Cranky 18
Yuhuuu update🥰❤❤
Kalo komen bisa sampe 300, aku update lagi besok. Kalo gak, tunggu 3 hari kemudian ye❤
•
•
Terakhir kali Kabut berbicara kasar pada neneknya, itu adalah hari terakhir dia bisa melihat neneknya. Sekarang neneknya telah tiada, baru saja dimakamkan. Kabut tidak datang pada saat prosesi pemakaman berlangsung, dia memilih datang terakhir ketika semua keluarga Sastromidjo pulang. Kabut menebar bunga di atas makam neneknya sebagai penghormatan terakhir.
Baru juga dikubur, tanah masih basah, keluarga Sastromidjo sibuk meminta notaris yang neneknya kenal untuk membacakan harta warisan. Kabut tidak tertarik, tapi menyayangkan sisi rakus keluarganya yang tidak tahu malu itu. Kabut merasa kasihan pada kakeknya yang cuma bisa pasrah mendengar rongrongan anak-anak lain atas warisan.
Kabut berdiri di pojok sendirian, tidak mau bergabung dengan siapa pun. Dia mendengarkan obrolan gila kekuasaan dan harta dari beberapa Pakde dan Omnya. Kabut mengamati kuku-kukunya yang dikuteks warna hijau neon, warna yang menurut orang-orang terlalu cerah, tapi baginya masih soft.
Notaris langganan keluarga Sastromidjo telah datang. Dengar-dengar kedatangan notaris itu bukan atas desakan melainkan permintaan sang nenek yang memang sudah tahu anak-anaknya haus akan harta. Ya, Kabut tidak heran lagi. Mereka semua gila.
Kabut mendengarkan dengan tidak tertarik. Kalau bukan disuruh kakeknya datang, dia tidak mau satu ruangan dengan manusia-manusia buas yang tidak sabar mendapat bagian mereka. Namun, Kabut mulai terusik ketika mendengar namanya disebutkan paling terakhir, mendapatkan bagian yang jauh lebih besar dari semua anak-anak neneknya dan cucu yang lain.
Neneknya memberikan kepemilikan saham yang neneknya miliki di perusahaan utama Sastromidjo––Sastromidjo Group––sebesar dua puluh lima persen. Jumlah tersebut merupakan seluruh saham yang neneknya punya di sana. Selain saham, neneknya memberikan satu rumah di Pantai Indah Kapuk, satu rumah di Pondok Indah, satu yacht pribadi, satu mobil Mercedes terbaru yang dimiliki sang nenek, dan dua perusahaan skala sedang di bidang retail yang dimiliki sang nenek. Kabut tidak percaya neneknya memberikan bagian untuknya sebanyak itu. Berharap dapat warisan juga tidak.
"Gila! Kenapa bisa Kabut yang nggak punya kontribusi apa-apa dapat segitu banyak?" protes Handra, salah satu sepupu Kabut.
"Lo ubah, ya, isi warisan nenek?" Rastina, sepupu Kabut, menunjuk sang notaris diikuti tatapan tajam.
"Semua yang tertera dalam akta nggak ada yang saya ubah. Kalian bisa baca sendiri." Sang notaris meletakkan satu akta yang diminta Hana Sastromidjo untuk dibuatkan. Dia sudah diwanti-wanti akan mendapat kecaman. "Bu Hana juga menyampaikan, siapa pun yang merobek bukti ini nggak akan dapat bagiannya nanti. Saya hanya menyampaikan yang Bu Hana bilang pada saya."
"Sialan! Kok, bisa si monyet itu yang dapat bagian banyak? Kita cuma kebagian uangnya aja?" omel Shelda, sepupu Kabut, mengambil akta yang diletakkan dan membaca dengan saksama.
Kabut menangkap semua tatapan tajam para sepupunya terkecuali Traya. Satu-satunya sepupu yang paling baik dan tidak peduli dengan drama sejenis ini hanyalah Traya.
"Sialan! Oma jahat banget!" omel Shelda.
"Heh, Kabut!" Mardi Sastromidjo, sepupu Kabut yang paling menyebalkan, datang menghampiri Kabut dan mencengkeram kerah kemeja Kabut dengan kasar. "Lo ngomong apa sama Oma sampai dia kasih lo warisan sebanyak itu? Bapak gue aja nggak dikasih saham Oma. Lo ancam Oma, ya?"
Kabut tidak tahu apa yang neneknya pikirkan. Entah ingin membuatnya menderita lagi dengan pembagian waris yang berlebihan ini atau punya rencana lain. Kabut tidak mengerti. Tapi yang pasti Kabut harus mengurus manusia sialan di depannya ini. Sepupunya yang satu ini tidak takut memukul perempuan. Habitnya sekasar itu.
"Kenapa?" Kabut menarik senyum miring menantang Mardi. "Lo pikir bakal dikasih saham juga? Jangan ngarep. Orang macam lo nggak bisa urus perusahaan, yang ada lo gadai sahamnya."
"Apa lo bilang?" Mardi hendak melayangkan tangannya memukul Kabut, tapi suara yang cukup lantang menghentikannya.
"Heh, Mardi! Turunin tangan lo sekarang!" bentak Igor.
Mardi berdecak kasar saat menoleh ke belakang, mendapati Igor memasang wajah kesal. Mardi terpaksa menurunkan tangannya, tapi dia tidak melepas begitu saja. Mardi mendorong Kabut sekuat tenaga hingga tubuh Kabut menghantam dinding. Tidak peduli Kabut kesakitan atau tidak, Mardi menendang kaki Kabut.
"Bajingan lo, ya!" Igor menghampiri Mardi, melakukan hal yang sama dengan mencengkeram kerah kemeja laki-laki itu. Igor hampir saja memukul Mardi kalau yang lain tidak melerai.
Kabut menggigit bibir bawahnya kesal. Punggungnya sakit didorong sekencang itu. Kakinya juga sakit. Lihat saja, dia akan membalas perbuatan Mardi nanti.
"Lo nggak apa-apa, Kab?" Traya mengulurkan tangannya.
Kabut menyambut uluran tangan tersebut. "Nggak apa-apa, kok. Makasih, Tray." Setelah berdiri Kabut melihat ayahnya berjalan mendekat.
"Kamu udah dapat sebanyak itu berarti Papa nggak perlu bagi kamu lagi." Handoko berucap dengan santai. Tanpa memandang Kabut dan melihat sekitar yang ricuh, dia melanjutkan, "Papa sama Mama mau cerai. Kamu bukan anak kecil jadi terserah mau ikut siapa."
Kabut cukup kaget mendengarnya. Bukan masalah harta. Dia tidak peduli, baginya mau dikasih atau tidak sama saja. Justru yang mengejutkan berita perceraian itu. Selama ini dia melihat orang tuanya adem ayem dan tidak pernah ada konflik apa pun. Mengapa tiba-tiba ingin bercerai setelah 34 tahun bersama?
"Jangan berulah. Kamu udah dapat banyak dari nenek. Kalau perlu hidup dengan tenang seperti dulu," ucap Handoko. Walau nada tidak sekeras biasanya, tetap ada penekanan penuh isyarat mengancam.
"Kenapa Papa sama Mama mau cerai?" Kabut memberanikan diri bertanya.
"Tanya mama kamu."
Tanpa jawaban yang lebih gamblang, ayahnya pergi begitu saja. Kabut melihat ayahnya melerai Igor dan Mardi. Handoko bukan anak pertama melainkan anak kedua. Namun, posisi Handoko bisa melebihi kakaknya, Bintoro Sastromidjo, sebagai anak pertama. Alhasil ketika Handoko menampar Mardi yang merupakan anak dari Bintoro, tidak ada protes atau balasan. Bintoro tidak membela putranya padahal kalau Mardi salah pun tetap dibela, hanya saja Bintoro tidak berani melawan Handoko.
"Bapak lo kelihatannya belain lo, tuh," ucap Traya.
Kabut tertawa kecil. "Belain gue? Dia belain Kak Igor. Dia nggak mau anak lakinya terluka. Kalau anak perempuannya yang mati mah nggak masalah."
Traya memandang sedih tidak berani mengatakan apa-apa. Dia tidak punya kekuatan untuk membela Kabut karena keluarganya sangat keras dan menyeramkan.
"Gue nggak terima! Pokoknya gue nggak akan tinggal diam dengan pembagian waris yang nggak adil ini!" Saraz, salah satu sepupu Kabut, ikut mengamuk.
"Gue juga! Lihat aja gue tuntut lo, Kabut!" timpal Shelda.
"Lo semua protes mulu. Kayak pernah ada buat Oma aja. Waktu kemarin Oma sakit, lo pada datang? Nggak, kan? Kabut biar begitu selalu jenguk Oma. Kemarin aja dia jenguk Oma." Igor mulai geram, membela adiknya dengan suara lantang.
"Kemarin lo jenguk Oma? Oh, jangan-jangan lo racunin Oma, ya, Kabut?" serang Shelda.
"Itu suratnya juga diperbaharui kemarin. Berarti bener lo yang ngebunuh Oma biar warisan turun buat lo semua," tuduh Handra.
Kabut sudah muak dengan semua drama murahan ini. Dia menatap satu per satu sepupunya yang tampak marah dan tidak terima hanya diberikan uang––itu pun uangnya tidak sebesar dengan yang Kabut dapatkan.
"Kalau gue mau bunuh orang, gue lakukan di depan kalian biar kalian tahu gue gila." Kabut bersedekap di dada, memasang wajah angkuhnya. "Kalau kalian nggak terima gue dapat warisan sebanyak itu, tuntut aja. Tapi gue nggak akan melepas sepersen pun buat kalian. Sampah!"
"Justru lo yang sampah!" maki Saraz.
Kabut tidak mau menanggapi. Dia memperhatikan semua sepupunya yang berani dan berapi-api. Dulu setelah dia menikah dengan Bangkit, tidak ada satu pun sepupunya yang berani menentang atau memakinya seperti ini. Mereka takut dengan Bangkit. Tapi sekarang setelah Kabut kehilangan tamengnya, semua sepupunya semakin kurang ajar.
Di depan sana kakeknya mengurut kening, tampak lelah sekaligus pusing dengan pertengkaran akan warisan. Kabut merasa kasihan. Tidak mau meladeni lagi, Kabut berniat pergi.
Sebelum pergi dia menghampiri sang notaris. Niatnya cuma ingin menyalami, tapi malah diberikan sebuah amplop berwarna biru sebagai tambahan hadiah dari Hana untuknya. Kabut membawa pergi amplop tersebut dan meninggalkan keluarganya yang tidak berhenti mengamuk perkara warisan.
Beberapa menit berjalan menuju mobil, Kabut segera masuk dan mengunci pintu mobil. Dia mengeluarkan isi suratnya dan membaca dengan saksama.
Teruntuk cucuku Kabut,
Maaf Oma nggak pernah bersikap baik sama kamu. Oma salah. Bukan benci, Oma nggak suka kamu berulah. Tapi setelah dengar dari Bangkit, Oma tahu bahwa Oma salah. Oma nggak pernah mau melihat sisi lain dan hanya mendengar yang terlihat aja.
Oma minta maaf dengan tulus. Oma harap Kabut mau memaafkan Oma. Nggak perlu buru-buru, masih ada banyak waktu untuk memaafkan Oma.
Semoga warisan yang Oma berikan cukup untuk Kabut. Bukan sebagai penebusan, Oma baru sadar bahwa kamu baik. Kamu bersedia jenguk Oma dibanding cucu yang lain meskipun kamu bilang nggak suka. Oma juga percaya kamu bisa menggunakan warisan itu dengan baik dibandingkan yang lain.
Oma harap kamu bahagia. Oma tahu kamu menderita dan nggak punya pelindung di rumah ini. Mereka bisa menyakiti kamu dengan cara apa pun. Kalau boleh saran, menjadikan Bangkit pelindung bukan pilihan buruk. Tapi semua tetap kembali pada pilihan kamu. Oma akan mendoakan yang terbaik untuk kamu dan Bangkit.
Meskipun terlambat Oma ingin menyampaikan bahwa Oma sayang sama Kabut.
Sekali lagi, bahagialah.
Salam sayang,
Oma Hana
Kabut terdiam. Air matanya mengembang. Kata-kata yang disampaikan menyentuh dasar hatinya, menambal luka yang terbuka. Kabut sedih.
Namun, sedihnya hilang berkat kejutan gila. Kabut dibuat kaget oleh hantaman batu berukuran sedang hingga membuat bagian depan kacanya retak. Kabut membelalak. Di depan sana Mardi berdiri memegang batu yang lebih besar hendak beralih melempar kaca bagian pintunya. Untungnya, tindakan Mardi segera dihalau Igor. Kakaknya itu menendang Mardi dari belakang sampai jatuh tersungkur. Rupanya bukan cuma Mardi yang memegang batu, Kabut melihat para sepupunya yang protes terkait warisan turun melemparkan batu berukuran kecil pada kaca jendela depan mobil.
Melihat betapa gilanya keluarga ini, Kabut menyalakan mesin. Kabut tidak peduli akan dipenjara atau tidak. Dia tidak salah kalau melindas orang yang melemparinya dengan batu bukan?
Saat Kabut hendak menabrak salah satu sepupunya, orang itu menghindar. Sebagai peringatan Kabut berhenti, mengambil kunci stang dan melemparnya sampai mengenai kaca samping mobil Mardi sebagai balasan. Lemparannya tepat dan membuat kaca itu retak.
"Dasar kumpulan orang sinting!" teriak Kabut kesal.
Sebelum semua batu itu melayang, Kabut sudah lebih dulu menutup kaca jendela. Dia mengemudikan mobil dengan cepat meninggalkan kediaman kakeknya.
Sialan. Kabut benci mengakuinya. Dia butuh Bangkit. Lihat saja, dia akan menuntut Mardi atas kerusakan mobilnya.
❤❤
Bangkit baru saja tiba di hotel. Tubuhnya lelah setelah hampir lima belas jam diam di dalam pesawat. Dia mendapatkan banyak notifikasi dari sepupu dan grup. Tapi tidak ada satu pun notifikasi dari Kabut. Baru lima belas jam dia sudah merindukan Kabut. Dia ingin menghubungi pujaannya sebelum istirahat. Mumpung di Jakarta masih sore.
Baru akan telepon, ponselnya berdering. Nama Kabut tertera pada layar sebagai id-caller. Panjang umur sekali. Dia tidak mau menunda lebih lama dan segera menjawab panggilan tersebut.
"Halo," sapa Bangkit.
"Pulang sekarang."
Satu alis Bangkit menukik naik. Apa dia tidak salah dengar?
"Lo mau kita rujuk, kan? Ini kesempatan lo nunjukkin seberapa lo mau kita rujuk. Pulang sekarang kalau lo mau rujuk. Kalau nggak lupain aja permintaan gue dan jangan ketemu gue lagi."
Bangkit masih tidak mengerti. Mencoba mencerna sebentar kata-kata Kabut, takutnya ada isyarat tersembunyi dan dia melewatkannya.
"Aku baru sampai. Kamu tahu jam berapa di sini? Aku juga mau urus pekerjaan. Tunggu dua hari, ya? Dua hari aku urus kerjaan sebentar habis itu pulang." Bangkit mencoba membujuk.
"I don't care. Pulang sekarang atau nggak rujuk sama sekali. Gue kasih tambahan sehari untuk lo pulang. Kalau nggak pulang, ya udah siap-siap gue nikah sama yang lain."
"Kamu bisa kas––halo?" Bangkit melihat layar ponselnya, mendapati sambungan diputus sepihak. Ketika dia mencoba menghubungi Kabut, nomor telepon berada di luar jangkauan. Kabut mematikan ponselnya.
Sungguh, Bangkit bingung sekarang. Ada apa sampai Kabut menghubunginya dan menyampaikan permintaannya dengan terburu-buru? Bangkit tidak mengerti apa yang terjadi dan apa yang barusan dia dengar. Terlalu mendadak.
Entah Tuhan kasihan padanya atau memang sudah jalannya disuruh bolak-balik secepat kilat. Bangkit medapat pesan dari Marsha, perempuan itu mengabarinya dengan memamerkan suatu hal yang mengejutkan.
Marsha: Ayang lo dapat warisan banyak neeeeh. Dah tau belum Oma Hana meninggal? Oma Hana kasih warisan buat Kabut. Makin makmur hidupnya hahaha
Marsha: Ayang lo lagi main di apart gue. Dia emosi sepupunya gak terima dia dapet warisan gede.
Marsha: Nih hasil kelakuan sepupunya. Ternyata sebelas dua belas sama iblis.
Marsha:
Marsha: Gila kan? Gue nggak habis pikir perkara warisan aja sampe nimpuk pake batu🤬
Marsha: Tau apa yang bikin syok lagi?
Marsha: Ortunya Kabut mau cerai. Jadi nggak cuma ngamuk, dia juga kebanyakan bengong. Kaget kali ya tiba-tiba ortu mau cerai. Kesian bener ini bocah.
Marsha: Tuh ayang lo lagi minum red wine sambil ngerokok.
Setelah itu tidak ada lagi pesan dari sepupunya. Bangkit tahu sekarang alasan Kabut menyuruhnya pulang. Meskipun lelah, dia harus pulang besok. Bukan masalah takut tidak rujuk, Kabut butuh seseorang di sampingnya. Bangkit tidak mau seperti dulu, jarang ada tiap kali Kabut membutuhkannya. Dia ingin di samping Kabut, bukan sebatas menyemangati melalui telepon.
Tanpa pikir panjang Bangkit meminta Abraham untuk memesankan tiket untuknya dan kemudian dia membereskan beberapa barang yang sempat dikeluarkan.
❤❤
Jangan lupa vote dan komen kalian🤗🤗🤗
Follow IG: anothermissjo
Udah pusing belom lihat keluarga Kabut yang agak-agak?💆♀️ ini belom seberapa gaes wkwk keluarga Bangkit jauh lebih baik lah🙏
Besok aku update lagi flashback Cranky Romance biar tau kelakuan Bangkit🤣 biar tau seberapa sabarnya Kabut wkwk
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro