Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 27


A

ura permusuhan terlihat jelas antara Anita dan Kemuning. Keduanya bahkan secara terang-terangan ingin menjadi yang paling dekat dengan Cairo. Karena sifat tidak mau kalah, membuat Anita lupa profesionalismenya. Ia sering kali melakukan hal-hal yang tidak ada dalam script pemotretan dan membuat Cairo geram. Seperti, berulang kali sengaja memeluk atau mengecup pipi Cairo. Saat pemuda itu menegurnya diam-diam, dengan enteng Anita menjawab. “Biar dapat vibes pasangannya, kita berdua’kan sepasang.”

Anita tidak dapat menyembungikan ekpresi kegembiraannya, saat melihat Kemuning melotot tidak suka.

“Lihat’kan gadis ganjen? Siapa yang paling pantas untuk Cairo? Kamu boleh saja asisten atau pengasuh, tapi tidak akan pernah membantunya mencari uang.”

Mendengar ejekan Anita, Kemuning hanya menghela napas panjang. Sebenarnya, ia merasa marah dan kesal pada wanita itu tapi ditahan demi Cairo. Ia tidak ingin dianggap sebagai biang onar dan membuat Cairo marah atau malu. Padahal, jika menuruti hati ingin rasanya ia menghajar Anita hingga babak belur.

“Ini sesi terakhir, setelahnya kita bisa pulang.” Cairo berucap dengan suara baritonnya pada Kemuning yang duduk di sampingnya.

“Bagus deh.”

Jawaban Kemuning yang singkat membuat Cairo mengernyit. “Kenapa lo? Manyun aja?”

Kemuning menggeleng lemah dan berusaha tersenyum, karena tidak ingin menunjukkan kekesalannya pada Cairo. Ia datang kemari untuk menjaga dan menjadi asisten Cairo, bukan untuk mencari masalah.

Ia mendongak saat melihat Anita mendekat. Wanita itu terlihat molek dalam balutan pakaian renang warna kuning yang memperlihatkan seluruh kulitnya yang mulus. Kemuning merasa insecure seketika.

“Cairo, Sayang. Nanti selesai pemotretan semua kru ingin makan-makan. Kamu ikut’kan?”

Cairo mengangkat bahu. “Nggak tahu, belum gue pikirin.”

“Ayolah, sudah lama kita nggak hang out bareng.”

“Nanti gue pikir.”

“Rambut kamu kayaknya terlalu kering deh. Nggak pakai vitamin?”

“Masa? Setahu gue biasa aja.”

Kemuning memalingkan wajah saat Anita mengusap puncak kepala Cairo dan melihat anak asuhnya terdiam, membiarkan wanita itu mengelusnya. Tanpa sengaja, ia melihat bagaimana senyum kemenangan muncul di sudut bibir Anita. Menahan kesal, ia bangkit dari kursi dan melangkah pergi.

“Ning, mau ke mana?” teriak Cairo.

“Toilet!”

Kemuning memang benar ke toilet, sesampainya di sana, ia membasuh wajah dan menatap bayangannya di cermin. Memikirkan tentang Anita, Cairo, dan perasaannya yang campur aduk. Ia tahu kalau Cairo sangat popular, banyak gadis yang tergila-gila dengannya. Beberapa di antaranya cenderung nekat bahkan ada yang datang ke rumah. Selama ini ia bisa mengatasi mereka semua dengan mudah kecuali Anita. Status wanita itu sebagai partner kerja Cairo sedikit menyulitkannya untuk bertindak karena tidak ingin membuat masalah bagi anak asuhnya.

“Tunggu, kenapa aku harus kesal sama si ular keket itu? Dia mau pacarana sama Cairo, itu bukan urusanku’kan?”

Kemuning bicara sendiri di depan cermin , bingung dengan pikirannya. Menghelap napas panjang, ia kembali ke tempat pemotretan dan melihat dengan kesal bagaimana Anita berpose mesra dan menempel pada Cairo.

“Akhirnya selesai juga, Ning. Bagaimana kalau kita ikut makan-makan?”

Kemuning menggigit bibir lalu menggeleng. “Aku pulang sendiri bisa? Lupa lagi jemur baju, takut hujan.”

Cairo menatap Kemuning dengan tercengang. “Telepon Caesar, dia pasti udah pulang. Suruh dia yang ngambilin.”

“Nggak bisa, Caesar ceroboh. Pasti ada baju tercecer.”

“Ning, kalau basah kena hujan dicuci ulang aja.”

“Nggak boleh, baju keseringan dicuci tanpa alasan bisa rusak.”

Cairo tergelak, memgulurkan tangan untuk mengacak-acvak rambut Kemuning dan melihat gadis itu merengut kesal.

“Baru kali ini gue denger kalau cuci baju harus ada alasan, Ya Tuhan. Lo lucu banget sih, Ning. Oke, kita pulang. Nanti makan di warung tenda aja.”

Kemuning semringah mendengar perkataan Cairo. Ia enggan kalau harus berdekatan lebih lama dengan Anita dan melihat senyum licik wanita itu.

Semua kru protes dan berusaha menahan Cairo, saat pemuda itu mengatakan tidak bisa pergi makan. Mereka bahkan memperlihatkan kekecewaannya.

“Cairo, kalau bawa kamu itu gimana ya, seluruh pandangan mengarah ke kita. Nggak ada kamu, kita kurang perhatian.”

Ucapan salah seorang kru membuat Cairo tertawa. “Alasan apa itu. Sudah sana pergi, kita pergi makan lain kali.”

Kru yang lain bisa menerima alasan Cairo meski dengan menggerutu tapi tidak dengan Anita. Wanita itu terlihat geram dan mengepalkan tangan di sisi tubuhnya. Saat Cairo melewatinya, ia menahan lengan pemuda itu.

“Kenapa sih susah banget buat ngajak kamu sekarang?”

“Anita, please. Ada hal penting di rumah. Gue harus pulang.”

“Hal penting apa sampai kamu nggak bisa ninggalin?”

Cairo mengangkat bahu. “Urusan rumah tangga.” Setelah itu ia pergi ke mobil diikuti Kemuning.

Kali ini, Anita menghentikan langkah Kemuning dan menyipit. “Kamu ngomong apa sama Cairo, sampai dia membatalkan janji.”

“Ada urusan penting, nggak bisa ditinggal.”

“Jangan mengada-ada, pasti ini ulahmu.”

“Swear, ini penting banget soal hidup dan mati. Aku sudah nyuruh dia tinggal, tapi ternyata dia sama setujunya sama aku soal ini. Maaf ya Mbak Anitaa!”

“Mbaaak? Kamu panggil aku Mbaaak?”

“Iya, masa Mas,” jawab Kemuning dengan wajah polos.

Anita memejam untuk menahan emosi. Membuka mata untuk memastikan Cairo tidak memperhatikan mereka.

“Jangan mengira kamu menang gadis ganjen.”

Kemuning meringis. “Yah, bukan aku yang menang memang tapi jemuran.”

“Apaa?”

Kemuning menunjuk Anita sambal tersenyum. “Kalian semua kalah sama jemura, wew.” Meleletakan lidah, ia melangkah ke arah mobil dan masuk. Menatap bayangan Anita yang terlihat marah dalam keremangan. Ia tidak dapat menahan senyum saat mobil yang dikendarai Cairo meninggalkan lokasi pemotretan.

Senja turun perlahan , memberikan bias warna emas temaram. Lampu-lampu jalanan mulai dinyalakan untuk menggantikan cahaya mentari. Dengan kemudi di tangan, Cairo melirik Kemuning yang bersenandung mengikuti irama musik.

“Lo seneng banget, kenapa?”

Kemuning merogoh kantong dan mengeluarkan dompet. “Pundi-pundi uangku bertambah.”

“Kok bisa?”

“Ingat nggak pas aku suapi kamu makan puding? Aku bawa beberapa gelas, intinya lumayan banyak. Trus aku tawarin ke kru dan bilang sama mereka, ini puding kesukaaan Cairo loh. Waah, langsung ludes dengan harga 2x lipat dari yang biasa dijual Caesar. Hebat’kan akuuu.” Kemuning menepuk dadanya dengan bangga.

Caesar berdecak. “Kamu sama Caesar, memang otak duit. Jangan-jangan kalau bisa dijual, batu di halaman rumah sudah kalian jual.”

“Wow, jelas. Kemuning and Caesar is ateam. Kami solid.”

“Kalau begitu aku minta bagianku 20 persen dari penjualan puding.”

Kemuning melongo. “Kenapa?”

“Kamu iklan pakai namaku. Sudah seharunya bayar royalty.”

“Eh, kok gitu.”

“Belum pajak juga, Ning. Kamu jadi penjual harus jujur,” ucap Cairo enteng.

“Kenapa bawa-bawa pajak segala?”

“Segala sesuatu yang dijual harus ada pajak.”

“Ya Tuhaaan! Itu hanya puding susu, bukan emas atau motor.”

“Tetap saja. Jangan lupa, bayar sewa lapak.”

Kemuning menjerit kesal, menggumamkan tentang royalty, pajak, dan juga keuntungannya yang habis karena Cairo.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro