Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

02 |

Luna sampai di rumahnya tepat setengah jam setelah adzan maghrib. Gadis beriris kecoklatan itu bersyukur, karena hari ini masih ada angkot yang tersisa. Walaupun telat. Coba kalau tidak? Bisa menginap ia di sekolah.

Di ruang tengah, ia mendapati ibunya sedang menonton film yang suaminya doyan selingkuh. Istrinya nangis dan akhirnya si suami bangkrut. Hah, film yang membosankan. Tetapi banyak sekali peminatnya. Luna heran.

Luna duduk di samping ibunya yang fokus pada tayangan di depan mata. Ibu menyadari kehadiran Luna. "Udah salat belum?" Luna menggeleng. Tetapi perhatian Ibu fokus pada tas hitam yang berada di pelukan Luna. "Tasnya kenapa? Kedinginan? Kenapa di pelukin gitu?"

"Resletingnya rusak, Bu." Ada perasaan tercekik di tenggorok Luna. Hampir saja ia lupa bagaimana cara mengambil nafas.

Entah mengapa, saat menceritakan keadaan tasnya yang naas, Luna merasa sesak. Mungkin karena kenangannya. Tas hitam polos tanpa gambar aneh-aneh itu ia dapat dari ibunya saat memasuki masuk SMA. Yang bertepatan dengan hari ulang tahunnya.

"Yaudah, kamu salat dulu, nanti ibu olesin minyak tasnya. Ibu mau nyelesaiin dulu film ini. Kasian istrinya diusir. Anaknya sakit." Dan wajah Luna tak menunjukan kepedulian terhadap aktor-aktor yang bernasib sial tersebut.

...

Luna menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang single bad miliknya. Lelah sekali hari-harinya di sekolah. Keheningan memeluknya. Hingga ia menyadari, beberapa bagian tubuhnya terasa nyeri.

Ah, ini pasti efek dari kejadian tadi sore. Luna meringis. Matanya tak sengaja menemukan sebuah tabung kecil kaca di atas meja belajarnya. Balsem. Sepertinya bekas pakai ibu tempo hari. Kebetulan sekali.

Luna mengambilnya. Mengolesinya di beberapa bagian tubuh. Dada. Dagu. Lutut. Uh, ia takut besok akan memar-memar. Separah itukah jatuhnya tadi?

Selesai. Luna kembali merebahkan tubuhnya. Telentang. Agar dadanya tak tertekan beban tubuhnya sendiri. Memandangi langit-langit kamar. Dan perlahan alam mimpi menjemputnya tepat saat adzan isya berkumandang.

...

Mimpi buruk membangunkan tidur Luna. Keberuntungan baginya. Karena ia belum menunaikan kewajiban. Ia duduk. Sambil mengumpulkan nyawa.

Saat bangkit, ia tertegun. Di depan cermin lemari pakaiannya, ia menyadari. Seragamnya masih melekat di tubuh. Lengkap. Dengan dasi dan gesper yang bergeser. Sial. Ia lupa mengganti baju sebelum tidur tadi malam.

Sebelum seragam itu benar-benar kusut. Ia mengambil cepat-cepat menganti pakaiannya dengan piyama pucat kesukaannya.

Rok kotak-kotak biru tua dan kemeja putih panjang itu kini menggantung di belakang pintu kamar. Permasalahannnya selesai. Luna bernapas lega sejenak. Setidaknya ia bisa salat dengan khusyuk.

...

Scroll. Scroll. Scroll. Beberapa kali Luna  melakukan itu. Cekikikan saat melihat postingan lucu. Tak sadar, mukenanya masih bertengger di kepalanya. Gara-gara terlalu keasikan.

Ponselnya berdenting. Notifikasi muncul. Oh, dari Bunga. Pasti akan mengingatkannya sesuatu. Dan memang benar dugaannya. Bunga mewanti-wanti agar tidak telat ke sekolah nanti. Luna melirik jam weker di meja belajarnya. Masih jam dua dini hari. kenapa Bunga repot-repot mengingatkannya jam segini? Masih terlalu dini untuk berangkat ke sekolah. Tetapi Luna bersyukur memiliki sahabat seperti Bunga, yang selalu mengingatkannya segala sesuatu apapun. Bunga adalah orang yang sangat terencana, berbanding terbalik dengan dirinya yang teledor dan tak memiliki perencanaan apapun. Mereka saling mengisi, bukan?

Luna bangkit, membuka tasnya yang teronggok di meja belajarnya. Pasti tadi malam ibu menyimpannya di sini, setelah tas itu diperbaiki. Yes, besok tas itu bisa ia gunakan kembali.

Mencari benda di dalam tas tidak susah. Apalagi benda tersebut tidak sekecil upil. Pastinya tidak akan bisa bersembunyi diantara buku-buku besarnya. Harusnya selain mukena parasit itu, ada benda pink lain di dalam tas itu. Tempat pensil. Dimana benda itu?

Sudah dua kali Luna mengobrak-abrik kamarnya. Membalik selimut, mengacak-ngacak meja belajarnya, hingga laci yang jarang terpakaipun ia buka. Sebenarnya Luna tidak yakin, benda itu ada di salah satu tempat yang ia cari.

Luna berlari menuruni tangga dengan tergesa. Ruang keluarga yang merangkap ruang tamu tujuan utamanya. Otak memerintah tubuhnya untuk panik. Karena kata ibu, ketika kehilangan barang dan kamu panik, artinya barang itu ada dan tidak hilang. Tetapi kini, hati Luna mengatakan sebaliknya. Hatinya tidak panik, detak jantungnya normal dan stabil. Apakah itu artinya...

Ah, tidak-tidak. Luna dengan cepat menggeleng. Jangan sampai prasangka seperti itu hinggap di pikirannya. Bisa gawat.

sofa merah marun itu bersih. Tidak ada benda apapun yang teronggok di sana. Bahkan remot tv-pun tidak ada. Mungkin ibu menyimpannya di saku daster. Bodo amatlah. Di buffet juga tidak ada apa-apa, hanya ada pas poto dan beberapa pajangan aneh koleksi ayahnya. Sudah dipastikan tempat pensilnya tidak ada sana.

Dapur kemudian menjadi destinasi kedua. Ah, mustahil juga ada di sini. Mana mungkin benda persegi panjang itu terselip diantara bumbu-bumbu masakan? Meja makan sudah jelas jawabannya, karena sudah terlihat walaupun matamu terpejam.

Luna pasrah. Ia merosot di lantai kamar setelah menutup pintu.

Luna merenung. Memikirkan tempat pensilnya yang entah dimana rimbanya. Untuk orang lain, benda persegi berwarna pink pudar itu tidak berharga.

Bagi Luna, tempat pensil itu kepercayaan. Ada amanah yang ia tanggung. Ada harga yang harus dibayar. Luna tahu, setelah ini hidupnya takkan tenang, sebelum tempat pensil itu ditemukan.


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro