Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 21

Suasana meja makan bertambah ceria karena kedatangan Carlina. Terlebih saat Cavin dan Cair o juga di rumah. Keduanya mengenali Carlina sebagai teman lama sang kakak.

“Aku sering lihat kamu di majalah, televisi, atau berita online. Entah kenapa ikut merasa bangga. Anak laki-laki yang aku kenal menjelma jadi pemuda tampan, dambaan banyak wanita.” Carlina memuji Cairo.

Cairo tertawa. “Kakak juga hebat, sudah jadi pengacara. Kalau ada kasus hukum, bolehkah aku konsultasi denganmu?”

Carlina mengangguk. “Tentu saja, dengan senang hati.”

“Eits, nggak semudah itu, Kak Carlina sudah terikat denganku dan Ning Ning. Kalau ada sesuatu, hubungi kami dulu.” Ceasar menyela cepat.

Kemuning mengangguk. Entah kenapa ia merasa bangga kali ini, punya kenala rang hebat yang ia yakin akan membantunya.

“Ning, masakanmu enak banget,” puji Carlina.

“Terima kasih, Kak. Kalau mau makan hasil masakanku, silakan datang. Pintu rumah ini selalu terbuka untukmu.”

Sementara di sekelilingnya ramai oleh tawa, Carlo hanya mengamati tanpa banyak kata. Sesekali ia menatap Carlina dan tersenyum kecil apabila kepergok wanita itu. Selesai makan, mereka mengobrol di ruang tamu sementara Kemuning membereskan meja. Suara tawa mereka menembus dinding rumah, terutama Caesar yang Kemuning tahu sangat gembira karena punya pengacara pribadi. Begitu pula dirinya. Dalam benak mulai memikirkan ide Caesar tentang cara mendapatkan uang. Senyum mengembang dari bibirnya dan ia terlonjak saat pundaknya di tepuk.

“Senyum-senyum sendiri, ada apa lo?” Cairo bertanya heran.

Kemuning menggeleng. “Nggak ada, Kak. Lagi seneng aja.”

“Karena Kak Carlina atau hal lain?” Cairo menyandarkan tubuhnya ke westafel dan mengamtai Kemuning. “Jangan-jangan lo punya ide gila sama Caesar.”

“Kok tahu?” tanya Kemuning spontan.

Cairo tersenyum, tangannya terulur untuk mengusap pundak Kemuning dan membuat gadis itu berjengit. “Lain kali kalau ditangkap, sesekali kami biarkan kalian di penjara.”

Kemuning merengut lalu meleletkan lidah. “Nggak bakalan, wew. Ada kakak pengacara.”

“Ckckck, benar ternyata. Kalian punya otak aneh.”

Tidak memedulikan Cairo, Kemuning meneruskan pekerjaannya. Ia menghela napas panjang saat pemuda gondrong itu pergi, tanpa sadar tangannya terulur untuk mengusap tempat di mana Cairo tadi menyentuhnya. Mengesampingkan perasaan aneh, ia menyiapkan es teh manis dan membawa ke ruang tamu. Di sana hanya ada Cavin dan Caesar. Sedangkan Carlo dan Carlina terlihat bicara serius di teras.

“Sudah hampir dua tahun berlalu dan kamu tidak banyak berubah. Malah makin tampan,” ucap Carlina dengan mata menatap Carlo.

“Kamu juga makin dewasa, Carlina. Makin menguasai pekerjaanmu. Maaf tentang dua bocah di dalam yang ingin menguasaimu. Mereka tidak mengerti yang mereka ucapkan.”

“Caesar dan Kemuning? Mereka lucu. Aku suka mereka. Rasanya menyenangkan punya adik, karena aku anak tunggal.”

“Bagaimana kabar orang tuamu?”

“Mereka baik.”

Keduanya terdiam, berdiri bersisihan menghadap ke jalan raya yang masih ramai oleh pejalan kaki maupun kendaraan yang bersliweran.

“Aku harap kamu bahagia, Carlina. Untuk apa pun yang akan kamu lakukan nanti.”

“Carlo, masih ada waktu. Seandainya kamu berubah pikiran,” ucap Carlina sendu.

Carlo menggeleng. “Sudah terlambat. Kita berdua tahu, tidak ingin menyakiti orang tuamu.”

“Padahal, kamu hanya perlu meminta.”

“Dan, aku bukan tipe orang yang merusak kebahagiaan orang lain.”

“Bagaimana dengan kita? Dengan kebahagiaanku? Apa menurutmu, kamu nggak egois padaku?”

Carlo tidak menjawab, membiarkan ucapan Carlina tersapu angin malam. Wanita itu membalikkan tubuh, menuju ruang tamu. Mengucapkan selamat tinggal dan pergi secara terburu-buru, meninggalkan tanya di benak adik-adik Carlo.

Kemuning menyipit, merasa ada sesuatu yang janggal. Ia memutuskan untuk menghampiri Carlo dan berucap lembut.

“Kak, kenapa tega sekali jadi cowok. Kak Carlina padahal cantik, pintar, dan mandiri. Juga kelihatan sayang sama Kakak.”

Carlo menoleh. “Dia sempurna, tapi tidak bisa dimiliki. Paham kamu, Ning?”

Kemuning menggeleng. “Nggak, maksudnya bagaimana?”

“Dia sudah bertunangan, dan aku tidak ingin merusak pertunangan itu.”

“Oh, begitu. Padahal, selama janur kuning belum melengkung. Masih halal untuk dikejar.”

“Hei, siapa yang mengajarimu bicara begitu?”

Kemuning tertawa lirih. “Aku udah dewasa, Kak. Masa nggak bisa mikir begitu. Sayang sekali, kamu nggak mau berjuang untuk cintamu. Jangan sampai menyesal nanti, Kak. Terkadang, cinta sejati tidak datang dua kali.”

Carlo termenung, menatap Kemuning yang kembali ke dalam rumah. Memdadak merasa hatinya hampa. Sementara itu, Caesar dan Kemuning bergumam sedih tentang kehilangan pembela terbaik.

“Padahal, gue udah berencana mau beli rumah yang besar pakai kolam renang. Gagal gara-gara Kak Carlo. Payah!”

“Aku juga sudah bikin rencana untuk membeli sawah dan skincare, malah udah bikin rencana bikin warung makanan.”

“Payah, Kak Carlo!”

“Iya, payah!”

Keduanya tersentak saat Carlo datang dan bertanya dengan suara keras. “Memangnya kalian punya rencana apa lagi? Mau berulah apa lagi?”

Caesar menggeleng. “Ada aja. Kakak kepo!”

“Ning, mau apa kalian?”

Kemuning menggigit bibir lalu berucap pelan. “Kami mau rencana buat kolam lele di halaman belakang. Nanti dijual ke warung-warung.”

“Ning, jangan ngomong rencana kita!” ucap Caesar.

Carlo mengangguk. “Oh, gitu. Kalian  mau merusak taman belakang? Pintar sekali. Lalu, siapa yang mengurus kolam? Emang paham apa soal lele? Trus, kalian pikir Papa nggak marah rumahnya diacak-acak?”

“Nanti dipikir, pokoknya pelihara lele aja dulu!” jawab Caesar.

“Kamu, biang ribut. Tukang onar! Awas aja kalau ngacak-ngacak rumah!”

Kemuning menatap Carlo yang sedang memarahi Caesar dengan sedih. Hancur sudah rencananya untuk punya kolam lele dan menjadi kaya dari sana. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro