Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

3: Jika dia adalah Henituse

"Cale hiduplah dengan selalu memakai nama Henituse." Kebanggaan sebagai Henituse harus diwariskan.

Kebanggaan sebagai Henituse tidak boleh hilang, bahkan jika hanya satu orang yang tersisa dari garis keturunan itu.

Karena sekarang, Cale adalah satu-satunya Henituse yang tersisa.

.
.
.

"Cale."

Nama itu miliknya, tetapi dia terasa asing saat dia mendengarkannya sekali lagi. Tidak, dia bukan siapa-siapa disini. Itu hanyalah nama yang dia pinjam, nama yang diberikan Drew sebagai bentuk rasa kasihan padanya.

Cale merasa sesak sekali lagi.

"Tuan Cale, apa anda tidak apa-apa?"

Dia senang bisa bertemu ibunya sekali lagi.

Drew Thames yang berharga, masih muda dan masih bersamanya. Dia merasakan tangan lembut yang dengan hati-hati menepuk bagian tubuhnya yang tidak mempunyai bekas terbakar.

Fasilitas kesehatan masih ramai sesak, tetapi kehadiran calon countess masa depan membuat tambah ramai, Cale bisa melihat Drew yang kewalahan saat kebanyakan orang memanggilnya.

Penyihir penyembuh yang mengobatinya kemarin masih disisinya, dia menyeluruh mana dingin tiap kali rasa terbakar menyerang Cale.

Drew melihatnya dan kembali bertanya, kekhawatiran wanita itu membuat dia mengulum senyum simpul yang aslinya menakutkan.

"Saya baik-baik saja, I-Nyonya," kata Cale.

Drew masih cemas.

Dia melihat jumlah mana yang dikeluarkan penyihir terlampau banyak untuk dikatakan sebagai baik-baik saja.

Bisa dibilang, Cale lebih baik mati daripada menghadapi penderitaan seperti ini. Namun, Drew mengapresiasi bagaimana Cale ingin tetap hidup tanpa mengeluh atau putus asa.

Dia akan merawat laki-laki sampai lebih baik dari sekarang.

"Apa anda ingin apel?" tanya Drew, dia hampir mengambil keranjang berisikan apel.

"Nyonya, rahangnya juga bermasalah, dia hanya bisa makan bubur," timpal si penyihir.

Drew otomatis menjauhkan keranjang itu dan memberikan kepada pasien lain. Cale melihat perilaku agak kikuk Drew secara spontan.

Perempuan berambut merah darah itu melihatnya, "Maafkan aku, aku- aku lupa soal itu."

Cale berkedip sebagai isyarat tidak apa-apa.

Drew menghembuskan napas lega dan menarik kursinya agar lebih dekat kepada Cale. "Bagaimana jika aku menceritakan kisahku dan tuan count?"

Orang-orang bersorak mendukung.

"Tuan ayo setuju saja, itu cerita yang menarik," pasien di bangsal samping bersuara.

"Anda akan menyukainya," yang lain mendukung.

Pipi Drew semerah rambutnya, Cale tidak pernah merasa ketertarikan pada siapapun tetapi Drew bahagia karena seseorang dan itu orang yang dicintainya. Cale tertarik, dia mengangguk walaupun itu sakit.

Drew bersiap untuk bercerita, Cale menemukan kesamaan sikap seperti saat ibunya membacakan buku cerita saat dia kecil.

Ibunya akan berdehem, menarik napas dalam-dalam dan kemudian mengawali tiap cerita dengan kata-kata yang sama. "Dulu sekali ...."

Drew mulai bercerita.

Caranya bercerita masih tetap sama, lembut dan menenangkan.

"Aku dan tuan Deruth bertemu di Akademi, kami berkenalan seperti biasanya, tidak pernah berfikir jika suatu hari akan lebih dekat dari sekedar kenalan. Tahun-tahun setelahnya sebelum upacara kelulusan, tuan Deruth menyatakan perasaannya. Um, aku sedikit malu untuk menceritakan semuanya."

Cale tidak masalah dengan itu.

Drew selalu jadi pencerita yang buruk.

Namun, Cale menyukai bagaimana dia harus menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang muncul setelah Drew bercerita.

Cale suka momen itu, dia yang masih kecil berlari kesana-kemari dan mencari-cari yang dia ingin tahu.

"Tuan, walaupun tidak menyakinkan, aku ini cukup pintar," kata Drew lagi.

Cale mengangguk.

Kemudian suara lain membuat dia menoleh dengan kesusahan, "Jangan berbohong Drew."

Orang yang paling mirip dengan dirinya melangkah masuk, Deruth Henituse tersenyum simpul saat dia mengulurkan tangan pada Drew yang malah meninju perutnya.

Kemudian gadis itu meminta maaf.

Cale melihat itu lamat-lamat.

Mereka terlihat bahagia dan saling mengasihi.

"Aku membawakan beberapa alat bantu dan makanan," Deruth melambai pada semua pasien, sampai saat dimana dia melihat Cale dan menghampiri tempatnya.

Penyihir penyembuh segera memberi ruang.

"Apa dia yang kamu maksud semalam?" pertanyaan itu segera diangguki.

Deruth menatap Cale lama, kemudian senyum yang sama sekali tidak dia harapkan perlahan muncul. Cale tersekiap, dia sadar jika Deruth punya kepribadian yang tidak benar-benar murni.

Senyum itu jelas sebagai awal penipuan.

Cale melirik Drew yang masih tersenyum, dia agak panik, sungguh, dia takut jika Drew hanya akan dimanfaatkan. Menikah dan akan memiliki anak sampah sudah sangat buruk, dia tidak ingin Drew dibayang-bayangi rasa cinta yang palsu.

"Tuan, dia tidak memilik nama, jadi saya memberikan nama Cale padanya."

Deruth mengangguk, "Dia cocok dengan nama itu."

Mereka bahkan tidak pernah bertemu, mengatakan hal itu membuat Cale muak.

Deruth benar-benar melambangkan Henituse, kaya, mapan dan beradap baik. Kebanggaan sebagai Henituse selalu dipegang teguh oleh pria itu.

Cale muak, dia mengingat saat dimana Deruth masih tetap berdiri digaris terdepan saat wilayah Henituse dihancurkan, dia mendorong Cale untuk pergi tetapi rela dikubur di wilayah itu.

Cale tidak ingin menyandang nama sebagai Henituse.

Dia hanya sampah yang beruntung terlahir dari rahim perempuan yang selalu dia kenang hingga kematiannya tiba.

"Tuan Cale?"

Lamunan Cale buyar, Deruth berbicara kepadanya, "Tuan Cale, secara khusus saya ingin merawat anda."

-TBC-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro