gue tau." Yoga memotong. "Kata-kata lo persis Virga. Lo pasti mau nambahin kalo Yoana juga cantik, tipikal easy going plus gaul, kan?"
"Iya, sih. Tapi kalopun ada kurangnya--"
"Kalopun ada kurangnya, Yoana lebih ganas dan kurang pinter." Yoga menyelesaikan kalimatnya.
"Ya ampun, Yoga. Bener sih... tapi kalo soal lebih ganas, lo taunya dari mana?"
Nara bertanya polos, tetapi tidak ada yang menyangka duo Yoga dan Virga menunjukkan gestur gelisah meski dalam artian yang berbeda. Yoga berekspresi sangat canggung sementara Virga tampak mencelus dalam posisinya berdiri.
"Kayaknya ada yang mencurigakan." Nara memicingkan matanya penuh selidik. "Yoga, lo sama Yoana udah sampai tahap mana emangnya?"
"Bukan gue, tapi Virga."
"YA AMPUN, YOGA! AMBIGU BANGET SIH LO--NARA, PLIS. INI NGGAK SEPERTI YANG LO KIRA!"
Karena Nara menatap Virga dengan tatapan nyalang, kesannya jadi seperti seorang istri yang sedang menyiduk perlakuan suaminya yang tidak berakhlak.
Ekspresi Virga juga mendukung karena dia terlihat seperti ketahuan berselingkuh. Dia menggeleng-gelengkan kepala dengan tatapan memelas. "Ini semua tuh gara-gara Tristan, Sayang."
"Emang dia bilang apa?"
"Ya... ciuman--emang kita perlu bahas, ya?" tanya Virga, ekspresinya berubah selagi dia mendengus keras dengan tatapan tidak percaya. Sedangkan Yoga tampak clueless, tidak tahu harus merespons apa.
"Oh, ganasnya karena ciuman toh. Aku kira apaan."
"Emangnya ada apa lagi?" tanya Virga, mendadak kepo.
"Ya ampun, Virga! Emang kita perlu bahas, ya?" Gantian Nara bertanya dengan tatapan tidak percaya, bahkan dengusan keras yang menyusul juga sama persis dengan sang pacar.
Kalaupun ada yang berbeda, Yoga lebih memilih untuk menjauh dan mematikan laptopnya.
"Ga, gimana perasaan lo soal Yoana?" tanya Nara setelah Yoga selesai dengan urusan laptop dan mendaratkan bokongnya di tepi ranjang. Cewek itu ikut duduk di sebelah Yoga, menatapnya dengan kepo.
"Belum tau, jalani aja sih."
"Hmm... denger jawaban lo gini, gue malah jadi lega." Nara tersenyum lebar. Vibes tomboinya segera beralih menjadi lebih feminin.
Penampilan Nara Khansa sebenarnya sebelas dua belas dengan Yoana; berambut panjang dengan gelombang yang memberi kesan keriting alamiah, gaya pakaian yang modis, serta wajah yang tidak absen dari sapuan bedak hingga menambah visualnya.
Keduanya bahkan berhasil menutupi ke-barbar-an mereka lewat penampilan yang begitu feminin hingga kesannya menipu.
"Kenapa bisa lega? Itu jawaban yang belum yakin, kan?" Virga bertanya, alih-alih Yoga.
"Itu tandanya Yoga nggak nolak mentah-mentah. Gimana sih kamu?" Nara misuh-misuh, tetapi senyuman lebarnya kembali saat wajahnya menghadap Yoga. "Trus-trus, kalian udah jalan berdua belum? Nge-date, maksud gue."
Yoga menggeleng pelan. "Gue baru setuju buat berusaha lebih terbuka sama Yoana."
"Serius, Ga?" tanya Virga, lagi-lagi mendominasi percakapan hingga membuat Nara meliriknya penuh celaan.
Yoga mengangguk lagi. "Hmm... soalnya kita udah sepakat buat nyobain jalan. Cuma dua bulan aja, sih."
"Kenapa nggak tiga bulan aja, sih?" tanya Virga lagi. "Uji coba di dunia kerja aja perlu tiga bulan biar bisa tau kemampuan terselubungnya kayak gimana."
"Nah, soal itu... gue setuju sama Virga."
"Ahhh... Nara-ku bisa aja. Jadi makin cinta, deh!"
"Bucin banget. Silakan respons, Yoga. Anggap aja tadi tuh motivasi kecil buat lo. Jadi... gimana rencana lo selanjutnya?"
"Perlu kencan, kan? Tapi gue belum tau kapan dan gimana ngajaknya." Yoga menjawab jujur dan dia jadi lebih suka berbicara dengan menatap kakinya yang mengayun absurd dari sisi tempat tidur.
"Polos banget, tapi lo tenang aja. Yoana kan udah sering jalan berdua sama Tristan, jadi dia nggak bakal bikin lo ngerasa garing, deh. Yang penting, yang perlu lo lakuin sekarang adalah... lo harus berinisiatif. Ngajak si doi kencan, dong."
"Sekarang? Tapi gue belum lama nganter dia pulang...."
"Minimal lo harus aktif, Bro. Yaaa... meski gue tau Yoana lebih dari rela buat ngajak lo kencan duluan, tapi yang namanya cewek pasti pengen banget di-japri sama gebetannya." Virga mengeluarkan jurus andalannya lagi, lengkap dengan mengelus bagian dagu setiap ingin berargumen.
Nara menyambut asumsi Virga dengan menganggukkan kepalanya. "Bener, Yoga. Sekali lagi gue setuju sama Virga."
"Ahhh... Nara-ku--"
"Later, Virga." Nara sudah berancang-ancang untuk menghalangi Virga memotong pembicaraannya dengan Yoga. "Enough."
"Ish."
"Mau ke mana emangnya?" tanya Yoga pelan, kesannya jadi bermonolog.
"Ajak makan malam, mungkin?" usul Nara.
"Ajak nonton juga boleh." Virga menimpali.
"Atau... ajak Yoana ke sini? Kita seru-seruan bareng." Nara mengusulkan lagi.
"Wah, boleh tuh. Kita bisa sekalian--"
"Nggak, Virga!" Yoga berseru tegas. "No more drink!"
"Ish. Tau aja lu."
"Gue juga nggak bakal setuju, tenang aja." Nara menenangkan usai menghadiahkan Virga tatapan peringatan. "Ajak makan malam aja, deh. Waktunya juga pas, kan?"
Yoga melirik jam dinding di kamarnya, waktu mendekati pukul enam malam.
"Iya juga, sih--" Yoga tiba-tiba memotong perkataannya sendiri saat mendengar ponselnya berdering.
"Siapa, Yoga?" tanya Nara kepo selagi Yoga mengecek layar ponselnya.
"Yoana." Yoga menjawab. Duo Nara dan Virga kompak menunjukkan ekspresi bahagia yang kentara, seolah-olah memenangkan giveaway.
Bersambung
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro