Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

8. Move On!

"Hi, girls!" Divtia melambai-lambaikan tangan ketika kami berada di jarak sepuluh kaki dari papan nama yang bertuliskan 'Melrose Av, 8000 W' dan di bawahnya, tiga orang gadis berbeda ras menoleh ke arah kita sambil membalas tindakan Divtia.

Menurut cerita Divtia selama di perjalanan mengenai teman-temannya, aku meyakini bahwa merekalah yang dimaksud. Dari ketiganya, para gadis itu memiliki ciri khas masing-masing;

Mulai di sebelah kanan, kutebak dia adalah Candice--gadis penyuka rock n roll--terlihat dari penggunaan eyeliner tebal di mata plus rambut blonde--yang jika dilihat, maka akan mengingatkan gaya fashion Avril Lavigne pada zaman album Smile beredar. Dia yang paling tinggi di antara ketiganya dan memiliki wajah khas bule pada umumnya.

Beralih ke gadis yang berada di tengah, dia pasti Emma memiliki darah blasteran antara Amerika dan Afrika menjadikan ia tampak sangat seksi karena perpaduan unik tersebut. Rambutnya hitam, keriting spiral dengan volume lebat. Emma memiliki gaya yang sangat fashionable sehingga tidak heran jika Emma mempunyai followers Instagram, hingga mencapai jutaan (aku mengetahui hal ini, saat Divtia memamerkan akun Emma Steel dengan centang biru di profile-nya).

Dan terakhir--

"Dia Sabina," kata Divtia, sambil masih terus melambai dan menarik tanganku agar bersedia mengikuti lebar langkah kakinya. "Benar, 'kan dia terlihat seperti Kristen Stewart. Hanya berbeda warna kulit saja."

Well, enggak perlu dijelaskan karena Divtia terlanjur mengatakannya. Sabina, gadis paling kiri, berkulit eksotis karena memiliki darah Amerika Latin, mantan striker di SMA, dan kata Divtia semenjak Trilogy Twilight booming dia jadi terobsesi dengan penampilan Kristen Stewart. Bahkan cita-citanya pun ingin menjadi artis.

"Yeah, kau sudah menjelaskan semua tentang teman-temanmu di sepanjang perjalanan, sampai melupakan tujuan awalku saat meminjam ponsel akibat kau terus bicara."

Divtia tertawa kecil. Misinya berhasil, membuatku abai dengan niat awal yaitu menghapus video kenangan di Youtube bersama Harry karena aku menolak memberitahu nama akun channelku. Sengaja menyembunyikan hal tersebut karena untuk apa diperlihatkan, jika hubungan kami kandas dengan cara paling memalukan.

Yang ada aku akan menjadi pecundang di mata Divtia.

Dan aku menolak hal itu terjadi.

Tinggal tiga langkah untuk mencapai teman-teman Divtia, mereka terlebih dahulu menghampiri kami. Saling bertukar peluk dan ciuman pipi kemudian Divtia memperkenalkanku, dengan kalimat serupa saat dia mengenalkanku dengan Fred bersaudara.

"Tidak perlu kukenalkan lagi karena kalian, sudah menjadi bahan gosip kami di sepanjang perjalanan." Divtia menaikkan sunglasess-nya ke atas kepala, mengganti fungsi pelindung mata tersebut menjadi banda penahan rambut darurat kemudian menebarkan pandangan ke sekeliling.

Aku mengikutinya, sambil menjeda pengambilan video.

"Apa yang dia ceritakan tentangku?" Candice menunjuk dirinya sendiri, sambil mengambil satu langkah lebih dekat ke arahku. "Apa seperti wanita di mesin pencarian Google?"

Menaikkan sebelah alis, sebisa mungkin kutahan tawa demi menghargai Candice. Bukan hal penting, hanya saja semua orang di sini sepertinya pura-pura tidak tahu bahwa gadis itu berdandan menggunakan make up super tipis. Padahal kata Divtia, Candice anti sekali dengan peralatan kecantikan wanita tersebut.

"Well, tidak menyeluruh hanya tentang siapa kau, rock n roll kesukaanmu, dan seorang hacker kacangan. Itu kata Div." Melirik ke arah Divtia, sepertinya dia tidak sadar bahwa barusan aku meng-copy ucapannya karena terlalu kesal dengan Candice jika gadis itu mulai membahas tentang pemograman.

Mendengar ucapanku barusan, Candice pun refleks memukul bahu Divtia yang sedari tadi, lebih heboh mengobrol dengan Emma dan Sabina mengenai seorang lelaki bernama Winston. Aku tidak tahu siapa dia, tapi kulihat mereka bertiga memiliki pengetahuan luas mengenai lelaki itu.

"What's wrong, Candice?!" Divtia melangkah sedikit lebih cepat, menghindari pukulan Candice. Namun, sia-sia karena Candice mengejar hingga adegan kejar-kejaran berskala kecil pun terjadi.

"Kau bilang aku hacker kacangan! Hei, memangnya siapa yang kau hampiri ketika batas ujian berakhir lalu kau terlambat meng-uploadnya, eh?"

Candice mengajukan protes besar-besaran, sehingga membuat Divtia tertawa lalu meminta maaf dengan segudang pujian sampai gadis itu berhenti memukuli Divtia. Serius, tawa itu memiliki efek menular karena di detik berikutnya kami semua turut tertawa dan seketika berhenti di area art show.

Dan serius! Ini bakalan keren banget untuk instagram, sehingga kami berlima pun saling bergantian mengambil foto serta video vlog--secara diam-diam--mengatakan bahwa ini sekadar untuk kenangan liburan musim panas. Divtia membalas pengakuanku dengan cibiran lalu mengatakan bahwa dia akan menemukan Youtube channel-ku nanti.

Selesai berfoto di tempat-tempat keren langkah kami kembali terhenti di The Poke Shack. Emma yang memaksa karena dia bilang terlalu lapar untuk melanjutkan perjalanan berburu peralatan menyambut pesta kampus.

Sebenarnya, aku bertanya-tanya apa pesta yang mereka bicarakan ini sama dengan yang dimaksud Walter? Jika iya, aku juga masih penasaran seperti apa pestanya? Namun--

"Winston bahkan tidak update apa pun sampai hari ini. Apa dia masih saja belajar, meski liburan?" Divtia meletakkan ponselnya secara kasar di atas meja. Ia mendesah pelan kemudian meletakkan kepala di samping benda yang merupakan nyawa keduanya, sambil membuat pola lingkaran di udara.

"Memangnya dia kau, si ratu sosmed yang belum diakui keberadaannya. Hell, yeah, dia memiliki masa depan paling menjanjikan, daripada kita."

"Yep, jadi wajar kalau sosmed bukanlah prioritasnya." Candice menimpali ucapan Sabina yang refleks disetujui oleh mereka bertiga; Candice, Sabin, dan Emma.

Sedangkan aku hanya menonton karena tidak tahu siapa yang mereka bicarakan.

Lalu setelah minuman kami datang, Sabina menatap ke arahku. "Dan kau, Kirana, apa rencanamu untuk liburan musim panas ini? Aku bersedia menjadi tour guide-mu selama kau mau memasukkanku ke dalam video vlog sesering mungkin."

Serius. Aku terbatuk mendengar ucapan Sabina cukup membuatku tersedak karena kupikir di antara mereka tidak ada yang sadar lalu ketika aku ingin menimpali Sabina, Divtia terlebih dahulu menyela.

"Dia punya Youtube channel yang mana aku saja tidak tahu dan dia menolak untuk berbagi dengan sikap misterius kacangan."

"Not a big deal, Div. Kalau kau bersedia mentraktir khusus hari ini, maka akan kubantu kau menemukan akun Youtube Kirana," kata Candice yang langsung menerima dorongan ringan dari ketiga temannya, sedangkan aku ....

... seketika khawatir jika itu benar-benar terjadi, sebelum aku sempat memulai kehidupan baru.

"Akan kuberitahu setelah kehidupan baru dimulai," kataku yang entah kenapa, malah membuat aktivitas mereka berhenti dan hanya berfokus padaku. "Halo, ada apa ini?"

Mereka bertiga tersenyum lebar dan Divtia yang terlebar dengan sorot mata penuh arti.

Penuh arti dengan maksud dia akan menjadi sosok paling sok tau sebentar lagi.

Satu.

Dua.

Tiga.

"Sepertinya dia terpesona dengan keseksian Fred bersaudara di samping rumahku," kata Divtia lugas tanpa beban, hingga membuat kedua netraku terbuka lebar.

"Oh, really?!" Emma mengernyitkan kedua alisnya, sambil meletakkan gelas di atas meja dan memandang ke arah kami secara bergantian.

"Dia memang hot. Kudengar Kristin bahkan rela memperlihatkan dadanya, jika Walter meminta hal tersebut di tempat umum sekali pun."

"Eww," Candice bergidik, memperlihatkan ekspresi jijik dengan ucapan Sabina barusan. "Tidak sebuta itu, Sabina."

"--tapi Kristin memang cinta gila dengan Walter. Kau tahu saat mereka bertengkar terakhir kali di area parkir, kudengar mereka benar-benar putus dan gadis itu menangis hingga suaranya terdengar di seluruh kampus."

"Dan kau terlalu hiperbolis dalam hal bergosip, Divtia." Candice mendorong kening Divtia menggunakan jari telunjuknya. "Dia hanya menangis selayaknya manusia normal yang sedang patah hati, kemudian menyebarkannya di media sosial."

"Yeah, sampai aku pun merasa bosan setiap kali melihat tulisan, foto, dan video berisi kesedihan Kristin yang lewat di beranda sosial mediaku." Emma menopang wajahnya menggunakan tangan kanan, lalu kembali menatap ke arahku.

Baiklah, sepertinya tatapan Emma mulai berpengaruh padaku karena jika gadis itu menatap, maka pertanyaan atau pendapat pasti akan dilayangkan kepadaku. Kuharap bukan tentang Walter.

"Kuharap kau tidak berniat untuk jatuh cinta dengannya, Kirana."

Oh, itu tidak benar, tapi kenapa?

"Actually, I don't interesting with him," jawabku yang sebenarnya agak meragukan karena bertetangga dengan lawan jenis good looking sedikit membahayakan. Apalagi, jika aktivitas Divtia tadi pagi merupakan rutinitas wajib, sehingga gadis itu pasti akan menyeretku agar turut melakukan pengintaian.

"Good." Emma menjentikkan jemarinya. "Selama kenal dengannya, dia sering gonta-ganti pacar. Jadi--"

"Kurasa Kirana menyukai lelaki yang lebih dewasa." Tiba-tiba suara Candice mengalihkan perhatian kami, lebih tepatnya karena tanpa diketahui siapa pun ternyata sedari tadi dia sedang menonton salah satu video-ku.

Sialnya, itu adalah video prank saat anniversary pertama aku dengan Harry.

"Dia terlihat sangat tampan," komentar Divtia yang dalam hitungan detik langsung disetujui oleh ketiga temannya. Namun, tidak dengan dan langsung mengajukan protes besar-besaran.

"No! It's really big no!" Kusilangkan kedua lengan di depan dada, membentuk huruf X. "Kalian akan menyesal mengatakan hal tersebut, jika kalian tahu bagaimana akhirnya." Kutegaskan kata terakhir agar mereka yakin kemudian menyesal dengan penilaian barusan dan itu berhasil ketika Sabina bertanya mengapa, sambil terus menonton video prank paling payah sedunia.

Kuyakin kalian ingat bagaimana ngambeknya Harry, saat ia tahu bahwa aku menipunya dengan drama khas sepasang kekasih di mana ternyata semua itu hanyalah palsu. Baiklah, kutegaskan saja, bahwa kenyataan mengatakan bahwa akulah satu-satunya korban dari prank tersebut. Harry menipuku dan aku baru mengetahuinya di hari kedua tahun kami bersama.

Aku menarik napas panjang lalu mengembuskannya sambil menutup mata. Berulang kali kulakukan demi merileksasikan diri dari emosi yang sekali lagi menyeruak hingga ke ubun-ubun akibat teringat perangai si Brengsek Harry.

"Alright, dia alasan mengapa aku berada di sini," kataku mengawali kisahku dan kulihat mereka semua mengamati kecuali Divtia yang sepertinya ingin mengatakan sesuatu. "Dan, kau, Div, please don't tell uncle Arya about this." Aku menunjuk ke arah Divtia dan benar, gadis itu ingin mengatakan sesuatu. Namun, tertahan karena peringatan barusan.

Merebut ponsel Candice yang berada di tangan Sabina, aku kembali melihat bagaimana video kebersamaan kami dalam status long distance relationship. Tidak perlu dipungkiri lagi, hubungan kami dalam video tersebut memang terlihat baik-baik saja, sangat harmonis, dan terlalu mesra dengan akhir seperti demikian. Bahkan subscribers-ku pun tampak begitu iri dengan kemesraan kami, hingga tidak jarang di antara mereka ada yang mengiriku DM hanya demi bertanya bagaimana cara mendapatkan pacar bule ganteng, romantis, serta long lasting. Saat itu, aku hanya menjawab seadanya, sebagaimana kami bertemu.

"Kemarin adalah hari kedua tahun kami dan ...." Aku menceritakan semuanya kepada Divtia dan teman-temannya. Dari awal sampai akhir, tanpa tambahan sedikit pun, seolah mereka adalah kawan lama di mana berbagi cerita pun bukan lagi masalah sebab kepercayaan sedang terbentuk.

Selain itu, meskipun mereka bukan temanku dan hanya bertemu karena kebetulan, kupikir tidak ada salahnya curhat demi memberitahu mereka agar berhati-hati dan meyakinkan mereka bahwa aku tidak akan jatuh cinta di tempat ini.

Ya, itu benar dan sungguh-sungguh karena sepertinya, aku menolak akhir yang sama setelah liburan musim panas di California ini berakhir.

Long distance relationship. Untuk saat ini, setelah pengalaman bersama Harry, aku tidak tertarik lagi dan meyakinkan diri sebagai single bahagia di negeri orang.

"Fuck!" Sabina mengepalkan kedua tangannya kemudian menghantam pukulan di atas meja. Semua pandangan dari para pengunjung di The Poke Shack refleks terarah pada meja kami, sehingga membuatku berdeham, Divtia pura-pura bermain dengan ponselnya, serta Candice dan Emma membuang muka demi memberi isyarat bahwa kami tidak kenal gadis si pemukul meja. "Serius, jika itu aku, Harry tidak akan mampu bernapas sampai hari ini."

"Kau hanya bisa bicara tanpa bertindak," Candice menimpali, "terakhir kali kau patah hati, kau datang ke rumahku dan menghabiskan persediaan tissue."

"Sialan, kau." Sabina mendorong kening Candice menggunakan jari telunjuk kemudian menatapku lagi. "Lalu, apa kau baik-baik saja? Aku tidak melihat ciri-ciri kau patah hati."

Mengedikkan bahu, ucapan Sabina barusan memang ada benarnya. Aku tidak merasakan patah hati yang teramat dalam, hanya merasa tertipu dan kesal sebab waktuku terbuang sia-sia. Namun, jika diingat lagi, mungkin perasaan ini hadir karena aku bertemu Walter dan tanpa ragu langsung meluapkan segala keluh resah di hadapan lelaki itu. Bahkan keesokan paginya, sepasang mata nyaris bengkak serta kepala pusing sukses kudapatkan secara cuma-cuma.

"Sepertinya aku baik-baik saja dan sudah berlapang dada," kataku tulus, "pikirkan saja, jika hubungan ini terus berlanjut, mungkin selama itu pula aku ditipu dan parahnya, aku tetap saja akan dicampakkan."

"Aku bersamamu, Babe." Divtia mengusap bahuku, memberikan sikap simpati kemudian memelukku. "Masih ada Fred bersaudara yang mungkin bisa membuatmu berubah pikiran. Especially Greg is a hot collage teacher."

Ketiga gadis di hadapankuu mengangguk tanpa ragu dan diam-diam aku juga menyetujui, meski tidak tahu bahwa ternyata Greg adalah seorang dosen. Wow, keren juga dengan penampilan seperti itu, jika ia bekerja di Indonesia sudah dapat dipastikan keberadaannya akan menjadi incaran para mahasiswa.

"Well, mendengar ceritamu," Emma kembali bersuara, "jika seorang gadis dicampakkan seperti itu, maka sudah saatnya untuk meng-upgrade diri sendiri."

"Yeah, let's move on, Kirana!" Candice mengepalkan kedua tangan, mengangkatnya tinggi-tinggi kemudian berteriak mengatakan 'Whoa!'

"We need shopping and find the great and the hottest guy." Sabina mengangkat gelasnya ke hadapan kami. "Cheers for a better love life," katanya dan kami pun melakukan cheers, sambil bersorak dan bersiap untuk melakukan petualangan mencari outfit menarik demi mempercantik diri.

Tidak ketinggalan, bahkan kegiatan memanjakan diri di salon kecantikan pun menjadi rencana wajib dan yang satu ini, Emma mengatakan bahwa ia akan mentraktir kami semua.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro