Bab 11
R
umah sepi, tiga penghuninya izin menginap. Carlo ada tugas kantor, Cavin sedang traveling bersama teman-temannya, dan Caesar sedang kemah. Mereka tidak akan pulang untuk beberapa hari. Tertinggal hanya Cairo dan Kemuning.
Di hari pertama, Cairo masih tidak terlalu perhatian dengan Kemuning. Ia sibuk bekerja pergi pagi pulang malam. Hingga hari ketiga, ia melihat Kemuning tertidur di ruang makan karena menunggunya pulang. Hatinya seketika tersentuh, tidak tega melihat Kemuning sendirian di rumah. Akhirnya berinisiatif mengajaknya bekerja.
“Lo mau ikut gue kerja?” tanya suatu pagi.
Kemuning yang mendengar ajakannya terbelalak. “Bo-bolehkah?”
Cairo mengangguk. “Tentu saja. Tapi ingat, jangan macam-macam di sana. Cukup lihat dan jangan banyak omong dengan orang yang tidak dikenal.”
Kemuning mengangguk, antusias dengan rencana Cairo yang akan mengajaknya bekerja. Ia merasa bosan karena terkurung di rumah sendirian. Ingin main ke taman tapi sedang musuhan dengan Rani.
Menaiki mobil Cairo, mereka menuju tempat pemotretan. Sepanjang jalan, Kemuning tak hentinya berdecak, menatap pemandangan. Bagi banyak orang, kemacetan adalah hal yang membosannya, baginya justru menarik karena ia bisa melihat segala sesuatu di jalan raya dalam gerak lambat.
“Kalau ada yang tanya, lo siapa? Bilang asisten gue, paham?” ucap Cairo sebelum turun dari mobil.
“Paham!” Kemuning menatap gedung yang akan menjadi lokasi pemotretan dengan wajah berseri-seri.
Cairo memberikan barang-barang untuk dibawa Kemuning, dan membawa gadis itu memasuki gedung. Ia menyuruh Kemuning duduk di sudut yang menjadi tempat mereka. Tak lama, dua orang datang menghampiri Cairo.
“Kami sudah siapkan kostum hari ini, nunggu model cewek aja belum datang.” Seorang laki-laki dengan baju kuning terang, berucap pada Cairo. “entah ke mana itu orang. Mentang-mentang jadi model kelas atas, seenaknya saja dengan waktu.”
Cairo tidak menanggapi, duduk menghadap cermin besar dan membiarkan penata rambut serta penata rias, mendadaninya.
Kemuning tidak bisa menahan antusiasmenya, ia mengedarkan pandangan berkeliling. Mencoba bersikap ramah pada semua orang, meski pada akhirnya ia menelan kekecewaan karena semua orang terlalu sibuk untuk menyapanya.
“Aargh! Bagaimana ini. Dasar Anita sialan! Bisa-bisanya dia mabuk sampai nggak kuat bangun! Jelas-jelas ada jadwal.” Laki-laki berbaju kuning berteriak histeris dari tengah ruangan dan membuat semua orang yang ada di sana berjengit kaget.
Cairo menghela napas, tidak merasa aneh dengan model yang harusnya hari ini menjadi partnernya. Mereka memang pernah berselisih paham, tapi tidak seharusnya mempengaruhi pekerjaan. Tidak professional itu namanya.
“Ini pasti gara-gara kamu tolak cintanya.” Laki-laki berbaju kuning mencolek bahu Cairo. “Dia jadi ngambek!”
“Nggak ada urusan, kalau dia professional tidak akan mangkir dari pekerjaan,” dengkus Cairo dingin.
“Iyaa, iyaaa, aku harus mikir mau cari siapa yang lagi longgar ini. Ah sial! Mana mepet.”
Saat itulah Kemuning melintas. Gadis itu mendekati Cairo dan mengulurkan botol berisi air minum. Laki-laki berbaju kuning mendadak menyambar bahu Kemuning dan nyaris membuat gadis itu terjungkal.
“Siapa kamu? Siapa kamuuu?”
“Asisten gue,” jawab Cairo.
Si baju kuning terbelalak. “Ah, bagus-bagus. Tubuh kurus, wajah tirus, dada rata, bagus!”
Kemuning menahan diri untuk tidak menghajar laki-laki berbaju kuning yang memegang bahu dan pundaknya. Bisa-bisanya ia yang bohay begini dikatakan berdada rata. Emang buta apa matanya?
“Oke, Cairo. Kita pakai dia!”
“Hah!”
“Eh, apaa!”
Kemuning menjerit saat ditarik masuk ke ruang ganti. Ia masih kebingungan sampai terdengar suara laki-laki berbaju kuning membujuknya. “Aku akan memberikan bayaran yang mahal untukmu. Cukup duduk manis, dan biarkan mereka mendandanimu. Oke, gadis kerempeng?”
Kemuning mengedip, menatap jengkel pada laki-laki berbaju kuning. “Kamu menghinaku terus dari tadi.”
“Oh, kamu salah paham. Itu memuji. Seorang model bagusnya memang kerempeng dan berdada rata! Ayo, sudah duduk. Mau uang nggak?”
Duduk menghadap cermin besar, Kemuning tercabik antara mengikuti amarah dan menghajar si laki-laki berbaju kuning atau bekerja dan mendapat uang. Ingatan tentang uang membuat pikirannya seketika terang benderang.
Ia duduk diam, menahan diri dari siksaan saat serbuan kuas dan make up disapukan ke wajahnya. Rambutnya ditata dengan model tertentu dan dua jam kemudian, ia berdiri dengan gaun biru yang indah.
“Gue bilang juga apaaa. Mata gue nggak salah kalau gadis kerempeng ini cocok pakai gaun ini!”
Si laki-laki berambut kuning membawa Kemuning ke area pemotretan dan orang-orang mengangguk setuju dengannya. Termasuk Cairo, yang memakai jas hitam. Ia tersenyum ke arah Kemuning yang terlihat luar biasa cantik.
“Well, lumayan. Ning-Ning melebarkan sayap dari ART ke model.”
Kemuning mengembangkan gaunnya di depan Cairo. “Gimana, aku cantik’kan?”
“Cantik, gaun itu cocok buat lo”
“Kalau begitu, apa aku bisa jadi model?”
Cairo menggeleng. “Perlu waktu bertahun-tahun lagi untuk belajar, Ning.”
“Wah, padahal aku pingin dapat uang yang banyak dari model.”
“Begitu, lo nggak mikir hal lain selain uang?”
“Emang apa yang lebih penting dipikir dari uang?”
Cairo tersenyum, mendekati Kemuning dan meraih pinggang gadis itu. “Bagaimana kalau pemotretan baju tidur pasangan? Lo sama gue di atas ranjang dan pura-pura bermesraan. Atau juga iklan permen, kita pura-pura ciuman. Sanggup?”
Kemuning terbelalak, berusaha melepaskan diri dari Cairo. “Eh, nggak, ya. Bukan gitu, aku cuma--,”
“Cuma apa? Mau jadi model pakaian renang? Bagaimana kalau bikini, tertarik?”
Wajah Kemuning memerah di balik make-upnya. “Nggak, bukan itu juga.”
“Oh, gue tahu. Pasti lo mau jadi model pakaian dalam perempuan.”
“Bukaaan!”
“Bra atau G-String?”
“Bukaaan! Ngeselin nih!”
**
Kemuning in action, bersambung ….
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro