Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Cranky 4

Playlist: Eric Benet ft Tamia - Spend My Life With You

-

-

Kabut tidak bisa tidur sama sekali setelah sebelumnya kenyang tidur sepanjang perjalanan pulang. Dia butuh red wine untuk menghangatkan tubuhnya. Dia mengambil kotak rokok dan membawanya pergi menuju ruang penyimpanan wine dan minuman beralkohol lainnya. Bangkit tidak menjadikan ruang penyimpanan itu gudang, masih dijadikan tempat yang sama bahkan wine yang dibeli Kabut lima tahun yang lalu tetap tersimpan rapi.

Di dalam ruang penyimpanan yang berada di ujung lorong dekat perpustakaan pribadi, Kabut mengambil botol red wine. Kabut membuka penutup botolnya, mengambil gelas yang tersedia bersih di dalam lemari kaca, lalu menarik kursi. Dia menuang red wine ke dalam gelas berkaki yang dipilih dan meneguknya. Dengan ditemani alkohol Kabut membakar ujung rokok dan mulai menikmati rokoknya.

Kehidupan seperti ini yang Kabut inginkan, bukan menjadi istri. Kabut bukan tipe yang mudah diatur bahkan dia sering kali dicap sebagai aib keluarga Sastromidjo dengan semua tingkahnya yang di luar nalar.

Bukan berarti Kabut tidak ingin menikah lagi setelah bercerai. Dia ingin, tapi bukan dengan orang yang sama. Bangkit berhak mendapatkan sosok yang jauh lebih baik darinya. Bukan perempuan emosian dan meledak-ledak. Semua hal tentangnya adalah musibah dan masalah. Kabut mengakui dirinya sulit dipahami dan tidak mudah untuk menurut. Kabut juga mengakui dirinya sangat rumit.

"Kenapa dia masih mau balik sama gue, sih? Apa keturunan Adipranas suka sama yang gila-gila, ya?" Kabut bermonolog sendiri, tidak mengacu pada siapa pun karena tidak ada siapa-siapa di sana.

"Kamu mengakui diri kamu gila?"

Kabut terlonjak kaget dengan pertanyaan dadakan itu. Nyaris saja jantungnya lepas dari tempatnya kalau dia tidak melihat Bangkit berada di sana. Laki-laki itu berjalan mendekatinya.

"Lo ngagetin aja, deh!" gerutunya sebal.

"Kamu nggak denger aku ketuk pintu, ya? Aku udah ketuk tadi." Bangkit menarik kursi di depan Kabut, mendudukinya sambil memandang sang mantan yang tengah mengepulkan asap rokok ke udara.

"Nggak denger. Lo ganggu aja, deh! Gue mau ngerokok nggak bebas, nih, kalau lo di sini," dumel Kabut sambil mengibas-ngibas kepulan asap agar tidak terpapar mantannya. "Nggak bisa apa sehari aja lo nggak ganggu ketenangan gue? Tahu begitu gue minta dipulangin biar bisa menikmati wine sambil merokok tanpa gangguan."

"Sebelum aku pergi, aku mau nanya sesuatu."

"Apaan, sih? Nggak bisa besok apa?" Seperti biasa Kabut langsung sewot.

"Nggak. Besok aku mau dinas ke Surabaya jadinya nggak akan ketemu kamu untuk beberapa hari ke depan."

Kabut memutar bola matanya. Dia mematikan rokok di atas asbak berwarna abu-abu yang terbuat dari bahan marmer. "Ya udah tanya."

"Kenapa kamu nggak mau kita rujuk?"

"Lo terlalu baik buat gue."

"Itu aja?"

"Iya. What else?"

Bangkit bingung dengan jawaban ambigu semacam itu. "Baik versi kamu seperti apa, sih? Aku nggak pernah merasa baik sama kamu. Selama menikah aku selalu ninggalin kamu sendirian, sibuk dengan pekerjaan, dan jarang ngobrol sama kamu."

"Oh, lo sadar dengan keburukan lo itu?" Kabut tertawa kecil. "Bagus, deh, lo sadar. Tapi maksud baik di sini bukan itu. Terlepas kesibukan lo yang di luar nalar sampai sering batalin janji, ada banyak hal baik yang lo lakukan."

"Contohnya?"

"Gue nggak perlu jelasin. Lo pasti tahu."

Bangkit menggeleng.

Kabut menatap serius sang mantan. "Beneran perlu gue jelasin? Jangan nguji kesabaran gue, deh. Lo pasti paham."

Bangkit masih bingung dengan maksudnya. "Oke, skip dulu. Anggap aja aku tahu. Tapi apa pun itu, aku nggak masalah, aku tetap mau sama kamu."

"This is what I mean." Kabut tertawa tanpa suara. "Masih banyak perempuan yang lebih layak jadi pendamping, bukan gue. Jangan sia-siain hidup lo untuk perempuan seperti gue."

"Aku maunya kamu. Kalau bukan kamu, nggak ada lagi yang lain."

Kabut berdecak kasar. Dia meneguk wine sampai habis, lalu menuang kembali ke dalam gelas. Diteguknya sekali lagi tanpa jeda dan menuang lagi untuk mengisi kekosongan. Entah mengapa Kabut marah. Padahal kalau ada laki-laki sebaik Bangkit, siapa yang mau menolak? Sebaliknya Kabut tidak mau mendengar jawaban klise itu.

"Pergi sana. Gue mau nikmatin hidup," usir Kabut.

"Kamu selalu bilang nikmatin hidup. Apa kamu nggak menikmati hidup saat kita menikah?"

"Nggak."

"Kenapa?"

Kabut menatap galak sang mantan. Laki-laki itu tetap pada ekspresi tenang dan dinginnya yang memang tidak bisa diubah. Sudah habitnya begitu. Namun, itu membuat Kabut kesal. Memang dasar Kabut rada-rada, ada saja celah untuknya mengomentari Bangkit dan tidak suka dengan laki-laki itu. Kalau dipikir-pikir, perempuan waras mana yang mau menolak Bangkit dengan segala kesempurnaannya?

Kadar ketampanan Bangkit di luar nalar. Kulitnya mengkilap. Nyamuk dan lalat juga tidak berani hinggap di wajah itu. Tuhan seakan memberi Bangkit ketampanan lebih banyak dari laki-laki umumnya. Tubuh tinggi 188cm menunjukkan kelebihan lain untuk perempuan mungil di sekitarnya termasuk Kabut. Walau Kabut termasuk tinggi dengan angka 170cm, tetap saja saat bersama Bangkit tubuhnya terlihat mungil. 

Bukan cuma wajah, Bangkit pintar secara akademis, dewasa, berdedikasi tinggi akan pekerjaan, pintar memasak dan bertanggung jawab. Berbeda dengan Kabut yang sengaja mengambil ulang kuliah desain untuk memenuhi keinginannya, Bangkit menggeluti bidang hukum sesuai keinginan laki-laki itu. Bangkit telah mencapai puncak kejayaannya sebagai pengacara di umurnya yang terbilang muda. Hal lain yang menjadi portofolio lengkap adalah Bangkit tidak suka minum alkohol, tidak merokok, dan tidak punya tato. Semua sangat berkebalikan dengan Kabut.

"Gue nggak suka diatur, nggak suka harus ikut lo kalau ada acara, pokoknya banyak hal yang gue benci dari pernikahan kita," jelas Kabut agak sewot.

"Kapan aku pernah ngatur kamu?"

"Sering. Lo sering nyuruh gue pakai baju yang lebih ketutup tiap ikut lo pergi hadirin acara." Kali ini Kabut benar-benar sewot.

"Kenapa aku sering minta kamu pakai baju ketutup karena aku nggak bisa mantau kamu selama acara itu. Kamu lihat sendiri aku harus ketemu mitra bisnis atau klien, sedangkan kamu ketemu istri atau pacar mereka. Selama aku pergi aku nggak bisa mantau ada yang kurang ajar sama kamu atau nggak. Aku tahu kamu bisa jaga diri kamu, tapi aku nggak tenang ninggalin kamu pakai baju seksi. Kita nggak tahu manusia mana yang diam-diam merhatiin dan mau berbuat jahat makanya aku minta kamu pakai pakaian lebih tertutup. Waktu kamu clubbing, apa aku pernah larang soal baju? Nggak, kan? Itu karena aku nemenin kamu, mantau kamu dari jauh. Kalau ada yang kurang ajar bisa aku pukul. Kalau acara formal aku mukulin orang rasanya nggak etis."

"Bilang aja takut kredibilitas lo turun. Lo lebih mentingin kredibilitas lo ketimbang belain pasangan. Egois," sembur Kabut.

Sebenarnya jawaban Bangkit tidak ada yang salah, tapi lagi-lagi Kabut menolak untuk menerima. Kabut sendiri bingung mau jawaban seperti apa dari mulut laki-laki itu. Pikirannya memang rumit, ya, bahkan lebih rumit dari kebanyakan perempuan. Kalau perempuan lain pasti senang mendengar jawaban itu.

"Kalau aku lebih mentingin kredibilitas, beberapa kali kamu pakai gaun seksi, aku pasti maksa kamu ganti gaun. Buktinya selama beberapa kali aku biarin kamu. Belum lupa, kan, gaun jenis apa aja yang kamu pakai? Yang seksinya bikin laki-laki di luar sana merhatiin tanpa kedip."

Kabut ingat berbagai jenis gaun seksi yang dia pakai saat menemani Bangkit. Gaunnya benar-benar terbuka sampai menunjukkan lekuk badan, leher jenjang, punggung, perut, dan paha. Bangkit tidak menyuruhnya ganti, tapi laki-laki itu terus berdiri di sampingnya tanpa pernah meninggalkannya sendirian.

"Tapi itu cuma beberapa kali ketimbang banyaknya lo ngatur pakaian. Pokoknya lo egois." Lagi, Kabut sewot.

"Egois dan memberi tahu yang baik itu berbeda, Kabut. Tapi kalau kamu bilang itu egois, iya, aku egois. Aku nggak mau ada yang kurang ajar sama kamu, nggak mau mereka lihat lekuk badan kamu, nggak mau mereka mikir yang aneh-aneh tentang kamu. Iya, aku seegois itu."

Kabut diam kebingungan harus menanggapi apa. Pada akhirnya Kabut cuma bisa bilang hal yang sama. "Bagus, deh, lo ngaku."

"Ada lagi yang bikin kamu nggak menikmati hidup selama kita menikah dulu? Selain masalah ngatur?" Bangkit masih belum puas hanya mendengar satu jawaban. Pasti ada yang lain. Begitu pikirnya.

"Banyak. Kalau gue buat list, udah pasti melebihi daftar belanja bulanan."

"Kalau gitu kamu tulis." Bangkit bangun dari tempat duduknya, berjalan menuju lemari di sudut ruangan yang jauh lebih kecil dari lemari lainnya, lantas mengambil kertas dan pulpen yang sengaja disimpan di dalam sana jika dibutuhkan. Kembali dengan meletakkan alat tulis, Bangkit mengetuk meja. "Tolong buat daftar panjang yang kamu benci selama kita menikah. Aku mau tahu apa aja. Aku pasti akan perbaiki."

Kabut melihat kertas dan Bangkit bergantian. Mantannya tidak serius bukan? Kalau ditulis, dia tidak punya alasan sebanyak itu. Tapi kalau mengada-ngada tentu saja Kabut bisa. Dia akan menambahkan jawaban yang dijamin tidak akan bisa diperbaiki Bangkit.

"Sekarang banget? Gue males nulis."

"Nggak harus sekarang. Mau kamu tulis kapan pun, terserah. Tapi setelah aku pulang, daftar panjang kamu ini udah harus selesai." Bangkit menekankan kata-katanya.

"Tuh, lihat. Lo banyak nyuruh. Tulisan gue mahal, capek nulisnya."

"Kalau gitu kamu sebutin, aku yang tulis."

"Nggak mau juga. Gue males nyebutnya mulut gue capek."

Bangkit menghela napas. Ada saja penolakannya. Sebelum Kabut menolak lagi, ada baiknya Bangkit meninggalkan perempuan itu. "Ya udah terserah gimana caranya, aku serahkan sama kamu. Sampai ketemu tiga hari lagi."

Kabut memandangi kepergian Bangkit. Setelah laki-laki itu menghilang dari pandangan Kabut kembali menyalakan rokok. Mengepulkan asap ke udara sambil sesekali meneguk wine, Kabut memandangi kertas berukuran A4.

Dengan kertas sebesar itu Kabut yakin tidak akan penuh. Baiklah, dia akan mulai menuliskan alasan tidak logis yang tidak bisa diubah Bangkit. Ya, semoga laki-laki itu mau menyerah.

❤❤

Jangan lupa vote dan komen kalian<3<3

Follow IG, Tiktok, Twitter: anothermissjo

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro