Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

6

Korea, 2010

Taeyong memarahiku lagi. Sudah ke sekian kalinya dia mengeluarkan kata-kata kejam dan kasarnya. Matanya yang sinis itu kembali muncul, bahkan aura dia sekarang seperti orang yang kesetanan.

Aku bahkan sudah tidak tau bagaimana aku akan menanggapi amarahnya.

Biar kujelaskan terlebih dahulu, kenapa Taeyong tiba-tiba marah. Sudah 2 minggu terakhir ini, Jongin selalu mendekatiku dengan berbagai alasan. Aku pun juga tidak tau kenapa dia tiba-tiba seperti itu. Tetapi itulah yang terjadi dan Taeyong sangat tidak menyukai sikap baru Jongin yang aneh itu.

"Apa aku harus mengulangi kataku berulang-ulang kali? Sudah berapa kali aku bilang, jangan biarkan brengsek itu mendekatimu? Kenapa kau tidak pernah mendengar kata-kataku?" omelnya dengan nada tinggi dan hampir terdengar seperti bentakkan. 

"Aku tidak akan tanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi. Kau urus masalahmu sendiri!" bentaknya lalu ia meninggalkan kamarku dengan membanting pintu kamarku. 

Aku mengendus. "Aku juga dengar semua kata-katamu, aku juga tidak ingin didekati olehnya. Namun, apa yang harus kulakukan jika dia terus mendekatiku? Lagi juga apa yang salah sih? Toh, dia hanya kakak kelas," dumalku kesal. Aku tidak berani mengatakan kata-kataku tadi di depan Taeyong karena saat ini dia sedang di selimuti oleh amarahnya, yang ada nanti kepalaku bisa dipenggal. 

~~~

"Kau baik-baik saja?" 

Suara itu membuatku menoleh dan mendapati wajah Jongin yang sedang tersenyum. Aku yang sedang kehabisan napas karena pelajaran olahraga hanya bisa menatapnya dan memikirkan sejumlah pikiran di dalam kepalaku. Seperti kenapa dia tiba-tiba di sini? Apa yang dia lakukan di sini? Kenapa ia tersenyum manis ke arahku?

"Hah? Ya, aku baik-baik saja," ujarku sambil masih berusaha mengatur napasku yang tidak stabil.

"Ini," ujar Jongin sambil menawariku botol air mineral.

Aku mengerutkan dahiku. Sejak kapan kita sedekat ini sampai berbagi minuman satu sama lain? Berbagai pikiran yang tidak logis memutar di kepalaku tapi aku memutuskan untuk menerima minuman itu karena aku bisa kehabisan napas karena kekurangan cairan di dalam tubuhku.

Tanganku mulai mengarah ke Jongin untuk mengambil botol itu, tapi tiba-tiba ada tangan dari sampingku dan merampas botol itu dari tangan Jongin.

"Makasih."

Aku pun langsung menoleh ke arah orang yang mengambil minuman gratisku. Ternyata, orang itu tidak lain adalah Taeyong.

"Taeyong--"

Ucapanku terpotong karena Taeyong langsung memberiku botol minuman baru yang ia beli.

"Minum yang ini aja," ujar Taeyong.

Tadi malam dia marah-marah, sekarang dia bersikap peduli. Sepertinya dia sedang mengalami masa puberti.

"Apa yang kau lakukan? Itu bukan untukmu," Jongin bersuara.

"Ah, sorry. Lagi juga jika kau memberikan botol ini ke Ri Hae, dia juga akan memberikannya kepadaku. Kenapa? Karena apa yang menjadi miliknya, juga menjadi milikku." Taeyong tersenyum. Senyumannya menyebarkan aura menyebalkannya.

"Taeyong, apa yang--"

"Benarkah?" tanya Jongin. "Ri Hae," tiba-tiba ia memanggilku.

"Apa perkataan dia benar?" Jongin mengalihkan pandangannya dan menatapku dalam-dalam.

Apa ini? Kenapa tiba-tiba aku merasa seperti tertangkap selingkuh oleh pacarku sendiri? Tidak, tidak, Ri Hae, sadarlah.

"Eh? Ya... begitulah," ujarku sambil tertawa sebentar.

Jongin mulai menjauh dariku dan Taeyong. "Baiklah."

"Baiklah?" gumamku. Jongin tidak mendengar perkataanku lalu ia pergi dari hadapanku.

"Apa yang sebenarnya dia inginkan?" ujar Taeyong. "Ugh, aku sangat, sangat tidak menyukai bajingan itu."

"Yak, kenapa kau selalu berkata kasar, sih?"

"Dia pantas untuk diberi label itu."

"Kau lebih pantas diberi label bajingan. Coba kau ingat-ingat sudah berapa perempuan yang kau dekati hanya untuk bersenang-senang?" aku menggelengkan kepalaku.

"Kau berbicara seperti orang tersuci sedunia ini," gumam Taeyong.

Aku tersenyum senang. Mengingat kejadian semalam, aku senang karena Taeyong sudah tidak marah lagi. Meskipun dia masih menyebalkan. Tapi kalau dia tidak menyebalkan, berarti itu bukan Taeyong yang kukenal.

"Ayo, ke kelas!" ajakku sambil merangkul teman semati sehidupku itu.

~~~

Taeyong: Oi, pergi duluan yak.

Aku membaca pesan singkat dari Taeyong. Sekarang sudah jam setengah 5 sore dan aku sudah ingin cepat-cepat pulang ke rumah. Tetapi tiba-tiba Taeyong menghilang dan mengirimiku pesan singkat ini. Sepertinya dia akan pergi bersama teman-teman perempuannya.

Sudah kukatakan bukan? Taeyong itu memang lelaki yang brengsek. Dia selalu memainkan perasaan perempuan. Tetapi anehnya, sejauh ini karma belum pernah menghampirinya. Kurasa bahkan karma tidak ingin berurusan dengan Taeyong.

Tapi setiap Taeyong melakukan aksinya, pasti nanti yang kena sialnya, tidak lain adalah aku. Dulu pernah ada seorang wanita--ya, wanita bukan gadis--dia tiba-tiba menghampiriku dan mulai mengatakan kata-kata kasar kepadaku. Dari beberapa kata kasar yang ia lempari, hanya ada beberapa kalimat yang kutangkap.

"Kau sudah merusak hubunganku dengan Taeyong, dasar wanita tidak tau diri!"

"Dasar parasit! Selalu menempel dengan lelaki orang lain!"

Ya, begitulah beberapa kata-kata yang dia lemparkan. Sakit memang, tapi segala perkataan kasar itu terbalas saat Taeyong datang membelaku.

Aku menggelengkan kepala, kenapa jadi kepikiran masa lalu?

Aku menghela napas panjang lalu berjalan menuju gerbang sekolah. Karena sudah jam 5 sore, sekolah sudah cukup sepi. Hanya ada beberapa murid yang ambis di perpustakaan, yang lainnya sudah pulang.

Saat aku sudah sampai ke gerbang sekolah tiba-tiba terdengar suara seseorang yang memanggilku.

"Choi Ri Hae!"

Kepalaku langsung menengok ke arah suara itu. Kukira itu adalah salah satu temanku, tapi yang kulihat sekarang adalah sekelompok kakak kelas yang sedang berjalan menghampiriku.

"Kau benar Choi Ri Hae?" tanyanya dengan nada sinis.

Dengan ragu, aku mengangguk.

"Dengar, aku tidak ingin membuang-buang waktuku untuk berbicara dengan perempuan murahan sepertimu. Jadi, ini adalah peringatan pertama dan untuk terakhir kalinya," jedanya.

Apa ini? Aku dilabrak lagi? Taeyong, apa yang sudah kau lakukan? Kenapa harus dia bermain dengan kakak kelas sih? Dan kenapa harus aku yang kena imbasnya?

"Jauhi Jongin," lanjutnya.

Eh? Jongin? Kim Jongin? Kakak kelas yang enggak jelas itu? Sejak kapan aku berdekatan dengan dia sampai-sampai aku dilabrak?

"Jongin? Maksudmu, Kim jongin?" tanyaku untuk memastikan.

"Siapa lagi di sekolah ini yang namanya Jongin selain dia?" nadanya tambah sinis dan cetus.

Aku tersenyum sinis. "Kurasa di sini ada salah paham sedikit. Aku tidak pernah berdekatan dengan Jongin. Aku bahkan hanya pernah mengucapkan beberapa kalimat di hadapannya." dia yang selalu mengejarku dan mendekatiku tanpa tujuan yang jelas.

Seandainya aku berkata itu. Tapi tidak. Sekarang sudah malam dan aku tidak punya siapa-siapa di belakangku untuk mendukungku. Toh, Taeyong sudah pergi. Yang ada nanti aku bisa dimakan hidup-hidup.

"Jangan alasan. Kau kira aku tidak tau? Tadi siang, kau memohon Jongin untuk membelikanmu minum, kan? Terus setiap hari kau selalu mengajak Jongin ke kantin bareng, kan? Dasar perempuan murahan. Bukankah kau sudah mempunyai pacar? Siapa namanya? Taeyon? Tae--"

"Taeyong," koreksiku. "Tidak, itu tidak benar. Semua perkataanmu itu tidak benar, jika kau tidak percaya, kenapa kau tidak menanyakannya ke Jonginnya sendiri?" balasku tegas.

"Menyusahkanku saja," dumelku.

Tidak ingin membuang waktu lebih lama, aku langsung melangkahkan kakiku menjauh dari mereka tetapi tiba-tiba aku merasa rambutku ditarik dan tasku dirampas paksa.

"Ah!" jeritku kesakitan.

Rambutku ditarik dan didorong kasar sehingga kakiku tidak bisa menemukan keseimbangan dan akhirnya terjatuh.

Tasku yang dirampas langsung dibuka dan semua isi tasku dikeluarkan. Aku mengerutkan dahiku dan berhela napas pasrah. Tas satu-satunya malah di ancurin gitu. Tidak, ini bukan jati diriku. Aku harus melawan. Masalah kalah atau menang, itu terakhir.

"Yak! Apa yang kau lakukan?" teriakku. Aku langsung berdiri dan mengambil tasku dengan kasar. Lalu membalas menjambak gadis yang tadi menjambakku.

"Ah! Kau, beraninya!"

Teman-teman di belakangnya langsung maju dan mendorongku sampai aku kembali jatoh. Kenapa kakiku ini begitu lemah sih? Aku mendangak ke atas dan melihat salah satu perempuan itu seperti ingin memukulku, aku pun langsung menundukkan kepalaku agar wajahku tidak kena.

Tetapi tiba-tiba suara itu muncul dan memberhentikan semuanya. Seperti waktu telah dibekukan olehnya.

"Yak! Ru Song Yi!"

Aku yang sudah tergelepak di tanah juga ikut menoleh ke suara itu dan mendapati Jongin yang berdiri dengan kepalan di tangannya. Wajahnya memerah seperti menahan emosi.

Apa dia datang untuk... menyelamatkanku?

~~~

hai, guysss.

gimanaa? dapet ga sihh feelsnya? keknya engga yaa:(

pokonya komen deh menurut kalian gimana, gue selalu menerima kritikan~

lop yu all

20 Desember 2019
Indonesia.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro