Bab 13
Kemuning sedang gembira, ingin membuat kue kering untuk semua anak asuhnya. Ia sudah mencari-cari resep lalu memutuskan ingin membuat kue kacang rasa vanilla dan coklat. Menggunakan uang sisa belanja, ia membeli semua bahan dan menggunakan kesempatan saat rumah sedang sepi, ia mulai memanggang.
Caesar yang baru datang, mengendus udara dan mencium aroma mentega yang menggiurkan. Ia melihat seloyang kue kering di atas meja lalu menatap Kemuning.
"Ning! Lo bikin kue?"
Kemuning menoleh dari kesibukan memasukkan loyang ke oven.
"Iya, buat cemilan nanti."
"Gue cobain ya!"
Tanpa basa-basi, Caesar duduk di kursi dan makan beberapa kue. Ia mendecakkan lidah dan merasakan kenikmatan di mulutnya.
"Wow, enak banget, Ning. Daebaaak!" pujinya dengan mulut penuh.
Kemuning berseri seri mendengar pujian Caesar. Melangkah menghampiri meja dan bertanya tak percaya. " Benarkah? Baru pertama kali ini aku buat.”
“Uhm, ini udah enak banget. Paraah, sih.”
“Horee, bikininanku berhasil. Ini bakalan enak kalau dimakan sambil minum kopi.”
“Oh, kalau gitu bikini kopi sekalian. Mumpung gue lagi nganggur, kita makan kue lo sambil ngopi.”
"Oke, aku bikin kopinya."
Keduanya duduk berhadapan dengan secangkir kopi dan makan kue di atas Loyang yang masih hangat.
"Bikin yang banyak, nanti gue bantu jualin!" ucap Caesar.
"Boleh juga. Bisa buat beli skincare kalau ada untung."
"Beli rumah, mobil, gue yakin bakalan laku banget kue lo!"
“Cara jualnya gimana?” tanya Kemuning.
“Tenang, nanti kita pakai pesona gue sama cewek-cewek buat jual kue. Yang penting lo rajin bikin, urusan jual biar gue tangani.”
Mereka asyik berbincang sampai tidak mendengar ada orang datang. Prospek akan menjual kue untuk membelu rumah, membuat hati Kemuning gembira. Ia suka uang dan segala sesuatu tentang uang bikin hatinya berdebar bahagia.
"Kalian makan apa?" Cairo yang baru datang bertanya keduanya.
"Makan kue. Enak loh. Mau?" Kemuning menjawab cepat. Mengacungkan satu kue yang sisa setengah di tangannya.
"Mana kuenya?"
Baik Caesar maupun Kemuning menunjuk loyang yang sudah kosong, tidak tersisa satu kue pun di sana. Keduanya saling pandang lalu sama-sama berteriak.
“Hah, habis?”
Kemuning bangkit dari kursi, melangkah ke arah oven dan membukanya. Tidak ada apa pun di sana. Meringis kecil, ia membalikkan tubuh dan menatap Cairo dengan pandangan meminta maaf.
“Anu, kuenya habis. Dimakan Caesar.”
“Hei, kok gue. Lo juga makan!”
“Iya, tapi aku’kan nggak banyak!”
“Tetap aja lo makan, Ning. Jangan ngeles lo!”
“Itu kue buat makan rame-rame, kok bisa habis’ya?”
“Lo makannya kebanyakan!”
“Eh, kamu yang banyak. Nggak sadar’ya?”
Cairo menghela napas, menatap dua orang yang sedang adu di depannya. Suara mereka memenuhi dapur. Masing-masing tidak mau mengalah, tentang siapa yang menghabiskan kue paling banyak.
“Udah, stop! Berisik banget kalian!” bentaknya untuk menghentikan perdebatan. Duduk di kursi, Cairo merogoh saku untuk mengambil ponsel. “Gue mau pesan pizza aja.”
“Kak, aku request topping keju,” ucap Caesar.
“Itu, boleh nggak nitip salad dan topping tuna?” tanya Kemuning malu-malu.
Cairo mendongak, memandang Caesar dan Kemuning bergantian. “Kalian sudah makan kue begitu banyak. Masih mau makan pizza?”
Keduanya mengangguk bersamaan dengan senyum terkembang.
“Emangnya, gue ada ngomong mau beliin kalian? Sana pergi!”
“Kaaak! Kami mau pizza!”
Tidak peduli bagaimana pun Kemuning dan Caesar merengek dan berteriak, Cairo tetap duduk tenang dan memesan pizza. Ia heran saja dengan keduanya, perut sudah kenyang masih saja ingin makan Pizza. Namun, pada dasarnya ia memang tidak tega, makan sendiri sementara penghuni yang lain merengek kelaparan. Satu jam kemudian, saat pengantar pizza membawa pesanan mereka, dapur kecil mereka kembali gempar oleh teriakan.
“Horeee! Kita makan pizza!”
“Horeee! Kita kenyang!”
“Makan! Jangan berebut!” teriaknya.
Saat mereka sedang asyik makan, bel pintu berdering. Kemuning setengah berlari untuk membuka pintu dan ia tertegun mendapati seorang gadis amat cantik berdiri di teras. Gadis itu tersenyum padanya dan bertanya dengan suara yang sangat lembut.
“Hallo, apa Cavin atau Cairo ada di rumah?”
Kemuning mengangguk, belum sempat ia menjawab dari belakang terdengar suara Cairo. “Ayumi ….”
“Cairoo! Aku kangen!”
Menyingkirkan tubuh Kemuning yang berdiri di tengah pintu, gadis yang dipanggil Ayumi menubruk Cairo dan memeluk erat tubuh pemuda itu. Tindakannya membuat Kemuning saling pandang dengan Caesar, sementara Cairo hanya berdiri kaku dengan gadis itu memeluknya erat.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro